Logo
>

Pariwisata Lesu: Pemerintah Harus Optimalkan Dana Efisiensi

Mendorong sektor pariwisata sebagai prioritas, terutama setelah sinyal penurunan aktivitas di industri perhotelan pasca-Lebaran.

Ditulis oleh Dian Finka
Pariwisata Lesu: Pemerintah Harus Optimalkan Dana Efisiensi
Ilustrasi Pariwisata. Foto: Shutterstock

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan, mendesak pemerintah untuk segera mengoptimalkan penggunaan dana efisiensi sebesar Rp300 triliun yang dikumpulkan sebagai bagian dari kebijakan pengetatan fiskal di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Dalam diskusi bersama otoritas fiskal dan Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Marwan menyampaikan dukungannya terhadap upaya efisiensi belanja negara. Namun, ia menekankan pentingnya orientasi kebijakan yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat.

    “Saya sepakat, efisiensi ini langkah yang perlu dan kami dukung penuh. Tapi sekarang kita ingin melihat sejauh mana efektivitasnya. Rp300 triliun ini mau diarahkan ke mana? Ini pertanyaan krusial,” kata Marwan dalam diskusi The Yudhoyono Institute (TYI) bertajuk “Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global” dikutip di Jakarta, Senin 14 April 2025.

    Marwan menyoroti pentingnya belanja yang berdampak langsung pada daya beli masyarakat dan mendorong sektor pariwisata sebagai prioritas, terutama setelah sinyal penurunan aktivitas di industri perhotelan pasca-Lebaran.

    “Libur Lebaran kemarin, hotel-hotel malah sepi. Artinya ada sinyal lemah dari sisi permintaan. Pariwisata harus kita dorong kembali. Ini bukan soal siapa menterinya, ini soal multiplier effect yang nyata,” ujarnya.

    Politisi Demokrat itu juga menekankan pentingnya menjaga ketahanan konsumsi nasional di tengah ketidakpastian global, termasuk melalui perluasan bantalan sosial bagi kelompok rentan.

    Strategi Fiskal dan Dampak Penundaan Tarif AS

    Dalam rapat tersebut, Marwan juga mempertanyakan strategi pemerintah dalam memperlebar ruang fiskal di tengah tekanan global, serta bagaimana langkah konkret untuk memanfaatkan waktu 90 hari penundaan tarif impor dari Amerika Serikat.

    “Kita berpacu dengan waktu. Donald Trump sudah beri sinyal 90 hari. Kita harus cepat, jangan hanya efisiensi di atas kertas, tapi harus konkret di lapangan,” tutupnya.

    Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar mengatakan bahwa penguatan sektor ekspor tidak hanya harus berfokus pada barang, tetapi juga jasa—di mana pariwisata merupakan kontributor yang paling potensial dalam waktu dekat.

    “Memperkuat cadangan devisa tidak harus hanya dari ekspor barang. Ekspor jasa seperti pariwisata memiliki multiplier effect yang sangat besar bagi perekonomian daerah,” ujar Hermanto saat menjawab pertanyaan Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan.

    Ia menambahkan, dalam konteks penataan ulang struktur ekonomi nasional, pengembangan wilayah-wilayah wisata prioritas seperti konsep “10 Bali Baru” harus terus dilanjutkan. Menurutnya, sektor pariwisata bukan hanya berdampak pada devisa, tapi juga membuka peluang kerja, menggerakkan UMKM lokal, dan mempercepat pembangunan infrastruktur dasar di daerah.

    “Disertasi Mas Ibas (Edhie Baskoro Yudhoyono) membahas panjang lebar tentang hal ini. Potensinya nyata, terutama dalam mendongkrak perekonomian daerah. Kita tidak boleh melupakan peran strategis sektor jasa dalam proses structural change ekonomi kita,” tutup Hermanto.

    Hermanto juga menyebut bahwa dengan mengoptimalkan sektor pariwisata, pemerintah dapat menciptakan fondasi fiskal yang lebih kuat tanpa terlalu bergantung pada sumber daya alam atau sektor manufaktur yang sensitif terhadap tekanan global.

    Lebih Pilih Berwisata Dalam Negeri

    Kebijakan tarif proteksionis Presiden AS Donald Trump memberi ancaman pada sektor pariwisata di Indonesia. Meski menimbulkan tantangan, Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini melihat peluang untuk memperkuat pariwisata domestik sebagai penggerak ekonomi nasional. Ia menilai tekanan terhadap rupiah akibat ketegangan global dan tarif internasional mendorong masyarakat lebih memilih berwisata di dalam negeri.

    “Biaya perjalanan ke luar negeri melonjak, dan ini saat yang tepat untuk mendorong pergeseran arus wisata ke destinasi lokal,” ujar Novita dalam keterangan, Senin, 7 April 2025.

    Berdasarkan data dari Mastercard Economics Institute (2023), pada 2022 wisatawan asal Indonesia mengeluarkan rata-rata USD1.200 untuk setiap perjalanan ke luar negeri. Dengan nilai rupiah yang terus melemah, pengeluaran tersebut berpotensi melonjak secara signifikan.

    “Ini menjadi sinyal penting bahwa wisata domestik harus menjadi prioritas, bukan hanya sebagai alternatif, tapi sebagai pilihan utama,” tegasnya.

    Novita mengatakan krisis ini bukan alasan untuk stagnasi. Justru, sejarah menunjukkan bahwa krisis adalah ruang bagi lahirnya inovasi.  “Pemerintah harus melihat ini sebagai momentum untuk memperkuat kebijakan fiskal, memberikan insentif bagi pengembangan destinasi lokal, serta menjaga kepercayaan investor di sektor pariwisata,” katanya.

    Novita menekankan pentingnya sinergi antara kementerian, pelaku industri, dan pemerintah daerah dalam membuka akses transportasi yang terjangkau, menggencarkan promosi wisata, dan menciptakan pengalaman berwisata di dalam negeri yang berkualitas dan bersaing.

    Menurutnya, mengarahkan wisatawan domestik ke destinasi lokal bisa memberikan dampak signifikan terhadap perputaran ekonomi di daerah. Hal ini bukan semata urusan pariwisata, melainkan bagian dari upaya memperkuat ekonomi masyarakat.

    Dalam kerangka visi ekonomi Presiden Prabowo Subianto yang menitikberatkan pada kemandirian nasional, Novita memandang sektor pariwisata harus dilihat sebagai pilar utama, bukan sekadar pelengkap. “Pariwisata adalah jantung baru ekonomi Indonesia. Ia harus resilien, berdaya saing, dan inklusif. Kebijakan Trump bisa jadi pemicu perubahan arah, jika kita pandai membaca peluang di tengah krisis,” katanya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.