Logo
>

AS Setujui Pedoman Perdagangan Kontrak Derivatif Kredit Karbon

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
AS Setujui Pedoman Perdagangan Kontrak Derivatif Kredit Karbon

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas Amerika Serikat (CFTC) pada Jumat lalu menyetujui pedoman pertama untuk perdagangan kontrak derivatif kredit karbon sukarela di negara tersebut. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat pasar yang masih berkembang di negeri Paman Sam.

    Kontrak derivatif kredit karbon adalah instrumen keuangan yang nilainya bergantung pada kredit karbon itu sendiri. Kredit karbon, secara sederhana, adalah hak yang diberikan kepada suatu pihak untuk mengemisikan satu metrik ton karbon dioksida atau gas rumah kaca lainnya yang setara. Melalui kontrak ini, para pedagang dan pelaku pasar dapat menggunakannya untuk dua tujuan utama: pertama, untuk melindungi diri dari kemungkinan perubahan harga kredit karbon di masa mendatang (hedging); dan kedua, untuk melakukan spekulasi mengenai perubahan harga tersebut.

    Prinsip kerja kontrak derivatif ini mirip dengan kontrak derivatif pada pasar komoditas lain, seperti minyak atau gandum, di mana para pedagang dapat bertaruh pada kenaikan atau penurunan harga di masa depan. Jika harga kredit karbon di masa depan diperkirakan akan naik, pelaku pasar dapat membeli kontrak ini sekarang dengan harapan mendapatkan keuntungan di kemudian hari ketika harga benar-benar naik. Sebaliknya, jika harga diperkirakan turun, kontrak ini bisa dijual terlebih dahulu dengan tujuan membeli kembali di harga yang lebih rendah.

    Regulator telah mendorong pengawasan lebih ketat terhadap pasar kredit karbon sukarela, yang berkembang tanpa pengawasan pemerintah, karena kekhawatiran akan kualitas dan penghitungan ganda. CFTC juga mengeluarkan panduan untuk bursa derivatif guna menindak manipulasi harga.

    "Misi unik CFTC yang berfokus pada mitigasi risiko dan penemuan harga menempatkan kami di garis depan dalam kaitan global antara pasar keuangan dan upaya dekarbonisasi," ujar Ketua CFTC, Rostin Behnam, dikutip dari Reuters, Sabtu, 21 September 2024.

    Kekhawatiran akan praktik greenwashing, di mana perusahaan melebih-lebihkan kredensial lingkungan mereka, semakin meningkat di Amerika dan Eropa. Awal tahun ini, CFTC menyatakan sedang menyelidiki praktik greenwashing sebagai bagian dari upaya menindak penipuan dan pelanggaran di pasar kredit karbon sukarela.

    Pada Mei lalu, pemerintah AS meluncurkan aturan untuk mengatur penggunaan kredit karbon sukarela, bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan di pasar yang baru berkembang ini setelah beberapa proyek pengurangan emisi profil tinggi gagal memenuhi janji pengurangan emisi.

    "Panduan CFTC akan mendorong integritas kredit karbon dan meningkatkan likuiditas serta transparansi harga," kata Menteri Keuangan AS, Janet Yellen. Ia juga mencatat langkah ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas oleh pemerintah untuk menangani perubahan iklim dan mempercepat transisi energi bersih.

    Banyak perusahaan mengimbangi emisi gas rumah kaca mereka dengan membeli kredit karbon sukarela, yang mewakili pencegahan atau pengurangan emisi melalui proyek-proyek yang sebagian besar berada di negara berkembang.

    Dukungan Pemerintah AS

    Pemerintahan Joe Biden sebelumnya memberikan dukungan penuh terhadap upaya industri untuk meningkatkan integritas pasar kredit karbon yang tengah mendapat kritik. Dilansir dari Climate Change News, untuk pertama kalinya, pemerintah AS merilis prinsip-prinsip yang mendefinisikan bagaimana kredit karbon "berintegritas tinggi" dapat berperan penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca serta mengarahkan investasi swasta dalam jumlah besar guna memerangi perubahan iklim.

    Dalam dokumen kebijakan sepanjang 12 halaman yang dirilis pada Selasa, 28 Mei 2024, pemerintah AS menegaskan pentingnya proyek kredit karbon yang dapat menghasilkan pengurangan emisi nyata, tanpa merugikan komunitas lokal, serta mendorong perusahaan untuk mendekarbonisasi operasi mereka sebelum membeli kompensasi emisi.

    Namun, pemerintah AS juga merekomendasikan agar perusahaan diperbolehkan menggunakan kredit karbon untuk menutup sebagian emisi dari rantai pasokan dan pelanggan mereka, yang dikenal sebagai "Scope 3". Langkah serupa yang diambil oleh Dewan Science Based Targets (SBTi) sebelumnya sempat menuai kritik.

    Pedoman dari pemerintah AS ini memang tidak bersifat mengikat atau dapat ditegakkan. Namun, para pendukungnya berharap panduan tersebut akan memperkuat berbagai inisiatif yang sudah berjalan yang dipimpin oleh pengembang kredit karbon, pembeli, dan kelompok lingkungan untuk meningkatkan standar dan memperbesar peran pasar karbon dalam perlindungan iklim dan alam.

    Pasar yang Bermasalah

    Perusahaan-perusahaan yang menghasilkan polusi, termasuk produsen bahan bakar fosil besar dan maskapai penerbangan, menghabiskan sekitar USD1,7 miliar tahun lalu untuk kredit karbon sukarela. Kredit ini digunakan untuk mengimbangi emisi langsung mereka dengan mendanai kegiatan ramah lingkungan seperti penanaman pohon atau pengembangan energi terbarukan.

    Namun, sejumlah laporan investigasi dan studi ilmiah mulai meragukan manfaat lingkungan dan sosial yang diklaim oleh beberapa pengembang dan pengguna kredit karbon, sehingga merusak kepercayaan terhadap pasar ini.

    Sejumlah proyek gagal memberikan pengurangan emisi yang dijanjikan, dan beberapa kegiatan kompensasi emisi juga dilaporkan menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia serta kerusakan lingkungan. "Pasar karbon sukarela hanya membuang-buang waktu dan sumber daya," kata Mohamed Adow, pendiri lembaga think-tank Power Shift Africa yang berbasis di Nairobi.

    Perlu Semua Alat yang Tersedia

    Pemerintah AS mengakui adanya kelemahan dalam pasar karbon sukarela. Menurut mereka, banyak kasus kredit karbon tidak memenuhi standar tinggi yang diperlukan. "Banyak orang di luar sana skeptis, dan khawatir dengan laporan-laporan tentang kegagalan serta praktik greenwashing," ujar Penasihat Iklim Nasional Ali Zaidi dalam peluncuran kebijakan di Washington.

    Namun, menurut Zaidi, hal tersebut tidak boleh menjadi alasan untuk memperlambat langkah, melainkan justru mempercepat perubahan dan melakukan perbaikan. Pemerintahan Biden ingin memimpin pengembangan pasar karbon sukarela yang berkualitas tinggi dan efektif dalam aksi dekarbonisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip yang juga didorong oleh badan-badan industri yang tengah mereformasi pasar karbon.

    Dewan Integritas untuk Pasar Karbon Sukarela (ICVCM) sedang menilai metodologi proyek sebagai bagian dari upaya mereka untuk menetapkan tolok ukur global independen pertama untuk kredit karbon "berintegritas tinggi", yang dikenal sebagai "Prinsip Karbon Inti".

    "Kita berada dalam keadaan darurat iklim dan kita membutuhkan semua alat yang tersedia untuk mencapai target pemanasan global 1,5°C," kata Ketua Dewan ICVCM, Annette Nazareth. "Kredit karbon berintegritas tinggi dapat memobilisasi pembiayaan swasta dalam skala besar untuk proyek-proyek yang mampu mengurangi dan menghilangkan miliaran ton emisi."

    Pengganti Bantuan Pemerintah

    Sebagian besar proyek kredit karbon terbesar di dunia berada di negara-negara Global South. Banyak pemerintah kaya melihat pasar ini sebagai cara untuk mengalirkan dana ke negara berkembang tanpa harus menggunakan anggaran publik. Di AS, hal ini menjadi penting karena pendanaan iklim terhambat oleh polarisasi politik.

    Presiden Joe Biden sebelumnya berjanji akan meningkatkan pendanaan iklim internasional hingga lebih dari USD11,4 miliar per tahun pada 2024. Namun, Kongres hanya menyetujui sebagian kecil dari anggaran tersebut tahun ini, dengan hanya USD1 miliar dari total paket anggaran sebesar USD1,59 triliun yang disetujui.

    Zaidi dari Gedung Putih mengatakan pasar karbon sukarela dapat menggerakkan "gunung modal" jika integritasnya ditingkatkan. Regulasi yang lebih baik diprediksi dapat memperluas pasar dari ukurannya saat ini, sekitar USD1,7 miliar, menjadi 1,1 triliun USD pada 2050, menurut perkiraan BloombergNEF.

    Pemimpin kebijakan global di Carbon Market Watch, Gilles Dufrasne, meminta pemerintah AS harus membuktikan ucapannya dan memastikan janji transparansi serta integritas diikuti dengan tindakan nyata.

    "Saat ini tidak ada data publik yang dapat mengukur seberapa besar dana yang mengalir ke aksi iklim melalui kredit karbon, dan berapa banyak yang tetap berada di kantong perantara dan konsultan dari negara-negara Global North," katanya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).