KABARBURSA.COM - Lebih dari tiga perempat kapasitas energi terbarukan baru yang ditambahkan tahun lalu lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil, menurut laporan dari Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) yang dirilis Selasa, 24 September 2024.
Negara-negara di seluruh dunia berusaha mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil seperti minyak, gas alam, dan batu bara untuk menekan emisi gas rumah kaca dan mencapai target perubahan iklim.
Pertemuan iklim PBB tahun lalu menetapkan target untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global pada 2030. Target ini memerlukan peningkatan kapasitas energi terpasang menjadi setidaknya 11.000 gigawatt (GW) pada akhir dekade ini, dibandingkan dengan 4.209 GW pada 2023.
Pada 2023, kapasitas energi terbarukan baru mencapai rekor 473 GW, di mana 382 GW atau 81 persen dari proyek energi terbarukan skala besar memiliki biaya lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil, ungkap laporan tersebut. Hal ini terjadi meskipun harga bahan bakar fosil kembali mendekati tingkat historis setelah krisis energi 2022.
Menurut laporan tersebut, biaya rata-rata global untuk listrik dari proyek energi terbarukan yang baru diresmikan turun dibandingkan tahun sebelumnya: untuk solar PV turun 12 persen, angin darat 3 persen, angin lepas pantai 7 persen, tenaga surya terkonsentrasi (CSP) 4 persen, dan tenaga air turun 7 persen.
"Tenaga terbarukan tetap kompetitif dibandingkan bahan bakar fosil. Siklus kebijakan dukungan jangka panjang telah mempercepat perkembangan energi terbarukan. Pertumbuhan ini membawa peningkatan teknologi dan penurunan biaya. Harga energi terbarukan sekarang bukan alasan lagi, justru sebaliknya," kata Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera, dikutip dari Reuters, Selasa, 24 September 2024.
Rekomendasi IRENA untuk Transisi Energi di Indonesia
Laporan IRENA menunjukkan energi terbarukan kini menjadi solusi yang lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil, dan Indonesia pun memiliki potensi besar untuk memanfaatkan tren ini. Sebagai negara dengan sumber daya energi terbarukan yang melimpah, Indonesia memiliki kesempatan untuk memimpin dalam transisi energi global. Namun, untuk memaksimalkan potensi ini, dibutuhkan upaya besar dalam hal investasi dan kebijakan.
Pada 2022 lalu, IRENA menyatakan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia berpotensi menghemat anggaran hingga USD400-600 miliar. "Indonesia memiliki keunggulan karena sumber daya energi terbarukannya yang melimpah," ujar Fransisco dalam pernyataan resminya pada Jumat, 21 Oktober 2022.
Dalam laporan berjudul Indonesia Energy Transition Outlook, Fransisco menyebutkan Indonesia perlu menginvestasikan hingga USD10,7 triliun untuk mendukung transisi energi sampai tahun 2050. Namun, biaya tersebut dapat ditekan menjadi USD10,1-10,3 triliun jika pemerintah mengikuti skenario yang selaras dengan Paris Agreement.
Sebagian besar pengeluaran untuk transisi energi ini akan difokuskan pada sektor hilir, khususnya untuk kebutuhan bahan bakar dan listrik, dengan estimasi mencapai USD7 triliun hingga 2050. Angka ini setara dengan 69 persen dari total kebutuhan biaya dalam proses transisi energi.
IRENA juga memberikan beberapa saran untuk Indonesia. Hingga 2030, diperlukan lebih dari USD200 miliar untuk memperluas penggunaan energi surya, memperkenalkan kendaraan listrik, dan meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati. Selain itu, lembaga ini juga merekomendasikan penghapusan subsidi batu bara, yang dianggap sebagai energi kotor, untuk menciptakan persaingan yang lebih adil bagi energi terbarukan dan meningkatkan efisiensi operasional PLN.
Pemerintah Indonesia juga diharapkan melanjutkan pengadaan energi terbarukan dan merancang peraturan yang mendukung lelang energi terbarukan serta mekanisme feed-in-tariff yang efisien. Di sisi hukum, IRENA mendorong pengembangan pasar energi terbarukan yang merata, seperti dengan menawarkan insentif menarik bagi konsumen dan memberi kesempatan lebih besar kepada investor swasta di sektor pembangkit listrik mini dan off-grid.
Selain itu, pemerintah juga perlu menangani kendala regulasi dan pasar terkait perjanjian pembelian listrik (PPA), dengan meninjau syarat dan ketentuan PPA untuk energi terbarukan guna mengatasi kekhawatiran investor.
Nicolas Wagner, Program Officer IRENA, menyatakan perhitungan biaya energi terbarukan sangat bergantung pada kondisi spesifik dari setiap sistem, seperti sumber daya yang tersedia di suatu daerah, intensitas sinar matahari atau angin, serta pangsa pasar energi terbarukan. "Kami telah menganalisis sistem kelistrikan di Indonesia secara mendalam dan menemukan bahwa sistem yang mengandalkan energi terbarukan dalam jumlah besar akan lebih murah dibandingkan dengan sistem kelistrikan saat ini yang mayoritas masih bergantung pada energi fosil," jelas Wagner.
Skenario Pengembangan Energi Terbarukan
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konversi Energi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana, menjelaskan dalam laporan Indonesia Energy Transition Outlook, terdapat berbagai strategi untuk mencapai target pengembangan energi terbarukan dan emisi nol bersih (net zero emission/NZE).
Beberapa strategi tersebut mencakup penghentian bertahap pembangkit listrik berbasis batu bara, percepatan pembangunan energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, elektrifikasi, penerapan jaringan pintar (smart grid), serta penggunaan teknologi bersih seperti carbon capture storage (CCS).
Dadan mengimbuhkan, transisi menuju energi bersih akan membantu Indonesia bergerak dari ekonomi berbasis karbon menuju ekonomi hijau. “Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, lebih dari 3.000 gigawatt, namun saat ini baru sekitar 0,3 persen atau 12,4 gigawatt yang dimanfaatkan,” katanya.
Untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025, pemerintah telah merencanakan beberapa langkah. Pemerintah, misalnya, membangun sistem on-grid baru sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, serta mengimplementasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap, mengonversi PLTD menjadi energi terbarukan, mewajibkan penggunaan bahan bakar nabati, dan mengembangkan panas bumi serta energi terbarukan off-grid lainnya.
Guna memberikan kepastian hukum dan menarik lebih banyak investasi dalam sektor energi terbarukan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.(*)