Logo
>

Kategori Hijau dan Transisi di TKBI: OJK Tutupi Jejak Bisnis Perusak Lingkungan?

Ditulis oleh Citra Dara Vresti Trisna
Kategori Hijau dan Transisi di TKBI: OJK Tutupi Jejak Bisnis Perusak Lingkungan?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Direktur Transformasi untuk Keadilan (TuK Indonesia) Linda Rosalina menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengalami degradasi di dalam Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) yang merupakan pembaruan dari Taksonomi Hijau Indonesia tahun 2022.

    Jika di dalam THI 2022, aktivitas ekonomi di Indonesia terbagi menjadi tiga kategori, yakni merah, kuning dan hijau. Kategori merah berarti harmful activities atau aktivitas berbahaya.

    Kategori kuning berarti tidak menimbulkan kerugian berarti. Sedangkan kategori hijau berarti memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan sesuai dengan taksonomi lingkungan. Setelah berubah menjadi TKBI, aktivitas ekonomi hanya diklasifikasikan menjadi dua, yakni hijau dan transisi.

    “Taksonomi itu kan semacam guideline buat lembaga jasa keuangan, buat terbangkan. Jadi mana industri yang dikatakan hijau, mana yang merah, mana yang kuning. Kalau asosiasi kita, merah berarti sangat merusak. Kalau misalnya hijau berarti sudah sesuai dengan lingkngan dan kuning berarti asosiasinya berada di antara merah dan hijau,” kata Linda kepada kabarbursa.com, Senin, 28 Oktober 2024.

    Linda mengendus ada upaya pengaburan di dalam pemberian dua kategori: hijau dan transisi. Pengaburan ini dapat menimbulkan kerancuan dalam hal pemberian pinjaman dari bank kepada perusahaan yang masuk ke dalam perusahaan yang sebenarnya merusak lingkungan dan sering terlibat sengketa dengan masyarakat.

    Ia menyebut dua klasifikasi OJK tersebut merupakan sesuatu yang problematik karena menimbulkan ketidakjelasan dalam hal klasifikasi.

    Bahkan, ia menyebut pengubahan klasifikasi ini merugikan banyak pihak karena berpotensi menimbulkan praktik greenwashing atau upaya membuat publik percaya jika sebuah perusahaan telah berbuat banyak untuk melindungi lingkungan daripada yang sebenarnya.

    Selain greenwashing, klasifikasi OJK juga berpotensi menimbulkan social washing atau penyesatan publik untuk memberi kesan positif di sebuah perusahaan yang sering berkonflik dengan warga serta praktik impact wasing.

    Terlebih lagi, OJK juga bakal membuka konsultasi publik untuk merevisi taksonomi di sektor agroforestry, agriculture, forestry, and other land use.

    “Ada kata transisi di situ yang sebelumnya itu kuning dan merah. Nah kan nggak mungkin dong kita menyamaratakan kategori bisnis yang awalnya merah kuning terus sekarang jadi transisi. Itu kan sama saja kita mengaburkan tanggung jawab sosial dan lingkungannya perusahaan,” jelasnya.

    Alumnus IPB itu membandingkan antara TKBI di Indonesia dan milik Singapura. Menurutnya, negara berlambang singa itu tetap membagi klasifikasi aktivitas bisnis di negara tersebut menjadi tiga bagian.

    “Inligible (tidak memenuhi syarat) adalah salah satu kategori yang tidak masuk dalam standar pembiayaan. Tapi, tetap ‘inligible’ itu masuk didalam kategori,” jelasnya.

    Kejelasan Klasifikasi Perusahaan

    Linda mendesak OJK untuk mengembalikan klasifikasi perusahaan tetap menjadi tiga. Hal ini dimaksudkan agar ada informasi yang jelas terkait dengan aktivitas perusahaan dan dapat dipetakan apakah perusahaan tersebut masuk dalam kategori aktivitasnya merusak lingkungan atau tidak.

    Menurutnya, penggunaan istilah transisi berpotensi mengaburkan fakta terkait dengan perusahaan yang selama ini aktivitasnya merusak lingkungan.

    “Misalnya kategori merah ini ilegal, katakanlah begitu. Kalau misalnya (perusahaan) sawit tidak punya HGU, masa seperti itu dianggap transisi. Jadi inilah yang saya bilang itu pengaburan,” ujarnya.

    Adanya pengaburan ini, lanjut dia, berpotensi membuat pihak bank memiliki dalih untuk membiayai perusahaan yang merusak lingkungan. Di sisi lain, kata dia, pemerintah juga tidak tegas untuk menindak perusahaan di industri ekstraktif yang merusak lingkungan.

    Lebih jauh, selain ada kemunduran di OJK dalam hal klasifikasi TKBI, Linda juga mengungkapkan bahwa klasifikasi di dalam THI dan TKBI adalah sesuatu yang sifatnya sukarela dan belum menjadi mandatori.

    “Jadi akan mustahil juga menurut saya ya ketika punya komitmen ambisius terhadap mencegah percepatan perubahan iklim, kemudian melindungi habitat dari satwa yang mana itu juga untuk mengamankan biodiversitas kita. Nah kalau misalnya masih membiayai industri-industri yang merusak,” ujarnya.

    Sebelumnya, Linda mengaku pesimistis jika pemerintahan Prabowo-Gibran dapat menghambat bank untuk dapat membiayai sektor ekstraktif yang berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan.

    Menurutnya, satu-satunya jalan menghentikan langkah bank dalam membiayai industri ekstraktif yang merusak lingkungan adalah dengan ketegasan pemerintah untuk menghentikan industri ekstraktif dan industri yang berkontribusi dalam perusakan lingkungan.

    “Bank itu sebenarnya sejalan dengan kebijakan pemerintah. Jadi selama kebijakan pemerintah tidak tegas dalam pembiayaan kepada industri ekstraktif yang berdampak kepada sosial-lingkungan, ya, selama itu juga bank tidak akan pernah berhenti membiayai,” kata Linda. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Citra Dara Vresti Trisna

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.