Logo
>

Biomassa dalam Bayangan Ambisi Energi Terbarukan

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Biomassa dalam Bayangan Ambisi Energi Terbarukan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia masih berpegang teguh pada ambisi mencapai target bauran energi terbarukan. Angka 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050 terus menjadi patokan meski banyak rintangan menghadang. Namun, seiring perubahan pada Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN), target ambisius ini tampaknya akan diturunkan. Saat ini, RPP KEN tengah dalam tahap harmonisasi antara DPR dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat realisasi bauran energi di Indonesia masih jauh dari target. Tren peningkatan dari tahun 2018 hingga 2022 sangat tidak signifikan. Pada 2023, realisasi energi baru terbarukan (EBT) hanya mencapai 12,5 persen, jauh dari target 17,9 persen yang ditetapkan. Peningkatan realisasi hanya 0,1 persen dari 2021 ke 2022 dan 0,2 persen dari 2022 ke 2023.

    "Indonesia bakal gagal mencapai target bauran energi 23 persen di 2025 karena gap ketertinggalan lebih kurang 10 persen," ungkap Koresponden FWI, Anggi Prayoga, dalam siaran pers resmi yang diterima KabarBursa, Rabu, 31 Juli 2024.

    Menurutnya, target bauran energi nasional dalam RPP KEN akan diturunkan menjadi 19 hingga 22 persen pada 2025. Untuk mengejar capaian ini, biomassa ditempatkan sebagai prioritas kedua setelah energi surya.

    Energi Terbarukan dengan Masalah

    Dalam RPP KEN, pemanfaatan biomassa sebagai energi terbarukan tertuang jelas. Biomassa, seperti kayu, olahan kayu, dan limbah pertanian, diproyeksikan sebagai sumber energi yang dapat menggantikan energi fosil batu bara dalam masa transisi ini. Indonesia, dengan luas perkebunan kayu mencapai 5 juta hektare dan perkebunan kelapa sawit seluas 15,3 juta hektare pada 2023, diklaim memiliki potensi biomassa yang tinggi.

    Namun, kata Anggi, meskipun potensi ini tampak menggiurkan, pemanfaatan biomassa di Indonesia sering dilakukan secara ugal-ugalan.

    "Pemanfaatan biomassa yang dihasilkan dari perkebunan kayu, hutan tanaman industri, hutan tanaman energi, perkebunan kelapa sawit bahkan termasuk limbah industri seperti kernel sawit dan serbuk gergaji, merupakan komoditas yang bernilai tinggi," jelas Anggi.

    Ironisnya, limbah dari industri sawit (kernel) dan olahan serbuk gergaji dalam bentuk wood pellet telah menjadi komoditas ekspor. Dengan nilai ekonomi yang tinggi, implementasi biomassa sebagai energi terbarukan sarat dengan kepentingan bisnis berbagai aktor di perusahaan kehutanan, perkebunan kelapa sawit, dan batu bara. Mereka disinyalir turut terlibat dalam mengutak-atik kebijakan bauran energi nasional.

    PLN dan Biomassa: Solusi atau Masalah?

    Perusahaan Listrik Negara atau PLN berencana memanfaatkan biomassa sebagai pengganti energi batu bara sebanyak 5 sampai 10 persen di 52 PLTU di Indonesia. Dalam dokumen Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), PLN mencatat rencana pemanfaatan biomassa yang berasal dari sekam padi, kernel sawit, serbuk gergaji, wood pellet, dan serpihan kayu (wood chip) untuk dibakar menggantikan batu bara. Langkah ini diklaim sebagai upaya pengurangan emisi dari sektor energi dan keterlibatan aktif dalam pasar bebas karbon.

    Namun, Anggi menilai langkah ini sebagai bentuk asimetris informasi.

    "Potret ini akan dihadapkan langsung dengan realitas yang pahit. Aktor, kebijakan, dan implementasi proyek biomassa masih digandrungi bayang-bayang bisnis semata,” ujarnya.

    Proyek biomassa sebagai energi terbarukan, menurutnya, ibarat "jauh panggang dari api", tidak menjawab apapun soal perubahan iklim, pengurangan emisi, dan bauran energi nasional.

    Anggi menyebut pemanfaatan biomassa menuai kritik tajam dari berbagai organisasi masyarakat sipil. Biomassa dinilai tidak tepat sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia. Penggunaan biomassa dianggap hanya akan memperparah kerusakan lingkungan dan menambah daftar panjang permasalahan sosial-ekonomi yang dihadapi masyarakat lokal.

    Peninjauan Kembali dan Harapan Baru

    Melihat kondisi ini, FWI mendesak pemerintah untuk meninjau kembali proyek biomassa dengan lebih memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Anggi mengatakan pemerintah harus melakukan kajian lingkungan yang mendalam sebelum memutuskan lokasi proyek biomassa. Kajian ini harus melibatkan berbagai pihak, termasuk ahli lingkungan, masyarakat adat, dan organisasi non-pemerintah, untuk memastikan proyek tidak merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.

    Selain itu, pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan. Ini termasuk perlindungan terhadap hutan alam yang tersisa, reboisasi lahan yang telah terdegradasi, dan pengembangan teknologi yang ramah lingkungan untuk produksi energi biomassa.

    FWI juga menekankan pentingnya mekanisme yang jelas dan transparan untuk menyelesaikan konflik lahan yang timbul akibat proyek biomassa. Pemerintah harus memastikan hak-hak masyarakat adat dan lokal dihormati dan dilindungi, termasuk memberikan kompensasi yang adil bagi masyarakat yang kehilangan lahan dan memastikan mereka mendapatkan manfaat dari proyek biomassa.

    Menuju Energi Terbarukan yang Berkelanjutan

    Perjalanan menuju bauran energi terbarukan di Indonesia memang masih panjang dan penuh tantangan. Namun, dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat mencapai kemandirian energi tanpa harus mengorbankan lingkungan dan masyarakat.

    "Konflik antara kebutuhan energi dan pelestarian lingkungan terus menjadi isu yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang holistik," kata Anggi.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).