Logo
>

EBT bisa Gantikan Energi Fosil Hingga 50 Persen dalam 10 Tahun

Pengamat menilai energi terbarukan bisa menyumbang hingga 50 persen dalam bauran energi nasional jika program transisi dijalankan serius dalam 10 tahun ke depan.

Ditulis oleh Dian Finka
EBT bisa Gantikan Energi Fosil Hingga 50 Persen dalam 10 Tahun
Energi terbarukan dinilai mampu gantikan hingga 50 persen energi fosil. Investasi EBT butuh percepatan regulasi dan dukungan infrastruktur. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

KABARBURSA.COM - Gembar-gembor transisi energi bukan sekadar angin lalu. Jika dikelola serius, energi baru dan terbarukan (EBT) bisa menggantikan separuh konsumsi energi fosil Indonesia hanya dalam waktu satu dekade ke depan.

Di tengah ketergantungan tinggi pada minyak dan batu bara, potensi pertumbuhan EBT justru masih sangat besar. Founder & Chief Executive Officer Finvesol Consulting, Fendi Susiyanto, menyebut pangsa energinya saat ini baru menyentuh angka di bawah 20 persen, tapi ruang untuk naik dua hingga tiga kali lipat masih terbuka lebar. Syaratnya cuma satu: eksekusinya harus tuntas, bukan cuma bagus di atas kertas.

“Kalau kita melihat dari data Kementerian ESDM, kontribusi energi terbarukan itu masih di bawah 20 persen. Artinya, ruang improvement-nya luar biasa besar,” ujar Fendi kepada awak media di Jakarta, Senin, 26 Mei 2025.

Fendi optimistis, jika langkah pengembangan dilakukan secara konsisten dan konstruktif, maka kontribusi energi terbarukan terhadap bauran energi nasional bisa melonjak dua hingga tiga kali lipat dalam 10 tahun ke depan.

“Paling tidak, energi terbarukan bisa menyumbang 40 persen hingga 50 persen dari kebutuhan energi nasional. Dan itu sangat realistis untuk dicapai jika programnya berjalan dengan baik,” katanya.

Ia menilai, peningkatan kontribusi EBT sangat penting agar Indonesia tidak terus bergantung pada energi fosil seperti minyak dan batubara, yang dari sisi keberlanjutan dan emisi tidak sejalan dengan komitmen jangka panjang negara.

Menurut Fendi, arah kebijakan energi Indonesia harus segera diarahkan secara serius menuju pencapaian target net zero emission tahun 2060. Untuk itu, pengembangan EBT tidak bisa lagi dianggap sebagai alternatif semata, melainkan harus menjadi pilar utama kebijakan energi nasional.

“Pada akhirnya, kita akan bicara tentang bagaimana menurunkan emisi. Kita sudah punya komitmen zero emission di 2060. Artinya, 10–20 tahun ke depan harus kita manfaatkan sebagai masa percepatan,” ungkapnya.

Fendi memandang peluang pengembangan sektor ini sangat terbuka, baik bagi investor domestik maupun asing. Ia menilai tren rotasi sektor oleh investor juga mulai mengarah ke sektor energi hijau, seiring meningkatnya tekanan global terhadap dekarbonisasi.

Investor Mulai Rotasi ke Energi Hijau

Fendi mengakui saat ini investor mulai melakukan sector rotation ke arah energi terbarukan. Ini tidak terlepas dari meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan dan tren global yang mulai meninggalkan energi fosil.

“Investor sudah mulai shifting ke sektor-sektor yang ramah lingkungan. Energi terbarukan menjadi salah satu sektor yang dianggap future-proof karena mendukung transisi energi dan keberlanjutan,” ucapnya.

Namun, ia juga mengingatkan percepatan investasi harus dibarengi dengan kepastian regulasi, skema insentif yang menarik, dan dukungan infrastruktur yang memadai.

Fendi mengatakan pemerintah perlu mempercepat harmonisasi kebijakan dan regulasi terkait pengembangan EBT. Menurutnya, investor membutuhkan kejelasan agar bisa melakukan kalkulasi risiko dan pengambilan keputusan dengan lebih baik.

“Tanpa kepastian regulasi, investor akan ragu. Mereka butuh roadmap yang jelas, skema insentif fiskal yang menarik, dan jaminan bahwa proyek mereka bisa berjalan sesuai rencana,” tegasnya.

Ia mencontohkan negara-negara yang telah sukses menarik investasi besar ke sektor EBT, sebagian besar memiliki sistem insentif yang kuat serta roadmap energi jangka panjang yang konsisten.

Fendi menyebut 10 tahun ke depan sebagai “dekade emas” bagi energi terbarukan Indonesia. Ia mengajak semua pemangku kepentingan untuk menjadikan periode ini sebagai momentum transformasi struktural di sektor energi nasional.

“Ini saatnya kita fokus. Potensinya sudah jelas. Sekarang tinggal bagaimana kita eksekusi dengan cepat dan tepat. Energi terbarukan bukan sekadar masa depan, tapi kebutuhan masa kini,” katanya.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.