KABARBURSA.COM – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia optimistis Indonesia punya potensi besar dalam pemanfaatan energi hijau. Menurutnya, banyak aspek yang dapat mendukung penerapan energi hijau dalam rangka mengurangi emisi karbon.
“Kita memiliki kemampuan luar biasa terhadap sumber daya alam. Energi terbarukan kita cukup melimpah,” ujar Bahlil dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 20 September 2024.
Bahlil menegaskan bahwa pemanfaatan energi terbarukan (EBT) dan penerapan industri hijau telah menjadi keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.
Menurutnya, Indonesia harus mengambil peran strategis dengan mengedepankan pelestarian alam dan pengoptimalan energi bersih sekaligus memulai pemanfaatan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture storage/CCS).
Teknologi ini diklaim paling ideal untuk mengurangi gas rumah kaca. Sementara untuk upaya pelestarian alam dapat diwujudkan dengan menjaga kelestarian hutan di Indonesia.
“Hari ini, dunia berbicara tentang green energy dan green industry yang berorientasi pada keberlanjutan jangka panjang. Jadi, saya pikir kita tidak memiliki pilihan lain. Ke depan, pembangunan yang berorientasi pada lingkungan harus menjadi bagian penting,” ujarnya.
Bahlil menjelaskan bahwa tren penggunaan energi hijau kini telah memasuki sektor perbankan. Di berbagai negara, termasuk Eropa, bank mulai mewajibkan adanya rekomendasi dari lembaga lingkungan sebelum memberikan pembiayaan.
“Di Eropa dan sejumlah negara lain, bank hanya akan menyalurkan kredit jika terdapat rekomendasi dari lembaga yang fokus pada lingkungan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa tindakan ini bukan sekadar tanggung jawab saat ini, tetapi juga merupakan upaya untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
“Apa yang kita lakukan sekarang adalah untuk meninggalkan warisan masa depan yang lebih baik bagi anak dan cucu kita,” tambahnya.
Realisasi EBT Tahun 2024
Sementara itu, Kementerian ESDM melaporkan bahwa realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) pada semester pertama 2024 mencapai 13,93 persen, dari target 19,5 persen.
Untuk mencapai target bauran energi EBT sebesar 23 persen pada 2024, Kementerian ESDM mengakui masih diperlukan komitmen investasi serta pengembangan infrastruktur yang memadai.
“Investasi menjadi salah satu aspek penting yang belum sepenuhnya tercapai, disertai komitmen untuk menjalankan investasi tersebut dan infrastruktur yang perlu terus didorong. Saat ini kami ingin melihat capaian yang lebih jelas,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 10 September 2024.
Pada semester I 2024, realisasi investasi di subsektor EBTKE mencapai USD580 juta, atau sekitar 46,8 persen dari target tahun 2024 yang sebesar USD1,23 miliar. Eniya menyatakan masih dibutuhkan investasi senilai USD14,02 miliar untuk memenuhi kebutuhan energi sebesar 8.224,1 megawatt (MW).
“Hingga 2025, kita masih memerlukan 8.224,1 MW atau 8,2 gigawatt (GW). Investasi yang dibutuhkan adalah sekitar USD14 miliar, mencakup berbagai jenis EBT seperti biomassa, biogas, sampah, geothermal, air, hidro, baterai, dan lain-lain. Itu yang perlu dipenuhi,” tambahnya.
Eniya juga optimis bahwa regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, akan mempercepat investasi di sektor EBT.
Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2024 terdiri dari 8 BAB yang mencakup ketentuan umum, penggunaan barang dan jasa produk dalam negeri, TKDN, sanksi dan penghargaan, pembinaan dan pengawasan, serta ketentuan lain-lain, peralihan, dan penutup.
“Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2024 merupakan solusi dari isu investasi di subsektor EBT. TKDN menjadi masalah penting yang sebelumnya dianggap menghambat investasi. Dengan regulasi baru ini, investasi mulai berjalan,” jelas Eniya.
Beberapa proyek EBT yang berjalan setelah regulasi TKDN diterbitkan antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung yang sudah memiliki Power Purchase Agreement (PPA), seperti PLTS Terapung Singkarak dan Saguling, serta PLTS Terapung Karangkates yang saat ini dalam tahap penandatanganan Letter of Intent (LoI).
Selain itu, proyek lain yang sedang dikerjakan adalah Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Hululais, Dieng, Dieng 2, dan Patuha 2 juga mulai aktif setelah regulasi tersebut diberlakukan.
Hambatan Investasi Energi Hijau
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluhkan salah satu alasan investor enggan berinvestasi di sektor energi terbarukan di Indonesia adalah rumitnya proses Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Hal ini menjadi tantangan bagi pengembangan energi panas bumi atau geothermal di tanah air.
Jokowi juga menyoroti masalah perizinan yang memakan waktu lama. Hal ini, kata dia, menghambat masuknya investasi ke sektor energi. “Contoh urusan Amdal, sampai setahun, dua tahun. Belum izin yang lainnya. Ya kalau sampai enam tahun, siapa yang mau investasi kalau suruh nunggu sampai enam tahun,” ujarnya.
Menurut Jokowi, di tengah tren global menuju energi hijau, Indonesia memiliki potensi besar di sektor ini, khususnya dalam sumber daya panas bumi yang mencapai 24.000 megawatt atau sekitar 40 persen dari total potensi panas bumi dunia. Namun, pengembangan sumber energi tersebut masih sangat lambat, dengan hanya 11 persen atau 2.600 MW yang terpasang.
Jokowi menekankan perlunya percepatan proses perizinan agar investasi di sektor ini dapat meningkat. “Perizinan yang membutuhkan waktu 5-6 tahun agar sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi bisa dibangun dan tidak bisa langsung beroperasi memang harus segera dibenahi,” jelasnya.
Jokowi pun meminta Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk segera mencari solusi agar proses perizinan bisa dipercepat sehingga Indonesia dapat memanfaatkan tambahan listrik hijau.
“Baru 11 persen berarti hanya 2.600, kecil sekali. Padahal yang ngantre pengen menggunakan banyak sekali. Ada apa ya? Dan tadi dijawab oleh Pak Menteri ESDM, izin terlalu lama, itu yang harus dibenahi. Membenahi sistem perizinan,” katanya. (*)
 
      