Logo
>

Intip Emisi Tersembunyi Batu Bara Usai Bahlil Sebut NZE RI tak Ikuti Negara Maju

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Intip Emisi Tersembunyi Batu Bara Usai Bahlil Sebut NZE RI tak Ikuti Negara Maju

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan Indonesia akan menentukan proses transisi energi dan netralitas emisi karbon (net zero emission/NZE) berdasarkan kemampuan dan kebutuhan domestik, bukan mengikuti baseline negara maju. Ia menyebut Indonesia masih membutuhkan batu bara sebagai sumber energi utama, mengingat teknologi energi hijau masih mahal dan ekonomi nasional belum sepenuhnya siap untuk transisi penuh.

    Menurut Bahlil, pemerintah mendukung agenda global untuk nol emisi karbon, tetapi tetap memprioritaskan kepentingan dalam negeri. “Batu bara, sampai dengan hari ini kami masih menganggap sebagai salah satu energi yang cukup kompetitif, murah, dan bisa menghasilkan biaya yang kompetitif untuk menghasilkan produk," kata Bahlil dalam acara Indonesia Mining Summit 2024 di Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024.

    Ketua Umum Partai Golkar ini juga menekankan pentingnya hilirisasi sektor batu bara untuk meningkatkan nilai tambah domestik. Hal ini dinilai penting agar industri batu bara dapat memberikan kontribusi lebih besar dalam pembangunan ekonomi.

    Potensi Besar Energi Terbarukan di Indonesia

    Meski batu bara masih menjadi andalan, Bahlil optimistis Indonesia memiliki peluang besar dalam transisi energi hijau. Dengan sumber daya energi terbarukan yang melimpah, Indonesia memiliki potensi bauran energi baru terbarukan (EBT) hingga 3.687 gigawatt. Potensi tersebut mencakup:

    • Tenaga surya: 3.294 gigawatt
    • Tenaga air: 95 gigawatt
    • Panas bumi: 23 gigawatt
    • Bioenergi: 57 gigawatt
    • Energi bayu (angin): 155 gigawatt
    • Energi laut: 63 gigawatt

    Selain itu, pemerintah telah menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 912 juta ton CO2 pada 2030 melalui Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC).

    Bahlil menyoroti biaya teknologi energi terbarukan masih menjadi tantangan besar. Untuk itu, pemerintah akan terus mendorong hilirisasi dan adopsi energi hijau secara bertahap. Dengan pendekatan realistis ini, Indonesia berharap dapat menjalani transisi energi yang adil dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

    Batu Bara dan Emisi Tersembunyi

    Sebagai salah satu produsen batu bara terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal transparansi emisi gas rumah kaca, khususnya gas metana dari tambang batu bara. Laporan dari Ember Energy mengungkap fakta bahwa sebagian besar perusahaan batu bara besar di Indonesia belum melaporkan emisi metana tambang mereka, meskipun gas ini memiliki efek pemanasan 30 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida.

    Kesenjangan Data Emisi

    Dari sepuluh perusahaan batu bara terbesar di Indonesia, hanya empat yang melaporkan emisi gas metana tambang batu bara mereka, yaitu Indo Tambangraya Megah (ITMG), Bukit Asam (PTBA), Golden Energy Mines (GEMS), dan Indika Energy (INDY). Bahkan, laporan ini menemukan emisi metana tambang bisa sama besar atau bahkan lebih tinggi dari emisi yang dilaporkan perusahaan melalui pembakaran bahan bakar fosil dan penggunaan listrik.

    Namun, enam perusahaan lainnya, seperti Kaltim Prima Coal dan Berau Coal, belum memasukkan metana dalam inventarisasi emisi mereka. Padahal, tambang dengan nisbah kupas tinggi, seperti milik Berau Coal, cenderung menghasilkan lebih banyak metana karena penambangan di lapisan batu bara yang lebih dalam dan kaya gas.

    Metana: Emisi yang Tidak Terlaporkan

    Metana tambang batu bara adalah hasil dari proses penambangan di mana gas yang terperangkap dalam lapisan batu bara dilepaskan. Emisi ini disebut sebagai emisi fugitif. Selain itu, gas metana juga dilepaskan melalui ventilasi udara tambang (Ventilation Air Methane/VAM) dan drainase pratambang. Sayangnya, hingga saat ini, pengelolaan emisi ini belum menjadi prioritas bagi sebagian besar perusahaan.

    Ember merekomendasikan langkah-langkah berikut untuk mengatasi tantangan ini:

    1. Pengukuran dan Pelaporan Emisi: Perusahaan harus mengikuti standar pelaporan internasional, seperti panduan IPCC dan Global Reporting Initiative (GRI), untuk menyertakan emisi metana dalam laporan keberlanjutan mereka.
    2. Diversifikasi Bisnis: Perusahaan batu bara didorong untuk mulai mengembangkan bisnis energi terbarukan sebagai langkah mitigasi jangka panjang.
    3. Teknologi Mitigasi: Memanfaatkan teknologi seperti VAM dan drainase pratambang untuk menangkap gas metana sebelum dilepaskan ke atmosfer.

    Dengan Indonesia yang telah menetapkan target net zero emission pada 2060, langkah konkret untuk mengelola emisi metana menjadi sangat penting. Selain meningkatkan transparansi, pengelolaan emisi ini juga bisa membuka peluang pendanaan internasional untuk proyek energi bersih.

    Jika Indonesia ingin memimpin dalam transisi energi global, langkah pertama adalah memastikan seluruh emisi, termasuk metana tambang batu bara, tercatat dengan baik. Transparansi adalah kunci untuk memastikan komitmen terhadap keberlanjutan dan dekarbonisasi berjalan sesuai rencana.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).