KABARBURSA.COM - IDX Carbon diprediksi bakal melanjutkan catatan positif pada kuartal II 2025. Bahkan, analis memprediksi bursa karbon Indonesia bisa bersaing di Asia Tenggara.
Diketahui, IDX Carbon memperoleh kinerja positif pada kuartal I 2025 dengan volume perdagangan mencapai 690.675 tCO₂e, melampaui total transaksi sepanjang tahun 2024 maupun 2023.
Analis Stocknow.id Abdul Haq Al Faruqy Lubis mengatakan, catatan itu menjadi sinyal kuat bahwa permintaan terhadap kredit karbon melonjak karena didorong oleh meningkatnya kesadaran korporasi terhadap pengurangan emisi, baik karena faktor regulasi maupun dorongan pasar global.
Menurut Abdul, IDX Carbon kian dipercaya sebagai platform kredibel, dengan langkah ekspansi yang agresif ke pasar Jepang, Singapura, dan Korea Selatan.
"Tiga negara ini yang punya ambisi net zero tinggi dan kebutuhan besar terhadap kredit karbon berkualitas," ujar dia kepada Kabarbursa.com, Senin, 28 April 2025.
Melihat tren tersebut, Abdul memproyeksikan kinerja IDX Carbon di kuartal II 2025 masih akan kuat. Dia memandang, volume perdagangan berpeluang tumbuh 30 - 50 persen dibanding kuartal sebelumnya, dengan tambahan volume transaksi yang bisa mencapai 900.000 hingga 1 juta tCO₂e.
"Dorongan permintaan asing juga diprediksi mendorong kenaikan harga karbon secara bertahap. Jika ekspansi internasional berjalan efektif, IDX Carbon tidak hanya akan memimpin pasar domestik, tapi juga siap bersaing menjadi hub karbon regional di Asia Tenggara," katanya.
Adapun Bursa Efek Indonesia (BEI) kini tengah membidik pasar internasional dalam rangka memperluas jangkauan perdagangan karbon dari Indonesia ke pasar Asia.
Sejumlah negara potensial seperti Jepang, Singapura, dan Korea Selatan menjadi target utama kerja sama lintas negara (G2G) untuk pengakuan unit karbon asal Indonesia di pasar global.
Menurut Abdul, pemerintah dan BEI harus memastikan semua proyek karbon yang diperdagangkan memenuhi standar internasional seperti Verra (VCS), Gold Standard, atau ART TREES.
"Proyek karbon yang sudah terverifikasi internasional akan langsung menarik bagi investor global yang mengutamakan kualitas kredit karbon (high-integrity carbon credits)," jelasnya.
Serta, lanjut dia, Indonesia harus segera membangun skema perdagangan karbon bilateral dengan Jepang, Singapura, dan Korea Selatan.
"Contohnya, menghubungkan IDX Carbon dengan bursa karbon Singapura (CIX) atau mekanisme karbon Jepang (J-Credit). Ini akan memudahkan investor asing membeli langsung tanpa proses legal yang rumit," pungkas
Sebelumnya, Direktur Pengembangan BEI) Jeffrey Hendrik mengatakan, transaksi karbon internasional sejauh ini sudah berlangsung melalui representasi negara asing di Indonesia, namun masih memerlukan penguatan kerja sama antar pemerintah.
“Sudah ada unit karbon dari Indonesia yang dibeli oleh pihak luar, namun untuk dapat diakui di negara asal mereka, perlu ada penguatan di level G2G,” ujar Jeffrey Hendrik di Gedung BEI, Jakarta, Selasa, 22 April 2025.
Ia menambahkan bahwa pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah memproses recommended agreement dengan sejumlah negara seperti Jepang dan Singapura. Langkah ini diperlukan agar setiap unit karbon yang tercatat di Indonesia dapat digunakan sebagai offset yang sah oleh negara mitra.
Selain memperkuat kerja sama antarnegara, bursa karbon juga mengambil langkah konkret untuk mempermudah akses investor asing melalui revisi peraturan onboarding. Salah satunya adalah penyederhanaan dokumen administrasi seperti penghapusan syarat Legal Entity Identifier (LEI) yang dinilai tidak relevan untuk transaksi karbon.
“Kami akan permudah persyaratan administrasi onboarding calon pengguna jasa dari luar negeri, tanpa mengurangi kualitas dari proses standar kualitas yang kami lakukan,” kata Jeffrey.
Ia membeberkan hingga saat ini, sektor pertambangan masih mendominasi pembelian unit karbon, baik dari dalam negeri maupun perwakilan asing. Meski begitu, bursa karbon terus melakukan sosialisasi agar lebih banyak sektor terlibat, termasuk perusahaan yang belum tergabung dalam program net zero incubator.
Dalam waktu dekat, IDX Carbon juga akan menyelipkan agenda promosi pasar karbon Indonesia dalam kunjungan ke negara-negara seperti Korea Selatan. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan sistem perdagangan karbon nasional dan membangun minat dari investor asing.
Saat ini, unit karbon yang tercatat di bursa karbon Indonesia masih dalam skema voluntary berupa Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK).
Jeffrey mengungkapkan bahwa pihaknya berharap unit karbon dari Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Berbasis Proyek (PT BAEPU) juga segera bisa tercatat dan ditransaksikan.
“Harapan kami dalam waktu dekat PT BAEPU juga bisa ditransaksikan di bursa karbon, agar pilihan produk semakin lengkap,” ujar dia.(*)