KABARBURSA.COM - Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menegaskan pengembangan kelapa sawit sebagai bahan bakar biodiesel B50 menjadi penanda besar langkah pemerintah Indonesia dalam mencapai ketahanan energi. Apalagi, kata dia, kelapa sawit merupakan komoditas primadona yang paling siap dipasarkan ke secara global.
"Saya kira dari semua komoditi perkebunan, sawit ini yang paling siap untuk kita pasarkan. Misalnya dikonversi menjadi B50 sebagai bagian dari bargaining kita kepada dunia," kata Sudaryono dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 14 September 2024.
Sudaryono sendiri optimis Indonesia dapat mengendalikan harga komoditas sawit dunia apabila konversi terus dilakukan secara cepat. Apalagi, kata dia, 60 persen sawit dunia dikuasai Indonesia dengan lahan perkebunan yang sangat luas.
"Artinya kalau produktivitas kita tinggi tetapi harga jatuh, kita konversi sebagian untuk B50. Jadi kita ada bandulan. Sama seperti Brazil melakukan bandulan antara gula sama bioetanol. Jadi saat harga gula tinggi, dia produksi di gula supaya harga gula turun," katanya.
Sebagai produsen kelapa sawit terbesar, tutur Sudaryono, pemerintah telah menyediakan substitusi negara tujuan ekspor untuk memastikan pasar perdagangan hasil panen petani.
"Sekarang ini kita sudah punya substitusi, jadi kalau misalnya negara tujuan ekspor mempersulit dan lain-lain, kita bisa substitusi menjadi energi," jelasnya.
Sudaryono menegaskan pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung peningkatan biodiesel dari komoditas sawit. Bahkan ke depan, pemrograman sudah melakukan upaya pengembangan dari B50 ke B100.
"Jadi ini akan terus ditingkatkan dari B50, bahkan secara teknologi B100 sudah berhasil," katanya.
Dorong Ketahanan Energi
Pada pertemuannya dengan Dewan Energi Nasional, Sudaryono juga turut membahas percepatan pengembangan B50 di awal pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Adapun pengembangan B50 diyakini akan menghemat impor hingga Rp300 triliun lebih.
Sudaryono menegaskan pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah fokus mewujudkan ketahan pangan dan energi nasional ditengah krisis global yang terjadi saat ini. Menurutnya, banyak hal yang tengah dilakukan pemerintahan saat ini untuk mewujudkan kemandirian pangan, serta ketahanan energi.
"Apa yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo saat ini akan dilanjutkan oleh presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mewujudkan ketahan pangan dan energi demi kemakmuran rakyat Indonesia," Kata Sudaryono di, Jakarta, Selasa, 10 September 2024.
Sudaryono menuturkan, salah satu wujud nyata komitmen Jokowi untuk mewujudkan ketahan pangan dan energi melalui penanaman tebu perdana di Kampung Sermayam, Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, pada Selasa, 23 Juli 2024 lalu.
"Bahwa kegiatan yang dilakukan Presiden Joko Widodo saat penanaman tebu di Merauke beberapa waktu lalu merupakan langkah strategis dalam menjawab krisis pangan global yang dipicu oleh perubahan iklim yang ekstrem," jelasnya.
Sudaryono menuturkan, tebu yang menjadi produk komoditas pertanian Indonesia tidak hanya sekedar menjadi gula, tetapi juga bisa diolah menjadi bioetanol (C2H5OH) sebagai bahan bakar alternatif yang sangat berguna dan membantu untuk mewujudkan ketahan energi serta menekan impor BBM.
"Pemerintah sangat optimistis menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dan energi di kawasan Merauke dan sekitarnya, dengan potensi produksi seperti padi, jagung, dan tebu untuk gula pasir dan bioetanol, bahkan laboratorium untuk kultur jaringan, pembibitan tebu, perkebunan tebu, hingga persemaian tanaman konservasi juga sudah tersedia," tutupnya.
Menuju NZE 2060
Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Agus Pramono menjelaskan, saat ini dunia tengah bertransisi menuju penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan. Indonesia menargetkan bisa mencapai nol emisi atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Agus berharap semua lembaga negara yang terkait dalam mewujudkan program ketahan pangan dan energi seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) serta Kementerian ESDM bisa terus memperkuat kerjasama untuk dapat menggenjot produksi pengembangan energi baru terbarukan dan energi berbasis bahan baku nabati.
"Indonesia harus mulai mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus menjadikan Indonesia sebagai raja energi hijau dunia dalam bidang energi baru terbarukan dan energi berbasis bahan baku nabati," jelasnya.
Agus mengatakan pemerintah harus memberikan insentif untuk mendukung pengembangan bioetanol di dalam negeri. Sebab saat ini terdapat beberapa pekerjaan rumah di Indonesia yang perlu segera dituntaskan untuk mendukung pengembagan bioetanol.
Apalagi, lanjut Agus, Indonesia pada saat ini mempunyai 13 pabrik bioetanol dengan kapasitas produksi 365 Juta liter per tahun. "Pada saat saat ini, untuk memenuhi kebutuhan bensin dalam negeri Pertamina masih melalukan impor sebesar 57 persen (56.368.118 liter/hari)," ungkapnya.
Oleh karenanya, dengan menjalankan program bioetanol 5 persen (E5) sebagai campuran bahan bakar bensin, selain untuk menurunkan emisi di sektor energi juga untuk mengurangi impor bensin.
"Keperluan bioethanol fuel grade untuk program E5 berkisar 5 juta liter/hari dan program ini akan dijalankan secara bertahap dengan target implementasi program E5 tercapai di seluruh Indonesia pada tahun 2028," katanya.
Selain itu, untuk program E10, yang memerlukan bioethanol fuel grade setidaknya 10 juta liter hari, akan diimplementasikan secara bertahap mulai tahun 2029 dan tercapai implementasi E10 diseluruh Indoneaia pada tahun 2035.
"Dari 13 pabrik bioetanol yang ada dengan kapasitas produksi hanya 1 juta liter per hari, sudah barang tentu untuk memenuhi kebutuhan program E5, E10 dan seterusnya, diperlukan penambahan areal perkebunan dan jumlah pabrik bioethanol," katanya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.