KABARBURSA.COM - Presiden Prabowo Subianto menyampaikan optimisme Indonesia dalam mencapai nol emisi bersih (net zero emission/NZE) sebelum tahun 2050. Pernyataan ini disampaikan dalam forum G20 di Brasil, Rabu, 20 November 2024. Target ini mempercepat capaian NZE Indonesia satu dekade lebih awal dibanding rencana sebelumnya.
Prabowo menjelaskan rencana pemerintah untuk menghentikan seluruh operasional pembangkit listrik berbasis batu bara dan bahan bakar fosil dalam 15 tahun mendatang, lebih cepat dibanding target semula yang jatuh pada tahun 2056. Ia juga memaparkan rencana pembangunan pembangkit listrik terbarukan dengan kapasitas 75 gigawatt dalam kurun waktu yang sama. Komitmen ini, menurut Prabowo, menggemakan pernyataan delegasi Indonesia pada konferensi iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, minggu lalu.
“Indonesia berada di garis khatulistiwa, sehingga kami memiliki sinar matahari yang melimpah untuk mendukung energi berbasis surya,” kata Prabowo, seperti dikutip Reuters, Kamis, 21 November 2024.
Ia menegaskan sumber daya energi terbarukan yang melimpah menjadi modal besar bagi Indonesia untuk mencapai NZE lebih cepat.
Meski dikenal sebagai salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar sekaligus pengekspor batu bara termal terbesar dunia, Indonesia juga memiliki hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia. Namun, lebih dari setengah kapasitas daya terpasang nasional, yang kini mencapai 90 gigawatt, masih bergantung pada batu bara, sementara energi terbarukan menyumbang kurang dari 15 persen.
Empat Kebijakan Hijau RI di COP29
Ketua Delegasi Indonesia untuk COP29, Hashim Djojohadikusumo, menguraikan empat program prioritas pemerintahan Prabowo Subianto dalam menghadapi perubahan iklim. Program pertama adalah penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 100 gigawatt, dengan 75 persen berasal dari energi baru dan terbarukan seperti angin, surya, air, geothermal, dan nuklir. “Program ini akan direalisasikan dalam 15 tahun mendatang,” ujar Hashim di Paviliun Indonesia, Senin, 11 September 2024.
Kebijakan kedua menyangkut pengembangan proyek penyimpanan karbon, Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS). Proyek ini merupakan kelanjutan dari inisiatif yang sudah dimulai pada era pemerintahan Joko Widodo.
Program ketiga adalah perdagangan kredit karbon. Pemerintah memperkirakan Indonesia mampu menyimpan hingga 577 juta ton karbon yang dapat diperjualbelikan secara internasional. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup tengah menyelesaikan penilaian tambahan untuk potensi 600 juta ton karbon lainnya.
Program keempat adalah reforestasi atau penanaman kembali hutan yang rusak dengan target luas 12,7 juta hektare. Hashim menyebut program ini tidak hanya bertujuan mengembalikan keanekaragaman hayati dan habitat satwa liar, tetapi juga menjadi bagian dari diplomasi hijau di tengah kritik terhadap pembukaan lahan untuk program food estate.
Strategi Perangi Iklim
Indonesia merumuskan empat langkah strategis untuk mendukung mitigasi iklim, mencakup pencegahan hingga penegakan hukum di pengadilan. Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Rido Sani, memaparkan berbagai kasus lingkungan di Indonesia, seperti pembalakan liar, perusakan ekosistem mangrove dan gambut, perdagangan satwa liar ilegal, hingga pembakaran dan pembuangan sampah terbuka, berkontribusi besar pada peningkatan emisi gas rumah kaca.
Berbicara di Paviliun Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan, kemarin, Rasio menegaskan aktivitas ilegal ini menciptakan tantangan besar dalam upaya mitigasi perubahan iklim. “Kami menerapkan empat pilar melawan aktivitas ilegal yang menyebabkan tantangan dalam penganan perubahan iklim dengan pilar pertama melakukan pencegahan,” jelasnya.
Langkah ini diperkuat dengan pilar berikutnya, yakni patroli rutin di kawasan hutan dan pengawasan ketat pada perusahaan yang memegang izin usaha, terutama yang menghasilkan limbah. Pilar ketiga, KLHK akan melakukan audit lingkungan dan menjatuhkan sanksi administratif untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan perundangan.
Namun, jika pelanggaran terus berlanjut, pilar keempat adalah langkah selanjutnya, yakni penegakan hukum yang lebih tegas diterapkan dengan pendekatan multi-instrumen, salah satunya penggunaan hukum restoratif. Strategi ini dirancang untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin memukul kelompok rentan di Indonesia, terutama akibat ulah korporasi yang gagal memenuhi kewajiban lingkungan mereka.
Rasio mengatakan perusahaan-perusahaan yang tidak patuh turut memperburuk emisi gas rumah kaca sehingga dampaknya semakin dirasakan oleh masyarakat rentan. “Banyak aktivitas mereka yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca,” katanya.
Empat Ancaman Krisis Iklim di Indonesia
Perubahan iklim semakin liar di Indonesia. Polusi udara, krisis air, pemanasan global, dan hilangnya keanekaragaman hayati menjadi empat ancaman utama. Temuan ini dibahas dalam Pertemuan Nasional Result Based Payment (RBP) REDD+ pada Rabu, 21 Februari 2024, lalu di JW Mariott Hotel, Jakarta, yang juga dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam pidatonya, Sri Mulyani menekankan betapa seriusnya dampak empat ancaman ini. Berikut rinciannya.
1. Polusi Udara
Gas beracun dari asap kendaraan, pabrik, dan pembakaran bahan bakar fosil mencemari udara. Udara segar digantikan oleh racun yang memicu asma, bronkitis, hingga kanker paru-paru. Dampaknya juga menjangkau ekosistem, menyebabkan hujan asam yang merusak tanaman dan ekosistem air. Polusi udara menjadi motor pemanasan global karena gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana terus meningkat.
Solusi: Beralih ke energi terbarukan, menggunakan kendaraan ramah lingkungan, menerapkan standar emisi ketat untuk industri, serta memperluas ruang hijau di perkotaan.
2. Krisis Air
Perubahan pola cuaca akibat iklim memicu kekeringan di berbagai wilayah. Kekurangan air bersih menghantam kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan. Krisis air membuka jalan bagi kelaparan dan konflik atas perebutan sumber daya. Gangguan ini tak hanya mengancam kebutuhan domestik, tapi juga melumpuhkan sektor pertanian dan industri.
Solusi: Menghemat air, memanfaatkan teknologi hemat air, membangun infrastruktur penampungan air hujan, melestarikan hutan, dan menjaga daerah aliran sungai.
3. Pemanasan Global
Gas rumah kaca menjebak panas matahari, membuat suhu Bumi terus melonjak. Akibatnya, berbagai bencana alam muncul: gelombang panas, badai, hingga kenaikan permukaan laut. Penyebab lainnya termasuk deforestasi dan perusakan hutan yang mempercepat laju pemanasan.
Dampaknya sangat jelas, mulai dari mencairnya es kutub, kenaikan permukaan laut, hingga perubahan pola curah hujan yang merusak kestabilan ekosistem.
Solusi: Mengurangi emisi gas rumah kaca dengan energi terbarukan dan efisiensi energi, melestarikan hutan, menanam pohon, serta mengembangkan teknologi adaptasi.
4. Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Perubahan iklim dan kerusakan habitat mendorong kepunahan spesies flora dan fauna. Keanekaragaman hayati yang hilang merusak keseimbangan ekosistem dan mengancam ketahanan pangan. Alih fungsi hutan, perburuan liar, dan pencemaran lingkungan menjadi penyebab utama. Ketidakseimbangan ini memunculkan risiko besar bagi keberlanjutan sumber daya alam.
Solusi: Melestarikan habitat alami, melindungi spesies yang terancam punah, memberantas perburuan liar, dan meningkatkan kesadaran publik mengenai pentingnya keanekaragaman hayati.
Keempat ancaman ini bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga tantangan ekonomi dan sosial. Dalam pidatonya, Sri Mulyani menyerukan langkah-langkah strategis untuk menangkal dampak buruk perubahan iklim, dengan pendekatan yang mengintegrasikan upaya konservasi, pengelolaan sumber daya, dan pembangunan berkelanjutan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.