Logo
>

Indonesia Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional: Perkuat Posisi di Pasar Global

Fokus utama di fase ini ialah memperkuat ekosistem kebijakan serta membangun mekanisme perdagangan karbon

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Indonesia Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional: Perkuat Posisi di Pasar Global
Ilustrasi perjalanan IDXCarbon sepanjang awal 2025. Foto: Dok KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indonesia melangkah mantap dalam agenda pengendalian emisi karbon. Sejak meluncurkan bursa karbon pada 2023, pemerintah telah menjalankan uji coba perdagangan karbon tahap awal (early stage development) sepanjang 2023–2025. Fokus utama di fase ini ialah memperkuat ekosistem kebijakan serta membangun mekanisme perdagangan karbon yang kredibel. Kini, memasuki 2025, Indonesia juga telah membuka perdagangan karbon internasional, menandai fase baru keterlibatan global dalam upaya dekarbonisasi.

    Ketua Indonesia Carbon Trade Association, Riza Suarga, menilai regulasi dasar yakni Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon masih menyisakan sejumlah celah, terutama pada skema pasar sukarela (voluntary market) yang belum mengatur secara tegas pihak-pihak wajib berpartisipasi.

    “Harapannya revisi Perpres 98/2021 segera terealisasi. Kini celah tersebut mulai ditutup melalui penerapan Measurement, Reporting, and Evaluation (MRE) serta pengakuan terhadap lima standar internasional—Verra, Gold Standard, GCC, Plan Vivo, dan Pure Earth. Proses penguatan mekanisme tengah berjalan, dan kami optimistis hal ini dapat mempercepat pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) sekaligus membuka potensi peningkatan pendapatan nasional,” ujar Riza. Seperti dilansir iesr.or.id.

    Dari sisi pengawasan, I Nyoman Sukayasa, Kepala Departemen Pemeriksaan Khusus, Pengawasan Keuangan Derivatif, Bursa Karbon dan Transaksi Efek OJK, menegaskan bahwa isu keuangan berkelanjutan (sustainable finance) kini telah diakomodasi pemerintah melalui berbagai inisiatif. Di antaranya, pelaporan keberlanjutan (sustainability disclosure), penerbitan sukuk hijau, dan pengembangan perdagangan karbon di pasar modal.

    “Secara nilai, volume transaksi bursa karbon Indonesia saat ini memang belum terlalu besar. Namun, pertumbuhannya sangat menjanjikan dan berpotensi meningkat signifikan ke depan,” tutur Nyoman.

    Sementara itu, Agus Sari, CEO Lanskap sekaligus anggota Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), menyoroti potensi mekanisme pasar karbon sebagai strategi untuk pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara.

    “Tanpa mekanisme tambahan, penutupan PLTU batubara akan menjadi kegiatan merugi. Karena itu, dibutuhkan insentif ekonomi yang mampu mendorong pemerintah maupun independent power producer (IPP) mempercepat proses penghentian operasional PLTU,” jelasnya.

    Ia menegaskan, percepatan penghentian PLTU berarti mencegah emisi besar-besaran lepas ke atmosfer. “Setiap satu gigawatt PLTU yang dihentikan lebih awal, kita dapat menghindari pelepasan 20 hingga 25 juta ton CO₂,” lanjut Agus.

    Rangkaian pembahasan ini juga menjadi bagian dari Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025, yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan ICEF, dengan dukungan British Embassy Jakarta melalui proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI). Forum tersebut menghasilkan tiga rekomendasi utama bagi percepatan transisi energi berkeadilan dan berdampak, yang dapat diakses melalui laporan resmi IETD 2025: Tiga Rekomendasi Utama untuk Mewujudkan Transisi Energi yang Berdampak – IESR.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.