Logo
>

Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat? Begini Inovasi Pertamina

Pertamina kembangkan ekosistem Sustainable Aviation Fuel (SAF) untuk wujudkan swasembada energi dan dorong ekonomi hijau.

Ditulis oleh Harun Rasyid
Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat? Begini Inovasi Pertamina
Pertamina bangun ekosistem Sustainable Aviation Fuel (SAF) sebagai bahan bakar pesawat dengan aspek keberlanjutan. Foto: dok. Pertamina

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM –PT Pertamina (Persero) mempertegas langkahnya dalam transisi energi nasional dengan mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF).

    SAF yang dikembangkan Pertamina merupakan bahan bakar ramah lingkungan yang diperuntukkan untuk pesawat terbang.

    Langkah ini sekaligus menandai ambisi Pertamina demi menjadikan Indonesia sebagai pusat pasokan bahan bakar penerbangan berkelanjutan di Asia Tenggara.

    Komitmen tersebut disampaikan Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis Pertamina, Agung Wicaksono dalam ajang 15th International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) Regional Stakeholder Meeting Southeast Asia di Jakarta, Kamis 23 Oktober 2025.

    “Peluang pengembangan SAF ini berawal dari visi Presiden kita, Presiden Prabowo Subianto, yang tertuang dalam ASTA CITA, delapan prinsip dasar pembangunan nasional,” ujar Agung lewat keterangan resmi, Jumat 24 Oktober 2025.

    Dalam paparannya berjudul Advancing Indonesia’s Sustainability Commitment through Pertamina’s Sustainable Aviation Fuel Ecosystem, Agung menegaskan bahwa pengembangan SAF bukan sekadar proyek bisnis, melainkan kontribusi Pertamina terhadap visi nasional menuju ekonomi hijau dan swasembada energi.

    Ia menjelaskan, arah kebijakan itu sejalan dengan Strategi Pertumbuhan Ganda Pertamina, yang menyeimbangkan bisnis energi konvensional seperti hulu migas, kilang, dan ritel bahan bakar dengan pengembangan bisnis rendah karbon di masa depan.

    “Pada satu sisi, Pertamina tetap mengembangkan bisnis warisan seperti sektor hulu migas, kilang, dan ritel bahan bakar sebagai sumber bisnis utama. Sedangkan pada sisi lain, kami membangun bisnis rendah karbon untuk memastikan keberlanjutan energi di masa depan,” jelas Agung.

    Ekosistem SAF: Dari Jelantah Jadi Energi Penerbangan

    Pertamina kini memusatkan perhatian pada pembangunan ekosistem biofuel terintegrasi, mencakup produksi SAF, pengembangan energi panas bumi (geothermal), serta penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) untuk mendukung target nasional Net Zero Emission (NZE).

    Indonesia disebut memiliki potensi besar dalam pengembangan SAF karena ketersediaan bahan baku melimpah, khususnya dari minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO). Pertamina telah membangun rantai ekosistem lengkap mulai dari pengumpulan UCO hingga pengolahan dan pemanfaatannya sebagai bahan bakar pesawat.

    Dalam ekosistem ini, Subholding Kilang Pertamina International (KPI) berperan mengolah minyak jelantah menjadi SAF melalui fasilitas co-processing. Pertamina Patra Niaga menangani distribusi bahan bakar, sementara Pelita Air Service, maskapai milik Pertamina, menjadi pengguna langsung SAF dalam operasional penerbangan.

    “Dengan demikian, kami memiliki rantai ekosistem lengkap. Mulai dari pengumpulan minyak jelantah hingga produksi SAF, lalu penggunaannya dalam penerbangan. Suplai UCO berpotensi meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan dari kawasan, Eropa, dan Amerika Serikat,” papar Agung.

    Kilang Cilacap dan Plaju Jadi Basis Produksi SAF

    Pertamina juga memperluas kapasitas produksi SAF di dua lokasi strategis, yaitu Kilang Cilacap dan Kilang Plaju. Kilang Cilacap saat ini mampu memproduksi sekitar 238 ribu kiloliter SAF per tahun dengan teknologi co-processing yang memanfaatkan 2,4% bahan baku UCO. Produksi ini akan terus meningkat seiring penambahan fasilitas baru.

    Langkah ini memperkuat posisi Pertamina sebagai pemain utama dalam energi berkelanjutan kawasan. SAF disebut mampu mengurangi hingga 84 persen emisi karbon dari aktivitas penerbangan internasional.  

    Dengan kemampuan tersebut, SAF menjadi inovasi kunci dalam upaya dekarbonisasi sektor transportasi udara.

    “Keberhasilan pengembangan SAF merupakan bukti nyata bahwa ekonomi sirkular dapat berjalan di Indonesia dan Asia Tenggara,” tegas Agung.

    Sebagai perusahaan energi nasional, Pertamina menegaskan komitmennya mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan memperkuat inisiatif yang sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) dan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis.

    “Dampaknya, SAF dapat mengurangi hingga 84 persen emisi karbon dari penerbangan internasional. Kami berharap dapat terus bekerja sama untuk mengembangkan SAF bagi Indonesia dan dunia,” tutup Agung.

    Pertamina Bekali Sertifikasi Operator PLTS bagi 40 Local Hero Desa Energi Berdikari

    Pertamina menunjukkan dukungannya terhadap transisi energi nasional lewat penguatan sumber daya manusia di sektor energi baru terbarukan (EBT).

    Kali ini, Pertamina membekali 40 perwakilan dalam program DEB atau Local Hero dengan Sertifikasi Junior Operator Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

    Program ini menjadi bagian dari inisiatif Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina yang mendorong kemandirian energi desa serta pertumbuhan ekonomi hijau berbasis teknologi tepat guna.

    Seperti diketahui, pemerintah menargetkan 76 persen tambahan kapasitas listrik 69,5 GW (Gigawatt) hingga 2034 bersumber dari energi terbarukan.

    Sejalan dengan arah tersebut, Pertamina kini telah mengembangkan 176 Desa Energi Berdikari di seluruh Indonesia, dengan 149 unit PLTS aktif beroperasi, dan menargetkan 80 tambahan unit baru pada 2025.

    Vice President CSR & SMEPP Management PT Pertamina (Persero), Rudi Ariffianto, mengatakan bahwa sertifikasi ini dilaksanakan bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Pusat Pengembangan SDM Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (PPSDM KEBTKE) di Jakarta, pada Selasa 14 Oktober 2025.

    “Dari 176 DEB yang sudah beroperasi, kita membutuhkan lebih banyak operator junior yang tersertifikasi. Karena itu, program sertifikasi ini akan terus berlanjut seiring bertambahnya jumlah PLTS di lapangan,” ujar Rudi kewat keterangan resmi, Rabu 15 Oktober 2025.

    Sejak pertama kali digelar pada 2023 hingga 2024, sebanyak 48 Local Hero telah lulus sertifikasi, dan kini 40 peserta baru kembali mengikuti pelatihan untuk memperkuat kapasitas SDM di desa-desa binaan.

    “Kami tidak berhenti di penyediaan listrik saja. Energi dari PLTS ini dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi seperti pertanian, perikanan, hingga usaha kreatif desa,” tambah Rudi.

    Salah satu peserta, Kukuh Diki Prasetya dari Lampung, penggerak DEB di sektor kopi, menuturkan bahwa kehadiran PLTS telah mempercepat produktivitas petani.

    “Program Pertamina membantu mempercepat target kami. Dari yang seharusnya 10 tahun bisa tercapai dalam 5 tahun. Energi surya membuat petani bisa bekerja lebih cepat dan efisien,” ujarnya.

    Kini, Kukuh telah membina 18 kelompok petani kopi yang mengelola produksi dari hulu ke hilir, sekaligus menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di sekitar.

    Kisah serupa datang dari Edison Fami di Desa Wisata Malasigi, Papua, yang sukses mengembangkan ekowisata hutan berkelanjutan dengan PLTS berkapasitas 8,72 kWp (Kilowatt peak).

    “Lewat PLTS ini, kami mendapat penerangan, air, dan harapan baru. Energi matahari membuat masyarakat bisa mengembangkan wisata tanpa merusak hutan,” ungkap Edison.

    Sementara itu, Kasmawati, Local Hero dari Maros, Sulawesi Selatan, melalui DEB AFT Hasanuddin, aktif membina Kelompok Wanita Tani (KWT) Baji Minasa dalam pertanian hidroponik berbasis energi surya. “Kami belajar bahwa energi terbarukan bisa berjalan seiring dengan ekonomi hijau yang menyejahterakan,” tuturnya. (info-bks/*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Harun Rasyid

    Harun Rasyid adalah jurnalis KabarBursa.com yang fokus pada liputan pasar modal, sektor komersial, dan industri otomotif. Berbekal pengalaman peliputan ekonomi dan bisnis, ia mengolah data dan regulasi menjadi laporan faktual yang mendukung pengambilan keputusan pelaku pasar dan investor. Gaya penulisan lugas, berbasis riset, dan memenuhi standar etika jurnalistik.