KABARBURSA.COM – Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan, menilai bahwa beberapa sektor industri di Indonesia masih memiliki peluang besar untuk tumbuh pesat pada tahun 2025. Salah satunya adalah sektor-sektor yang berkaitan dengan keberdayaan alam dan energi baru terbarukan (EBT), termasuk industri petrokimia dan energi terbarukan.
Nurul menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menarik investasi, terutama dari industri yang memanfaatkan kekayaan alam. Hal ini terbukti dari komitmen investasi baru yang tercatat, yang mencapai sekitar 7,4 miliar dolar AS, sebagaimana diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
“Industri-industri ini tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena melihat kekayaan sumber daya alam yang melimpah serta dukungan dari stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia,” ujar Nurul Ichwan kepada Kabarbursa.com, Senin, 30 Desember 2024.
Salah satu sektor yang sangat menjanjikan untuk investasi di Indonesia adalah industri yang memanfaatkan kekayaan sumber daya alam, seperti petrokimia. Industri ini terus berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan global dan potensi Indonesia dalam menyediakan bahan baku yang melimpah.
Namun, sektor yang kini semakin berkembang dan diprediksi akan tumbuh pesat adalah energi baru terbarukan (EBT). Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam industri EBT global. Hal ini terlihat dari meningkatnya investasi dalam pembangkit listrik ramah lingkungan, serta industri yang mendukung kendaraan listrik (EV) dan baterai.
Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi besar untuk memanfaatkan sumber daya alamnya guna mendukung pengembangan teknologi energi yang berkelanjutan. Hal ini semakin menarik perhatian investor global yang mencari lokasi dengan sumber daya alam melimpah dan komitmen terhadap keberlanjutan.
Meskipun Indonesia memiliki potensi besar, Nurul Ichwan mengingatkan bahwa salah satu tantangan utama yang harus dihadapi adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Meskipun Indonesia memiliki tenaga kerja yang melimpah, kualitas SDM yang perlu ditingkatkan menjadi faktor penting agar daya saing Indonesia dapat meningkat di pasar global.
"Indonesia memiliki keunggulan dalam hal ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Namun, untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok global, kita harus meningkatkan kualitas SDM agar lebih kompetitif," jelas Nurul.
Peningkatan kualitas SDM ini akan menjadi kunci agar Indonesia dapat bersaing di pasar global, terutama di sektor-sektor yang berfokus pada teknologi tinggi, seperti energi terbarukan dan kendaraan listrik. Dengan memiliki tenaga kerja yang terampil dan berkualitas, Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi dari sektor-sektor ini.
Untuk mewujudkan potensi ini, Nurul menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah Indonesia dan investor global. Kolaborasi ini akan menjadi langkah strategis dalam menarik investasi yang mendukung pertumbuhan industri yang berkelanjutan dan berfokus pada energi ramah lingkungan.
“Kolaborasi dengan investor global sebagai pemain utama di dunia sangat penting, terutama untuk meningkatkan kompetitivitas Indonesia di pasar global,” tambah Nurul.
Dengan memperbaiki faktor-faktor produksi dan meningkatkan daya saing, Indonesia dapat lebih bersaing di pasar internasional. Hal ini akan membuka peluang besar bagi negara untuk mengoptimalkan sektor-sektor industri yang berpotensi tumbuh pesat pada 2025, terutama di bidang energi terbarukan dan teknologi kendaraan listrik.
Capaian Energi Baru Terbarukan Baru 14 Persen
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan bahwa bauran energi baru terbarukan (EBT) saat ini baru mencapai 14 persen, masih jauh di bawah target 2024 yang sebesar 19 persen.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan pentingnya pencapaian bauran energi yang sejalan dengan target pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai swasembada energi.
“Energy mix yang disampaikan oleh Bu Dirjen (EBTKE) capainya adalah 14 persen. Tahun 2024, target kita sebenarnya 19 persen, masih ada gap, jadi kita perlu percepatan-percepatan,” kata Yuliot Tanjung dalam acara FGD Reviu Peta Jalan (Roadmap) Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN) serta Launching GHES 2025 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024.
Menurut Yuliot, pihaknya terus mendorong transisi menuju penggunaan energi baru terbarukan. Salah satu langkahnya adalah penggunaan bahan bakar minyak campuran sawit, atau B40.
Saat ini, lanjut Yuliot, Indonesia telah menerapkan bensin campuran sawit 35 persen (B35), dengan target meningkat menjadi B40 pada 2025.
“Kita harapkan bauran energi ini bisa memanfaatkan potensi yang ada. Dari sektor EBT, potensi yang sudah bisa dimanfaatkan hanya 0,3 persen. Ke depan, kita akan berusaha secara bertahap untuk meningkatkan pemanfaatan potensi energi ini,” jelasnya. (*)