Logo
>

Pasar Karbon Indonesia bisa Jalan Meski Infrastruktur Belum Lengkap

Paul Butar Butar menilai Indonesia tak perlu menunggu infrastruktur sempurna untuk mengembangkan pasar karbon, seperti negara tetangga.

Ditulis oleh Dian Finka
Pasar Karbon Indonesia bisa Jalan Meski Infrastruktur Belum Lengkap
Pasar karbon Indonesia dinilai siap berjalan bertahap meski infrastruktur belum sempurna, dengan tantangan utama pada sisi pembiayaan. Foto: Dok. KabarBursa.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Kepala Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia sekaligus praktisi pasar karbon, Paul Butar Butar, menilai pengembangan pasar karbon dalam negeri tidak bisa menunggu semua infrastruktur siap sepenuhnya.

    Menurutnya, Indonesia harus mulai berjalan sambil memperkuat sistem yang ada, seperti yang dilakukan sejumlah negara tetangga.

    “Kalau lihat pengalaman di Singapura, Malaysia, Jepang, dan Korea, semua negara itu memulai perdagangan karbon sebagai proses bertahap, bukan langsung sempurna. Kalau kita tunggu semuanya siap, malah justru kehilangan momentum,” kata Paul dalam diskusi Indonesia Carbon Market Academy (ICMA) di Jakarta, Kamis, 26 Juli 2025.

    Ia menyebut Indonesia saat ini sudah memiliki infrastruktur dasar untuk pasar karbon. Tantangannya kini adalah memperkuat sisi permintaan (demand) dan pasokan (supply), yang perlu dikawal dengan arah kebijakan perdagangan karbon nasional yang lebih terbuka dan progresif.

    “Kita butuh kebijakan yang mendukung perluasan pasar karbon secara menyeluruh. Diskusi tentang aturan main perdagangan karbon secara nasional masih harus terus dilanjutkan agar pelaku pasar lebih percaya diri,” kata Paul.

    Menurutnya, selain regulasi, ekosistem karbon Indonesia juga harus didorong dengan ketersediaan data, alat estimasi nilai karbon, hingga instrumen valuasi ekonomi. Hal ini penting agar para pemilik aset, baik dari komunitas, swasta, maupun pemerintah daerah, dapat masuk ke pasar karbon dengan perhitungan yang matang.

    “Sekarang tools-nya sudah lebih lengkap. Bukan cuma buat mengukur potensi karbon, tapi juga nilai ekonominya. Ujung-ujungnya tetap soal manfaat ekonomi yang bisa didapat,” jelasnya.

    Paul menyebut saat ini ada lebih dari 500 pemilik aset—baik individu, komunitas, hingga lembaga—yang sudah menyatakan minat untuk mengembangkan proyek karbon.

    “Animonya tinggi sekali. Bukan cuma karena proyeknya feasible dari sisi teknis, tapi juga menjanjikan dari sisi nilai ekonominya,” ujarnya.

    Namun, menurut Paul, tantangan terbesar pasar karbon Indonesia saat ini bukan pada sisi regulasi atau teknis, melainkan pembiayaan.

    “Isu utamanya sekarang adalah climate financing. Gimana caranya kita channeling capital ke proyek-proyek yang punya nilai tambah, yang proven, yang permanen?” tegasnya.

    Ia menilai, tanpa dukungan arus modal yang kuat, pasar karbon akan sulit tumbuh optimal, meskipun memiliki potensi besar. Carbon credit, kata dia, merupakan aset baru di sektor keuangan global, dan karenanya perlu jembatan antara sektor keuangan dengan proyek karbon di lapangan.

    “Tanpa capital, sektor ini tidak akan bergerak. Maka perlu mekanisme pembiayaan yang tepat agar potensi ekonomi dari karbon bisa dioptimalkan,” katanya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.