Logo
>

Indonesia bisa Listriki Pusat Data ASEAN dengan Enegi Surya dan Angin

Lonjakan pusat data di ASEAN bisa picu emisi tinggi. Indonesia berpeluang tekan emisi lewat optimalisasi surya dan angin.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Indonesia bisa Listriki Pusat Data ASEAN dengan Enegi Surya dan Angin
Indonesia bisa listriki pusat data ASEAN pakai energi surya dan angin. Kuncinya kebijakan hijau dan akses fleksibel listrik terbarukan. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Bisnis pusat data yang melesat di Asia Tenggara bisa jadi pedang bermata dua bagi masa depan energi kawasan. Di satu sisi, industri ini jadi tulang punggung transformasi digital. Di sisi lain, ia bisa meledakkan konsumsi listrik dan emisi karbon, kecuali jika pemerintah segera mendorong energi terbarukan sebagai penopangnya.

    Dalam laporan terbaru lembaga think tank energi EMBER bertajuk From AI to Emissions, Indonesia disebut sebagai negara dengan lonjakan permintaan listrik pusat data terbesar kedua di kawasan, naik dari 6,7 TWh pada 2024 menjadi 26 TWh pada 2030.

    Angka ini hanya kalah dari Malaysia yang pertumbuhannya jauh lebih agresif. Jika tak diantisipasi, kebutuhan listrik yang meledak ini bisa meningkatkan emisi karbon di Jawa–Madura–Bali (Jamali) hingga tiga kali lipat, dari 5 juta metrik ton setara karbon dioksida atau Metric tons of carbon dioxide equivalent (MtCO₂e) menjadi 19 MtCO₂e.

    Malaysia, sang jawara pusat data kawasan, bahkan diproyeksikan mengalami lonjakan permintaan listrik dari 8,5 TWh menjadi 68 TWh dalam enam tahun. Emisinya pun meroket, dari 5,9 MtCO₂e menjadi 40 MtCO₂e.

    Filipina tak ketinggalan, dengan proyeksi kenaikan konsumsi listrik dari 1,1 TWh menjadi 20 TWh, dan emisi yang naik 14 kali lipat di jaringan Luzon–Visayas. Situasi ini jadi peringatan dini bahwa ledakan digital di ASEAN bisa jadi bencana ekologis jika tidak segera dikunci dengan kebijakan energi bersih.

    “Pertumbuhan pusat data membebani sistem kelistrikan di ASEAN, di mana sebagian besar listrik dari batu bara dan gas. Meningkatkan energi terbarukan dan modernisasi infrastruktur melalui investasi dan kolaborasi regional menjadi kunci untuk memastikan pertumbuhan berkelanjutan dan memajukan transisi energi,” kata Head of Data Centre Research & Insights Asia Pacific Cushman & Wakefield, Pritesh Swamy, dikutip dari laporan EMBER di Jakarta, Kamis, 5 Juni 2025.

    Namun belum terlambat. EMBER menyebut dengan kebijakan yang tepat, hingga 30 persen kebutuhan listrik pusat data ASEAN pada 2030 bisa dipasok dari pembangkit tenaga surya dan angin—bahkan tanpa perlu bergantung pada baterai penyimpan energi yang selama ini dianggap mahal dan kompleks.

    Analis EMBER untuk Asia Tenggara, Shabrina Nadhila, mengingatkan tanpa langkah cepat, ledakan industri pusat data di ASEAN bisa menggagalkan upaya transisi energi kawasan. Menurutnya, energi surya dan angin harus diprioritaskan.

    “Memprioritaskan energi surya dan angin, serta efisiensi energi, yang didukung kebijakan yang kuat, kerangka kerja nasional pusat data, dan kolaborasi, akan membantu memastikan pusat data mendorong pertumbuhan bisnis digital yang berkelanjutan, dan tidak meningkatkan ketergantungan pada bahan bakar fosil,” kata Nadhila.

    Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, khususnya dari tenaga surya dan angin. Potensi energi surya nasional tercatat mencapai 3.295 gigawatt (GW), namun pemanfaatannya hingga kini masih sangat minim—baru sekitar 270 megawatt (MW) yang telah digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

    Di sisi lain, potensi energi angin Indonesia juga tak kalah besar, yakni mencapai 154,6 GW. Rinciannya, potensi angin onshore berada di kisaran 60,4 GW, sementara potensi offshore mencapai 94,2 GW. Wilayah timur Indonesia seperti Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara bahkan menyumbang sekitar 40 persen dari total potensi angin nasional.

    Sayangnya, realisasi pemanfaatan masih jauh dari optimal—hingga 2024, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) baru mencapai 152,3 MW. Pemerintah menargetkan kapasitas PLTB akan meningkat signifikan menjadi 37 GW pada tahun 2060.

    Menurut EMBER, salah satu dorongan utama yang perlu dilakukan adalah memberi akses lebih fleksibel bagi operator pusat data untuk membeli listrik hijau. Perusahaan teknologi besar seperti Google atau Microsoft umumnya menggunakan skema Power Purchase Agreement (PPA) langsung. Tapi operator lokal, yang skalanya lebih kecil, butuh opsi seperti virtual PPA atau tarif hijau—model yang belum tersedia di Indonesia.

    Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki skema tarif hijau seperti yang sudah diimplementasikan di Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Bahkan power wheeling—mekanisme untuk mengalirkan listrik dari pembangkit langsung ke pengguna industri—masih sekadar wacana dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan.

    Langkah lain yang tak kalah penting adalah mewajibkan perusahaan teknologi mengintegrasikan efisiensi energi sejak tahap desain pusat data. Pemerintah juga bisa menetapkan panduan nasional agar setiap gedung pusat data yang dibangun tidak hanya andal secara digital, tapi juga efisien secara energi.

    “Pemerintah dan industri harus bekerja sama untuk menyelaraskan ekspansi pusat data dengan transisi energi. Kerangka kerja nasional, kolaborasi yang lebih kuat, dan transparansi yang lebih baik, sangat penting untuk memastikan pertumbuhan digital ASEAN mendorong kemajuan,” kata Nadhila.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).