KABARBURSA.COM – Di tengah meningkatnya sorotan terhadap praktik lingkungan industri nikel, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) memilih menjawab lewat dokumen resmi yang menekankan komitmen pada pengelolaan air tambang secara transparan. Rilis yang diterbitkan anak usaha Harita Group ini merinci sistem drainase, kolam sedimentasi, hingga pemantauan daring kualitas air yang diklaim terhubung langsung ke sistem Kementerian Lingkungan Hidup.
Harita juga menyoroti keterlibatan pihak independen, audit sukarela IRMA, dan proyek konservasi air sebagai bagian dari pendekatan jangka panjang. Namun, di tengah narasi yang terstruktur rapi ini, muncul pertanyaan mendasar seberapa terbuka praktik pengelolaan air itu diakses dan diverifikasi oleh publik?
Mengukur Ulang ESG Tambang lewat Standar Global
Isu pengelolaan air tambang yang mencuat belakangan mendorong Harita Nickel untuk menegaskan posisinya dalam lanskap pertambangan yang makin terikat pada standar keberlanjutan. Dalam pernyataannya, NCKL menempatkan isu lingkungan sebagai fondasi dari komitmen tata kelola perusahaan, sekaligus menjawab meningkatnya harapan publik terhadap akuntabilitas industri nikel. Bagi Harita, dorongan dari masyarakat sipil dan kritik terhadap pengelolaan lingkungan justru dinilai sebagai bahan bakar perbaikan jangka panjang.
“Perusahaan meyakini bahwa pengamatan yang kritis dapat menjadi pendorong bagi perbaikan yang berkelanjutan,” tulis manajemen NCKL dalam pernyataan resminya yang dikutip Selasa, 22 Juli 2025.
Kalimat ini menjadi penanda penting bahwa Harita tak sekadar mengakui eksistensi kritik, tapi mencoba mengemasnya sebagai bagian dari proses pembelajaran kelembagaan. Memang, sebelumnya, kolaborasi media Internasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pernah menyoroti isu pengelolaan lingkungan di Pulau Obi.
Investigasi itu menyoroti bagaimana perusahaan tambang merespons tantangan ekologis di kawasan pesisir. Temuan tersebut, meski tidak semuanya dikonfirmasi secara terbuka, menjadi bagian dari tekanan publik yang mempercepat desakan terhadap praktik yang lebih transparan. Dalam konteks ini, rilis resmi yang disampaikan Harita dapat dibaca sebagai respons strategis sekaligus upaya memperjelas posisi mereka di tengah tuntutan akan pertambangan yang bertanggung jawab.
Sebagai jawaban atas ekspektasi publik, Harita Nickel menyatakan tengah menjalani asesmen ketat di bawah payung Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA)—sebuah standar global yang dikenal luas sebagai tolok ukur paling ketat dalam industri pertambangan. Berbeda dengan pendekatan berbasis kepatuhan minimum, IRMA menekankan prinsip keadilan sosial, perlindungan lingkungan, dan pelibatan komunitas secara bermakna dalam pengambilan keputusan operasional.

“Harita Nickel bangga menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang secara sukarela mengajukan diri untuk menjalani audit sesuai dengan standar-standar IRMA,” lanjut pernyataan tersebut.
Sikap sukarela ini menjadi pesan tersirat bahwa perusahaan ingin memosisikan diri bukan sekadar patuh terhadap regulasi nasional, tapi juga menjangkau ekspektasi global, khususnya dari investor dan mitra internasional yang makin selektif terhadap praktik ESG.
Harita juga menyebut manajemennya membuka ruang dialog bagi semua pemangku kepentingan, termasuk LSM, akademisi, hingga masyarakat lokal. “Kami selalu terbuka untuk berdialog kapan saja,” ujar manajemen, sembari mengajak publik untuk merujuk pada dokumen Laporan Keberlanjutan sebagai sumber utama pencapaian dan tantangan yang telah dilalui perusahaan.
Meski sebagian kalimat dalam rilis perusahaan masih sarat dengan kehati-hatian khas korporasi, penekanan pada prinsip transparansi dan kolaborasi menjadi titik masuk penting dalam membaca ulang orientasi ESG perusahaan tambang di Indonesia. Komitmen terhadap audit IRMA, jika dijalankan secara terbuka dan konsisten, bukan hanya akan menguji kesiapan teknis Harita, tetapi juga menjadi batu uji bagi integritas narasi keberlanjutan yang mereka bangun sendiri.
Pengelolaan Air di Wilayah Curah Hujan Tinggi
Pulau Obi di Halmahera Selatan tak hanya sekadar lokasi tambang nikel. Kawasan ini juga merupakan wilayah dengan intensitas hujan tinggi yang berlangsung hampir sepanjang tahun. Kombinasi antara topografi curam dan curah hujan ekstrem membuat pengelolaan air menjadi tantangan struktural dalam operasi tambang terbuka. Selain volume limpasan air yang besar, kawasan ini juga berpotensi mengalami erosi tanah, pergerakan sedimen, hingga pelepasan unsur-unsur alami seperti logam ke badan air di hilir.
Harita menyebut karakteristik iklim tersebut menjadi dasar pendekatan sistemik dalam merancang tata kelola air. “Operasional Harita Nickel di Pulau Obi berada di wilayah dengan curah hujan tinggi dan berkepanjangan yang meningkat setiap tahunnya, sehingga memerlukan sistem pengelolaan air yang komprehensif,” tulis manajemen NCKL.
Salah satu respons teknis yang dijalankan adalah penerapan tata guna lahan terintegrasi, yakni perencanaan spasial yang mempertimbangkan keseimbangan antara ekspansi industri dan perlindungan ekologis. Setiap pembukaan lahan untuk fasilitas produksi maupun infrastruktur pendukung diatur berdasarkan rencana tata ruang internal, yang disebut mengedepankan keberadaan ruang terbuka hijau dan jalur alami limpasan air. Tujuannya bukan semata mematuhi aturan teknis lingkungan hidup, tetapi juga untuk membantu menjaga keanekaragaman hayati dan pengelolaan limpasan air.
Melalui pendekatan ini, permukaan tanah terbuka—yang rentan terhadap curahan hujan langsung—disebut dikendalikan agar tidak menghasilkan limpasan yang membawa sedimen dalam jumlah besar ke daerah hilir. Dalam konteks tambang laterit seperti yang dioperasikan Harita, ini menjadi langkah penting karena proses erosi bisa membawa partikel logam berat ke aliran air, terutama saat musim hujan mencapai

Perbandingan kondisi garis pantai desa pesisir sebelum dan sesudah pembangunan kolam sedimen oleh Harita Nickel. Foto bawah menunjukkan kolam yang dibangun sejak awal Januari 2023 untuk mengelola limpasan dari kawasan tambang sebelum mengalir ke laut. Foto: Dok. NCKL.
Langkah pengendalian dilakukan melalui pembangunan saluran drainase yang terhubung dengan sistem pengendapan. Dalam sistem ini, aliran air hujan dari area tambang dialirkan melewati saluran bertingkat (drop structure) yang bertujuan memperlambat kecepatan arus. Setelah itu, air ditampung dalam kolam sedimentasi untuk memisahkan lumpur dan partikel tersuspensi lainnya. Di titik ini, pemantauan kualitas air dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa kandungan Total Suspended Solids (TSS) masih berada dalam ambang batas yang diperbolehkan oleh regulasi lingkungan.
Harita menyebut kapasitas kolam sedimentasi disesuaikan dengan luas bukaan lahan aktif. Artinya, setiap ekspansi tambang harus diiringi peningkatan volume dan kapasitas pengendapan air. Sistem ini juga menjadi titik awal dari pemrosesan air sebelum dialirkan ke badan air atau digunakan kembali untuk keperluan operasional.
Sebagai upaya akuntabilitas, perusahaan juga menyampaikan bahwa seluruh infrastruktur pemantauan air—termasuk debit dan kualitas—telah dilengkapi perangkat SPARING (Sistem Pemantauan Air Limbah Secara Otomatis dan Terus-Menerus) yang terhubung langsung ke sistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Perangkat ini dipasang di titik penaatan dan terhubung langsung dengan sistem nasional milik Kementerian Lingkungan Hidup,” tulis manajemen NCKL.
Dalam praktiknya, NCKL membagi pengelolaan air berdasarkan jenis sumber dan tujuan penggunaannya. Pemisahan ini disebut penting untuk mencegah pencampuran antara air bersih, air limbah operasional, dan air limbah domestik, yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda dalam penanganannya. Dengan pendekatan ini, perusahaan mengklaim dapat mengoptimalkan proses pengolahan dan meminimalkan risiko kontaminasi lintas sektor. Berikut sistem pengelolaan air yang dijalankan:
- Air proses
Merupakan air yang digunakan dalam proses pengolahan nikel, yang kemudian didaur ulang dan dimanfaatkan kembali sebanyak mungkin dalam sistem tertutup. Pendekatan ini bertujuan untuk menekan konsumsi air baru dan mengurangi limbah cair dari proses produksi.
- Air non-kontak
Yaitu air hujan yang tidak bersentuhan langsung dengan aktivitas pertambangan. Air jenis ini dikumpulkan secara terpisah dan dialirkan melalui sistem drainase menuju kolam pengendapan tanpa perlakuan kimia lanjutan, karena dianggap tidak mengandung polutan.
- Air limbah domestik
Selain air teknis dari tambang, Harita juga mengelola air permukaan dari limbah domestik—seperti air dari kawasan hunian dan perkantoran di dalam area operasional. Pengelolaan dilakukan melalui IPAL domestik yang dilengkapi teknologi biotank, yang berfungsi mengurai limbah organik melalui proses biologis sebelum air dialirkan kembali ke lingkungan.
Menurut perusahaan, pemisahan sistemik ini memungkinkan kontrol kualitas air yang lebih presisi di setiap jalur, sekaligus menghindari ketergantungan berlebihan terhadap sumber air bersih dari luar wilayah tambang.
Sementara itu, untuk potensi keberadaan unsur logam terlarut seperti Chromium-6 dari tanah laterit, NCKL menyebut telah menerapkan proses pengolahan melalui sedimentasi, flokulasi, dan koagulasi sebelum air dialirkan keluar dari sistem.
Melalui pendekatan terstruktur ini, NCKL mencoba menegaskan bahwa pengelolaan air bukan hanya soal pengendalian dampak, tetapi juga bagian dari desain operasional sejak awal. Namun sebagaimana praktik tambang pada umumnya, tantangan akan selalu hadir, dan keberhasilan sistem ini pada akhirnya akan bergantung pada efektivitas pemantauan, keterbukaan terhadap evaluasi, dan daya tahan infrastruktur terhadap perubahan iklim yang kian dinamis.
Inovasi, Audit, dan Kolaborasi untuk Keberlanjutan Jangka Panjang
Pengelolaan air dalam kegiatan pertambangan tak hanya menyangkut tata ruang dan infrastruktur pengendalian dampak. Di tengah tekanan iklim global dan tuntutan ESG yang semakin kompleks, perusahaan dituntut untuk tidak berhenti pada aspek teknis semata. Narasi keberlanjutan kini menuntut pendekatan menyeluruh, mulai dari rekayasa proses, penghematan sumber daya, hingga keterlibatan publik dalam pengawasan.
Harita Nickel atau NCKL menyadari tantangan ini. Dalam pernyataannya, perusahaan ini menegaskan bahwa pengelolaan air “tidak hanya membutuhkan disiplin operasional, tetapi juga investasi jangka panjang yang mengintegrasikan aspek lingkungan, teknis, dan sosial.”
Salah satu program yang disebut tengah dijalankan adalah sistem daur ulang dan pemanfaatan ulang air di dalam proses pengolahan nikel. Upaya ini diklaim telah berhasil menghemat lebih dari 7 juta meter kubik air per tahun. Tak berhenti di sana, perusahaan menyatakan sedang “mengembangkan sistem daur ulang dan sirkular yang lebih luas untuk semakin mengurangi ketergantungan pada air tawar.”
Selain efisiensi dan sirkularitas, NCKL juga menaruh perhatian pada aspek adaptasi terhadap dinamika iklim yang semakin tidak menentu. Dalam konteks ini, Harita menyebut tengah bekerja sama dengan pakar hidrologi dan iklim untuk menyesuaikan sistem manajemen limpasan air dalam menghadapi potensi peningkatan curah hujan dan kejadian cuaca ekstrem di wilayah operasi.
Tujuannya adalah membangun sistem yang tidak hanya mampu menampung debit besar saat puncak musim hujan, tetapi juga mencegah risiko kerusakan ekologis dan kontaminasi yang bisa muncul akibat luapan mendadak. Pendekatan ini sekaligus menunjukkan bahwa tantangan pengelolaan air di sektor pertambangan tidak lagi cukup dijawab dengan sistem pengendapan saja, tetapi juga harus dirancang sebagai sistem yang tangguh terhadap krisis iklim.
Selain fokus pada sisi teknis, Harita juga menyebut telah menyiapkan inisiatif berbasis masyarakat yang terintegrasi dalam zona penyangga. Di antaranya adalah proyek taman air komunitas seluas 20,92 hektare yang mencakup kolam budidaya ikan air tawar dan pembibitan tanaman. Fasilitas ini, menurut manajemen, dirancang tidak hanya sebagai bagian dari restorasi ekologis, tetapi juga untuk mendukung mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar tambang. Narasi ini menjadi menarik karena menyentuh simpul penting dalam agenda ESG: relasi antara perusahaan dan komunitas lokal.
Namun, upaya keberlanjutan tidak bisa berjalan sendiri. Di luar pagar industri, Harita menyebut telah membangun kerja sama kolaboratif dengan pakar dan perguruan tinggi dan organisasi pemerhati lingkungan. Kolaborasi ini mencakup pemantauan kualitas air, kajian hidrologi dan hidrogeologi, serta penguatan basis data ilmiah dalam pengambilan keputusan lingkungan.
“Kami memperluas pemantauan kualitas air baik di wilayah pesisir maupun daratan,” tulis manajemen, sembari menegaskan bahwa pendekatan berbasis sains dan partisipasi publik adalah fondasi utama dari praktik mereka.

Unit pengambilan air baku milik Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, tampak berdiri di atas perairan dengan sistem pipa yang terhubung langsung ke fasilitas pengolahan. Infrastruktur ini menjadi bagian dari sistem pengelolaan air yang diklaim perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional sekaligus menjaga keseimbangan pemanfaatan sumber daya air di kawasan industri. Foto: Dok. NCKL.
Sebagai bentuk keterbukaan data, Harita mengklaim bahwa seluruh indikator air—termasuk yang berkaitan dengan debit, kualitas, serta program konservasi—dimuat dalam dokumen Laporan Keberlanjutan tahunan yang disusun berdasarkan standar Global Reporting Initiative (GRI). Laporan terbaru tahun 2024, misalnya, telah dirilis pada 30 April 2025 dan disebut merinci “berbagai inisiatif, pencapaian, serta tantangan yang perusahaan hadapi dalam menerapkan praktik pertambangan yang bertanggung jawab.” Dokumen ini juga menjadi bagian dari instrumen audit IRMA yang masih berlangsung.
Namun seperti umumnya narasi keberlanjutan, klaim dan transparansi selalu mengandung ruang untuk ditafsirkan ulang. Keterbukaan bukanlah sekadar soal publikasi data, tapi juga menyangkut akses, partisipasi, dan kemampuan publik untuk menguji klaim tersebut secara independen. Dalam hal ini, Harita telah membuka jalur awal—seperti menerima kunjungan jurnalis, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil ke lokasi operasional—meskipun efektivitasnya akan sangat tergantung pada konsistensi akses dan ruang kritik yang diakomodasi.
“Di Harita Nickel, kami percaya bahwa keberlanjutan dibangun atas dasar keterbukaan, akuntabilitas, dan keterlibatan yang bermakna,” tulis manajemen Harita.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.