KABARBURSA.COM - Sekolah-sekolah di Jakarta mulai memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS atap sebagai bagian dari langkah menuju pendidikan berbasis energi bersih dan rendah emisi. Langkah ini sekaligus mendukung masa depan hijau dengan target Jakarta sebagai kota nol emisi karbon pada 2050.
“Kehadiran PLTS atap sekolah ini juga menjadi sarana penting untuk mendukung program sekolah net zero carbon,” ujar Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sarjoko, dalam acara peresmian PLTS di SMAN 70 Jakarta, Rabu, 4 Desember, seperti dikutip dari Antara.
Tiga sekolah yang sudah menikmati manfaat PLTS ini adalah SMAN 70 Jakarta Selatan, SMAN 54 Jakarta Pusat, dan SMAN 53 Jakarta Barat. Sistem PLTS yang dipasang mampu menghasilkan listrik hingga 10 kilowatt (KW) per sekolah, cukup untuk mendukung kebutuhan operasional sehari-hari. Bahkan, setiap bulannya, PLTS ini bisa mengurangi emisi karbon sebesar 0,68 ton, setara dengan menanam satu pohon.
Menurut Presiden Direktur PT Paiton Energi, Fazil Erwin Alfitri, perusahaan ini memasang 20 unit Solar PV di tiga sekolah tersebut. “Kami turut mendukung pemerintah mencapai tiga dari 17 komitmen global dan nasional dalam tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu pendidikan berkualitas, energi Bersih dan terjangkau, serta Penanganan Perubahan iklim,” jelasnya.
Kepala Sekolah SMAN 70 Jakarta, Sunaryo, menambahkan PLTS ini bukan hanya soal efisiensi energi. “Program ini telah menjadi alat pembelajaran praktis bagi siswa kami. Kami yakin fasilitas ini akan memotivasi siswa untuk memahami lebih dalam tentang energi terbarukan dan pentingnya menjaga lingkungan,” katanya.
Langkah ini adalah bagian dari program besar Pemerintah DKI Jakarta untuk menciptakan sekolah rendah emisi karbon. Harapannya, program seperti ini bisa terus berkembang ke sekolah-sekolah lain, agar generasi muda Jakarta semakin peduli terhadap lingkungan dan energi masa depan.
Masa Depan Energi Hijau di Indonesia
Indonesia mulai serius mempercepat transisi energi hijau dengan fokus pada pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berbasis atap. Langkah ini bukan cuma soal mengurangi emisi, tapi juga membuka peluang ekonomi baru yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Komitmen pemerintah untuk mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat terus digalakkan. Target ini sejalan dengan rencana pengurangan emisi nasional (NDC), yaitu 31,89 persen pada 2030, dan bisa meningkat hingga 43,20 persen dengan dukungan internasional. Supaya lebih inklusif dan terjangkau, pemerintah pun mendorong penggunaan energi surya secara masif.
Pemerintah sebelumnya memperkenalkan aturan baru lewat Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024. Regulasi ini menggantikan aturan lama dan memberikan kuota pengembangan PLTS atap di wilayah PT PLN sebesar 1.593 megawatt (MW) untuk periode 2024-2028. Langkah ini bertujuan mempercepat adopsi energi surya di seluruh Indonesia.
Hasilnya? Minat masyarakat dan pengembang langsung melonjak. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengatakan 60 persen kuota pengembang sudah terserap. Tren kapasitas terpasang PLTS atap juga makin positif. Dari hanya 80 MW pada 2022, angka itu meningkat ke 141 MW pada 2023. Pemerintah menargetkan kapasitas akumulasi tahun ini mencapai 770,7 MW, dengan PLN yang sudah menetapkan kuota khusus di setiap wilayah pelayanan.
Tantangan dan Peluang Menuju Target 1 Gigawatt
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Juni 2024 mencatat kapasitas terpasang pembangkit listrik energi terbarukan di Indonesia mencapai 13.781 megawatt (MW). Namun, kontribusi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) masih kecil, hanya 675 MW. Mayoritas kapasitas berasal dari pembangkit listrik tenaga air (6.761 MW), bioenergi (3.428 MW), dan panas bumi (2.646 MW).
[caption id="attachment_104275" align="alignnone" width="1979"] Realisasi dan target investasi pada berbagai kategori Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) di Indonesia pada tahun 2024. Sumber: Kementerian ESDM[/caption]
Sejak 2019, kapasitas PLTS hanya bertambah 533 MW, jauh dari target orde gigawatt (1.000 MW). Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kapasitas terpasang PLTS seharusnya mencapai 6.500 MW pada 2025. Dengan kondisi saat ini, masih banyak pekerjaan rumah untuk mengejar target tersebut.
Perekayasa Ahli Utama dari BRIN, Arya Rezavidi, mengatakan berbagai tantangan utama pengembangan PLTS di Indonesia. Pertama, target energi terbarukan, termasuk PLTS, sering tidak tercapai karena kurangnya evaluasi berkala.
Selain itu, harga energi terbarukan masih kurang menarik bagi pengembang. Menurut Arya, perbandingan harga energi terbarukan dengan energi fosil cenderung tidak adil karena biaya eksternal seperti dampak lingkungan tidak dihitung.
“Harga energi terbarukan selalu dibandingkan dengan biaya pembagkit energi fosil yang tidak memperhitungkan biaya eksternal,” kata Arya dalam diskusi menjelang Indonesia Solar Summit 2024, yang digelar oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), Selasa, 13 Agustus 2024.
Faktor cuaca juga menjadi tantangan besar untuk PLTS, yang sifatnya intermiten. Teknologi penyimpanan energi seperti baterai memang bisa menjadi solusi, tapi biaya tinggi yang dibutuhkan menjadi hambatan tersendiri.
Tantangan lain datang dari minimnya insentif untuk pengembangan PLTS. PLTS harus bersaing langsung dengan pembangkit energi lain yang sudah mapan seperti energi fosil. Di sisi lain, rantai pasok dan daya saing industri panel surya di Indonesia juga masih terbatas, memperlambat pengembangan energi surya.
Solusi: Kemauan Politik dan Kolaborasi
Arya menekankan perlunya kemauan politik (political will) yang kuat untuk mendorong pengembangan energi surya secara nasional. Target pengembangan harus realistis, terarah, dan diiringi dengan kebijakan yang saling mendukung. Konsistensi regulasi juga sangat penting agar setiap kebijakan tidak bertabrakan dan dapat diterapkan dengan efektif.
Mobilisasi investasi menjadi faktor lain yang harus diperhatikan. Arya mendorong sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta untuk mengamankan pendanaan pengembangan PLTS. Kolaborasi ini diperlukan untuk memastikan pemanfaatan energi surya bisa berkontribusi signifikan dalam mencapai target emisi nol bersih (NZE) pada 2060.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.