KABARBURSA.COM - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga menekankan pentingnya generasi muda untuk menguasai teknologi digital guna menangkap peluang ekspor ke pasar global. Dalam keterangannya di Jakarta, Jerry mengatakan bahwa penguasaan teknologi digital akan membantu generasi muda berkreasi dan berinovasi, sehingga produk Indonesia dapat semakin dikenal di dunia internasional.
"Generasi muda harus cakap digital untuk dapat menangkap peluang-peluang ekspor yang semakin terbuka luas ke pasar global. Penguasaan teknologi digital dapat membantu generasi muda untuk berkreasi dan berinovasi sehingga membuat produk Indonesia semakin dikenal," ujar Jerry.
Jerry menambahkan bahwa besarnya jumlah penduduk usia muda yang berpotensi menguasai teknologi digital akan menjadi dorongan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Upaya ini sejalan dengan inisiatif Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang terus mengadakan pelatihan untuk mencetak generasi muda yang berkontribusi pada perdagangan ekspor dan digital Indonesia. Salah satu pelatihan tersebut adalah Pelatihan Bisnis Online Ekspor yang diadakan di kantor Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Ekspor dan Jasa Perdagangan (PPEJP), Jakarta.
Pelatihan ini merupakan wujud nyata dari komitmen Kemendag untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bidang ekspor, tidak hanya bagi para pelaku usaha tetapi juga bagi calon pengusaha dari kalangan dosen dan mahasiswa. Kemendag juga memiliki program-program pengembangan SDM ekspor lainnya, seperti kolaborasi pemasaran melalui platform digital dan optimalisasi perwakilan perdagangan RI di luar negeri, termasuk Atase Perdagangan dan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC).
Menurut data Bank Indonesia, perdagangan digital Indonesia terus tumbuh dan memberikan kontribusi yang semakin besar terhadap ekonomi. Nilai transaksi e-commerce pada 2023 mencapai Rp453,75 triliun, diprediksi tumbuh 2,8 persen menjadi Rp487 triliun pada 2024, dan 3,3 persen menjadi Rp503 triliun pada 2025.
Data Kemendag menunjukkan bahwa tren surplus neraca perdagangan Indonesia terus terjaga selama 49 bulan berturut-turut sejak Mei 2020 hingga Mei 2024. Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2024 mencatat surplus sebesar 2,93 miliar dolar AS, dengan surplus kumulatif Januari-Mei 2024 sebesar 13,06 miliar dolar AS. Kinerja ekspor pada Mei 2024 tercatat sebesar 22,33 miliar dolar AS, tumbuh 13,82 persen, sementara ekspor nonmigas mencapai 20,91 miliar dolar AS, naik 14,46 persen (MoM).
"Ini adalah momentum yang baik bagi perekonomian nasional. Sehingga kinerja perdagangan yang sudah baik harus kita jaga dan tingkatkan. Di tengah tantangan dan dinamika global, sektor perdagangan harus mampu memberikan optimisme dan bergerak sebagai generator pemulihan ekonomi nasional," kata Jerry.
Tingkatkan Perekonomian
Indonesia mendorong penguatan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara, terutama di negara-negara anggota ASEAN (Association of Southeast Asian Nations/Asosiasi Negara Asia Tenggara) untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan digital ekonomi perlu ditingkatkan guna menumbuhkan ekonomi masyarakat di kawasan Asia Tenggara.
“Saya melihat ekonomi digital ini perlu ditingkatkan, terutama dalam hal konektivitas digital. Karena dengan peningkatkan konektivitas ini mampu memicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan jiwa wirausaha di warga negara anggota ASEAN,” ujarnya dikutip, Jumat, 28 Juni 2024.
Sandiaga menuturkan, pemanfaatan pengembangan ekonomi digital secara optimal ini diyakini mampu membuka peluang usaha dan lapangan kerja baru di kawasan Asia Tenggara, terutama di sektor teknologi dan e-commerce.
“Konektivitas digital yang kuat ini juga perlu didukung dengan harmonisasi kebijakan dan regulasi antar negara-negara ASEAN,” tutur Sandiaga.
Dia mengungkapkan, dukungan ini telah diberikan oleh ASEAN dengan mengeluarkan DEFA (Digital Economy Framework Agreement). Persetujuan dicetuskan sebagai dasar regulasi untuk memperkuat perdagangan digital, regulasi e-commerce lintas batas, dan aliran data lintas batas yang tujuannya untuk memperkuat perkembangan ekonomi digital di Asia Tenggara.
Mantan wakil Gubernur Jakarta itu pun yakin, regulasi ini bisa membantu memperkuat pengembangan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara serta menciptakan lingkungan ekonomi digital yang inklusif.
“Selain itu, kita juga perlu mendorong penguatan ekonomi digital dengan menyediakan program-program pelatihan, inkubasi, dan penyiapan akses pendanaan bagi pelaku ekonomi digital,” pungkas dia.
Beberapa waktu lalu diberitakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa pendapatan pajak yang diperoleh dari sektor ekonomi digital telah mencapai jumlah sekitar Rp24,12 triliun pada periode hingga 30 April 2024.
Jumlah tersebut terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan pada Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp19,5 triliun, pendapatan pajak dari transaksi kripto sejumlah Rp689,84 miliar, pendapatan dari pajak fintech peer to peer (P2P) lending sebesar Rp2,03 triliun, dan pendapatan pajak dari transaksi pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) yang mencapai Rp1,91 triliun.
Pelaku Ekonomi Digital
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti, jumlah tersebut terdiri dari setoran sebesar Rp731,4 miliar pada tahun 2020, Rp3,90 triliun pada tahun 2021, Rp5,51 triliun pada tahun 2022, Rp6,76 triliun pada tahun 2023, dan Rp2,6 triliun pada tahun ini.
Dwi menuturkan, penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp689,84 miliar sampai dengan April 2024. Penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp220,83 miliar penerimaan tahun 2023, dan Rp222,56 miliar penerimaan 2024.
Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp325,11 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp364,73 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.
Selanjutnya, pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp2,02 triliun sampai dengan April 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp470,18 miliar penerimaan tahun 2024.
Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp696,78 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp244,4 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,08 triliun.