KABARBURSA.COM – Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menyoroti lemahnya peran lembaga keuangan dan pasar modal dalam mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
Menurutnya, tren investasi ke sektor energi bersih masih belum menggeliat signifikan, baik dari sisi perbankan maupun pembiayaan berbasis pasar modal.
“Kalau saya lihat, belum optimal ya. Misalnya, seberapa banyak sih pelaku proyek energi terbarukan yang mencari pendanaan di pasar modal? Enggak banyak,” kata Fabby kepada Kabarbursa.com, Sabtu, 17 Mei 2025.
Ia mengungkapkan, opsi-opsi pendanaan lewat penerbitan obligasi atau green bond di bursa lokal masih sangat terbatas. Padahal skema pembiayaan semacam ini bisa menjadi alternatif pendanaan jangka panjang yang relevan bagi pengembangan proyek-proyek EBT.
“Kalau saya punya proyek, misalnya, lalu saya jual bond, itu kan idealnya bisa. Tapi realitanya belum banyak yang lakukan itu,” ujarnya.
Fabby mencontohkan beberapa entitas besar seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) yang pernah menerbitkan obligasi, namun ia menilai instrumen tersebut belum tentu dialokasikan secara khusus untuk proyek energi bersih.
“Medco itu kan perusahaan energi, mereka punya bisnis minyak dan gas, ada batu bara, ada pembangkit, dan juga ada EBT. Jadi belum tentu juga dananya dipakai untuk proyek energi terbarukan,” jelasnya.
Ia menambahkan, meskipun tidak memiliki data kuantitatif secara rinci, pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa minat maupun volume pendanaan dari perbankan nasional terhadap sektor EBT juga masih jauh dari ideal.
“Pembiayaan dari bank juga masih terbatas. Mungkin ini bisa dikonfirmasi lebih jauh ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Tapi sejauh yang saya tahu, memang belum menjadi arus utama,” kata Fabby.
Ketertinggalan ini, lanjut Fabby, menjadi salah satu titik lemah dalam strategi transisi energi Indonesia. Tanpa dukungan penuh dari sektor keuangan, sulit membayangkan proyek-proyek EBT bisa tumbuh cepat dan masif dalam waktu dekat.
“Kalau kita bicara akselerasi EBT, maka ekosistem keuangan juga harus bertransformasi. Tidak cukup hanya dengan niat dari pelaku usaha energi, tapi harus dibarengi dengan skema pembiayaan yang mendukung, dari hulu ke hilir,” pungkasnya.
Prospek Emiten EBT Diprediksi Cerah
Emiten Energi Baru Terbarukan (EBT) diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan signifikan hingga kuartal I 2025. Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy mengatakan, kondisi tersebut sejalan dengan target pemerintah yang berupaya menarik investasi antara Rp1.900 triliun hingga Rp2.200 triliun pada tahun ini.
"Di mana sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) menjadi salah satu prioritas utama," ujar dia saat dihubungi Kabarbursa.com di Jakarta.
Abdul menyebut pemanfaatan berbagai sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, hidro (air), angin, panas bumi, hingga bioenergi, direncanakan untuk dioptimalkan guna mendorong peningkatan investasi serta menciptakan peluang baru di bidang energi bersih.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) juga berekspansi pada sektor EBT dengan menambahkan tiga energi baru pada portofolio EBT, yaitu hidrogen, amonia, dan nuklir.
"Langkah pemerintah ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia mencapai Net Zero Emission pada 2060. Sehingga, tahun 2025 ini energi EBT masih memiliki potensi pertumbuhan yang signifikan," jelasnya.
Investasi di Sektor EBT Tumbuh Siginifikan
Di sisi lain, Abdul menyampaikan investasi sektor EBT di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan hingga akhir tahun 2024.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, dia menjelaskan bahwa realisasi investasi di subsektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) mencapai Rp24,03 triliun pada tahun 2024.
"Tetapi, angka ini masih berada di bawah target yang ditetapkan sebesar USD2,6 miliar," terang Abdul.
Abdul juga menegaskan pemerintah Indonesia aktif menarik investasi asing di sektor energi terbarukan. Contohnya, pada November 2024, Indonesia dan China menandatangani kesepakatan senilai USD10 miliar yang berfokus pada energi hijau dan teknologi.
Dan jika dibandingkan dengan tahun 2023, dia menuturkan investasi di sektor EBTKE di Indonesia mencapai USD1,5 miliar, atau sekitar Rp23,3 triliun, atau tumbuh sebesar +3,1 persen Year on Year.
Adapun, kata Abdul, Stocknow.id memiliki sejumlah rekomendasi emiten yang fokus pada EBT, seperti BREN, ESSA, hingga PGEO.
"BREN (Target Rp11.500), ESSA (Target Rp985), PGEO (Target Rp1.190)," pungkas Abdul. (*)