Logo
>

Pemerintah Dinilai Ambigu dalam Rencana Pembangunan PLTN

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pemerintah Dinilai Ambigu dalam Rencana Pembangunan PLTN

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI), Mulyanto, menilai pemerintah terkesan ambigu dalam merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau PLTN. Ia mengatakan pemanfaatan tenaga nuklir berpotensi terhambat karena pembekuan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).

    Di sisi lain, Indonesia telah menandatangani sejumlah perjanjian penting dalam forum COP29 di Baku, Azerbaijan. Dalam perjanjian tersebut, Indonesia menegaskan komitmen transisi energi melalui investasi sebesar USD235 miliar untuk pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan dengan total kapasitas 75 gigawatt dalam 15 tahun ke depan.

    Komitmen ini mencakup berbagai proyek besar seperti pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Namun, Mulyanto mengaku pesimistis rencana tersebut dapat diwujudkan, termasuk target pembangunan PLTN pada 2032. Ia menganggap pemerintah belum memahami tahapan strategis yang diperlukan untuk membangun infrastruktur serta mengelola pengembangan teknologi nuklir secara optimal.

    “Secara umum saya menyambut baik rencana Pemerintah yang ingin membangun PLTN sebagai pembangkit listrik alternatif untuk menekan emisi karbon. Karena pengganti operasi base load PLTU yang stabil hanyalah PLTN. Pembangkit tenaga surya atau tenaga bayu kan bersifat intermetten,” ujar Mulyanto kepada KabarBursa.com, Jumat, 22 November 2024.

    Rencana pembangunan PLTN di Indonesia sebelumnya telah ditindaklanjuti oleh PT ThorCon Power Indonesia dengan mengajukan proposal pembangunan PLTN pertama di Indonesia kepada Dewan Energi Nasional (DEN). Pembangkit ini direncanakan akan dibangun di Pulau Kelasa, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, dan menjadi langkah awal pemanfaatan teknologi nuklir untuk kebutuhan energi di Tanah Air.

    Proposal tersebut, sebagaimana informasi dari akun Instagram resmi DEN, mencakup rencana pengembangan thorium molten salt reactor (TMSR-500). Teknologi ini dikenal sebagai reaktor nuklir berbasis garam cair yang dirancang untuk efisiensi dan keamanan tinggi. ThorCon menyerahkan proposal ini di kantor DEN, Jakarta, pada Senin, 12 Agustus 2024, lalu.

    Setelah diterima oleh DEN, proposal ini direncanakan akan dibahas lebih lanjut di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Proses tersebut menjadi bagian dari evaluasi pemerintah terhadap kesiapan teknologi, infrastruktur, dan regulasi yang mendukung proyek energi baru ini.

    Di sisi lain, pemerintah telah menargetkan pengoperasian PLTN pertama pada 2032, sebagaimana tercantum dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN). PLTN ini direncanakan memiliki kapasitas sekitar 250 megawatt (MW) dan akan dibangun secara bertahap seiring dengan penghentian bertahap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

    [caption id="attachment_101496" align="alignnone" width="1580"] Infografis arget kapasitas PLTN sebesar 250 MW pada 2032.[/caption]

    Dalam revisi RPP KEN, energi nuklir tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan disetarakan dengan energi baru terbarukan (EBT). Perubahan ini bertujuan untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2060.

    Kendati telah memulai langkah konkret, Mulyanto menilai cara dan perencanaan pemerintah dalam proyek pembangunan PLTN ini bermasalah. Pemerintah, kata Mulyanto, ingin membangun PLTN namun justru membubarkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Badan itu secara resmi dibubarkan dan dileburkan oleh pemerintah ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 6 September 2021.

    Mulyanto menilai langkah tersebut kontraproduktif karena BATAN adalah lembaga yang berwenang mengatur segala hal perihal ketenaganukliran. “Hal ini bukan saja melanggar UU tapi juga membuat lemah fungsi pemanfaatan ketenaganukliran dalam pembangunan PLTN,” kata Mulyanto.

    Mulyanto pun meminta pemerintah mengaktifkan kembali BATAN sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang. “Kalau Pemerintah serius go nuclear harusnya BATAN ini segera dihidupkan kembali dan dikokohkan fungsinya. Bukan malah dibubarkan,” katanya.

    [caption id="attachment_101498" align="alignnone" width="990"] Gedung BRIN. Foto: Dok BRIN.[/caption]

    Komitmen Energi Terbarukan Indonesia Masih Perlu Penyelarasan

    Presiden Prabowo Subianto berkomitmen mendorong transisi energi baru terbarukan sebagai upaya menekan suhu global yang kian memanas. Salah satu langkah konkret yang disampaikan adalah rencana pengembangan PLTN. Pernyataan ini disampaikan dalam Paviliun Indonesia di COP29 yang berlangsung di Baku, Azerbaijan, beberapa waktu lalu.

    Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan rencana pembangunan 75 Gigawatt (GW) kapasitas listrik berbasis energi terbarukan. Rencana tersebut mencakup pembangunan PLTA, geothermal, PLTS, PLT Angin, 5 GW energi nuklir, serta 70 ribu sirkuit jaringan transmisi. Namun, IESR mengingatkan, rencana tersebut masih belum sepenuhnya selaras dengan target Persetujuan Paris untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius.

    Indonesia sebelumnya menyepakati dalam forum COP-28 untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan hingga tiga kali lipat (triple up) dan menggandakan efisiensi energi (double down) pada 2030. Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, komitmen ini harus dituangkan ke dalam dokumen strategis seperti Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

    Fabby menegaskan pentingnya strategi phase-down dan phase-out PLTU batu bara paling lambat pada 2045 untuk mendukung transisi energi terbarukan yang agresif dan dekarbonisasi sektor kelistrikan pada 2050. Menurut Fabby, langkah ini krusial untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan.

    Ia juga menyoroti implementasi rencana energi terbarukan Indonesia masih jauh dari harapan. Renacana besar mengenai energi terbarukan sering diumumkan, tetapi kata Fabby, pelaksanaannya belum sesuai dengan target yang dicanangkan.

    IESR pun menilai tanpa upaya nyata dan strategi yang terukur, target pembatasan kenaikan suhu global tidak akan tercapai. “İni terlihat dari kegagalan Indonesia mencapai target 23 persen bauran energi terbarukan di 2025,” kata Fabby dalam keterangan tertulis, Kamis, 14 November 2024.

    Fabby mendesak pemerintah untuk tidak hanya menyampaikan target ambisius di forum internasional, tetapi juga memastikan implementasi serta langkah konkret dalam mengatasi berbagai hambatan dan tantangan. Menurutnya, dengan cara itu, target yang ditetapkan dapat benar-benar tercapai dan tidak sekadar menjadi wacana.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi