KABARBURSA.COM - Puluhan warga dan aktivis lingkungan di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia dengan menggelar aksi protes terhadap proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Mereka menyuarakan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan dan pelemahan demokrasi yang mereka nilai semakin parah sejak proyek tersebut dimulai.
Upacara bendera yang digelar di Pantai Lango, Kecamatan Penajam, dihadiri oleh masyarakat dari berbagai desa dan organisasi masyarakat sipil. Aksi ini dilanjutkan dengan pembentangan kain merah berukuran 50x15 meter bertuliskan “Indonesia is not for sale, Merdeka!” oleh aktivis Greenpeace di Jembatan Pulau Balang. Jembatan ini merupakan penghubung darat dari Kota Balikpapan menuju kawasan IKN.
Tak hanya itu, sejumlah spanduk protes lainnya turut dibentangkan di atas perahu-perahu kayu yang berparade di perairan bawah jembatan. Beberapa di antaranya bertuliskan “Selamatkan Teluk Balikpapan”, “Tanah untuk Rakyat”, “Digusur PSN, Belum Merdeka 100 persen”, dan “Belum Merdeka Bersuara”.
Ketua Tim Kampanye Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, mengatakan permintaan maaf Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam pidato kenegaraan tidak ada artinya jika dilihat dari satu dekade pemerintahannya yang semakin menjauhkan Indonesia dari cita-cita kemerdekaan. “Di akhir masa jabatannya, Jokowi mewariskan berbagai masalah ketidakadilan. IKN yang dia banggakan nyatanya merupakan proyek serampangan yang merampas hak-hak masyarakat adat dan lokal, sementara memberikan karpet merah untuk oligarki. Ibarat mengobral negara ini, Jokowi memberikan izin penguasaan lahan hingga 190 tahun untuk investor di Nusantara,” ujarnya dalam siaran pers Greenpeace yang diterima Kabar Bursa, Sabtu 2024.
Arie menambahkan, kerusakan lingkungan akibat pembangunan IKN akan memperparah krisis iklim. Sebelum pembangunan IKN di Kalimantan Timur pun dimulai, Pulau Kalimantan sudah mengalami eksploitasi besar-besaran. Kolusi antara pemerintah dan oligarki sawit serta industri bubur kertas dituding menjadi pendorong utama deforestasi seluas 15 juta hektare serta perampasan tanah masyarakat adat dan lokal.
Data Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat, sekitar 20 ribu hektare hutan di area IKN telah hilang dalam lima tahun terakhir. Saat ini, tutupan hutan alam yang tersisa di wilayah IKN hanya 31.364 hektare, termasuk kawasan hutan mangrove seluas 12.819 hektare. “Tekad Jokowi membangun Nusantara sebagai ‘forest city’ hanya sesumbar sebab tidak dibarengi dengan upaya melindungi hutan alam tersisa dan memulihkan yang rusak,” kata Arie.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Fathur Roziqin Fen, turut menyampaikan kritiknya terhadap proyek IKN. Menurutnya, proyek ini adalah simbol dari ilusi kemegahan dalam perayaan kemerdekaan yang ke-79 tahun. “Kebanggaan nasionalisme dan kebangsaan kita dijebak pada kemegahan infrastruktur semata. Fakta di lapangan, seperti konflik agraria, dampak ekologis, hingga kriminalisasi masyarakat, dikaburkan,” kata Fathur.
Ia juga menyoroti dampak proyek ini terhadap keanekaragaman hayati di lanskap Teluk Balikpapan, yang menjadi habitat berbagai satwa seperti orangutan, bekantan, pesut, dan lainnya. Satwa-satwa ini disebutnya sebagai korban diam (silent victims) dari pembangunan IKN yang tidak bisa bersuara untuk menyatakan penderitaan mereka.
Picu Konflik Dengan Warga
Proyek pembangunan IKN juga disebut telah membabat lebih dari empat hektare mangrove di hulu Teluk Balikpapan. Mangrove tersebut merupakan akses jalur perairan untuk alat-alat berat yang digunakan dalam proyek IKN. Penghancuran mangrove dan arus mobilitas yang masif di teluk, yang sejak lama menjadi habitat pesut, duyung, serta buaya muara, mengganggu ekosistem fauna sehingga seringkali memicu konflik dengan warga lokal beberapa tahun terakhir.
“Kebijakan ini semakin menandakan masyarakat pesisir belum merdeka dalam mengelola wilayah pesisir dan laut mereka sendiri. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk habitat flora dan fauna di sekitarnya, kian rentan dikorbankan untuk pembangunan oligarki,” kata Direktur Eksekutif Pokja Pesisir Balikpapan, Mappaselle.
Pembangunan IKN juga membebani keuangan negara secara signifikan. Hingga saat ini, pemerintahan Jokowi telah mengalokasikan Rp72,3 triliun dari APBN untuk proyek ini, yang totalnya diperkirakan mencapai Rp466 triliun. Pemerintah juga menghabiskan Rp87 miliar untuk penyelenggaraan upacara HUT RI ke-79 di IKN, angka yang membengkak dari tahun sebelumnya.
Juru Kampanye Trend Asia, Meike Inda Erlina, mengatakan di balik megahnya pembangunan IKN yang dipromosikan di kancah internasional, Jokowi justru mewariskan beban ekonomi dan kerusakan ekologis kepada rakyat. “APBN yang seharusnya diinvestasikan untuk kepentingan mendesak kesejahteraan rakyat malah dihambur-hamburkan demi proyek mercusuar yang menyengsarakan rakyat,” ujarnya.
Ia juga menyinggung laporan “Ibu Kota Baru untuk Siapa” dari Koalisi #BersihkanIndonesia yang menemukan indikasi penerima keuntungan dari proyek bisnis ini tak lain adalah elite ekonomi-politik yang terhubung dengan pemerintahan saat ini. Pemerintah, menurut Meike, seharusnya fokus memulihkan Kalimantan Timur yang kini dihantam krisis multidimensi.
Namun, Jokowi justru melanggengkan praktik kolonial dengan memberikan pengampunan dosa dan bonus berbisnis pengadaan infrastruktur kepada para investor dan oligarki. Dampak negatif pembangunan megaproyek IKN tidak hanya dirasakan oleh warga di Kalimantan, tetapi juga meluas hingga ke daerah lain. Masyarakat di Palu, Sulawesi Tengah, misalnya, ikut terpapar debu akibat penambangan batu dan kerikil untuk bahan material IKN.
Di sisi lain, pemindahan ibu kota negara ke Nusantara juga dinilai tidak akan otomatis menyelesaikan berbagai persoalan di Jakarta. Menurut Meike, masalah-masalah seperti sampah plastik, banjir yang terjadi setiap tahun, kemacetan parah, hingga polusi udara yang semakin memburuk, tetap memerlukan solusi struktural yang lebih komprehensif. Pemindahan ibu kota tanpa mengoreksi watak pembangunan yang selama ini ekstraktif dan tidak berkelanjutan dianggap sebagai langkah yang keliru.
Meike meminta pemerintah merombak kebijakan struktural secara lebih komprehensif, partisipatif, dan inklusif, yang mengedepankan kelestarian lingkungan, agar proyek pembangunan—baik di Jakarta maupun di Penajam Paser Utara—tidak menjadi lahan bisnis bagi segelintir oligarki.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.