KABARBURSA.COM – Sebagai negeri kepulauan tropis, Indonesia punya keunggulan alamiah dalam mengakselerasi transisi energi. Institute for Essential Services Reform (IESR) melihat potensi besar di tiap pulau untuk membangun sistem energi mandiri berbasis sumber energi terbarukan, sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional. Berbekal pancaran matahari sepanjang tahun dan potensi energi lokal lainnya, mimpi menuju net zero emission (NZE) 2060 tak sekadar utopia.
Dalam kajian terbarunya, IESR menyimpulkan bahwa Pulau Sulawesi, Timor, dan Sumbawa bisa memenuhi seluruh kebutuhan listriknya dari energi terbarukan. Untuk dua pulau terakhir, investasi yang dibutuhkan hingga 2050 ditaksir mencapai USD 5,21 miliar atau sekitar Rp85 triliun.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menilai pendekatan transisi energi berbasis pulau lebih strategis dibanding membangun jaringan transmisi bawah laut yang biayanya bisa tiga hingga lima kali lipat lebih mahal dari kabel darat. Dalam peluncuran kajian bertajuk Pulau Berbasis 100 persen Energi Terbarukan dan Fleksibilitas pada Sistem Tenaga Listrik pada 30 Juni 2025, ia menjelaskan bahwa fleksibilitas sistem kelistrikan di Sulawesi menjadi kunci dalam mengintegrasikan sumber energi terbarukan yang bersifat variabel, terutama seiring tumbuhnya sektor industri di kawasan itu.
Ia juga menyebut bahwa Pulau Sumbawa berpotensi menjadi model kemandirian energi bagi negara kepulauan lainnya, karena mampu memenuhi seluruh kebutuhan listriknya dari energi terbarukan tanpa bergantung pada bahan bakar fosil.
“Selain itu, di Pulau Timor pengembangan energi surya, angin, dan biomassa dapat menggantikan pembangkit energi fosil, termasuk yang direncanakan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, dengan harga listrik yang lebih kompetitif,” jelasnya dalam peluncuran studi “Pulau Berbasis 100 Persen Energi Terbarukan dan Fleksibilitas pada Sistem Tenaga Listrik” pada Senin, 30 Juni 2025, dikutip dari keterangan tertulis IESR hari ini.
Dari sisi teknis, Analis Sistem Ketenagalistrikan IESR, Abraham Halim, menyebutkan potensi proyek energi terbarukan yang layak secara finansial di Sulawesi mencapai 63 gigawatt (GW), terutama dari surya dan angin. Berdasarkan pemodelan IESR dan proyeksi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), bauran energi terbarukan variabel (variable renewable energy/VRE) di Sulawesi akan melonjak dari 2,4 persen pada 2024 menjadi 29 persen pada 2060.
Pada dekade 2030 hingga 2040, sistem ketenagalistrikan Sulawesi diperkirakan masih mengandalkan fleksibilitas pembangkit—baik dari hidro, fosil, maupun energi baru. Tapi dalam jangka panjang, sistem akan bergeser ke penggunaan baterai untuk kebutuhan harian, koneksi antarpulau untuk mingguan, dan pengelolaan musiman yang lebih terstruktur.
Untuk itu, IESR mendorong pemerintah mengintegrasikan aspek fleksibilitas ke dalam perencanaan energi nasional. Rekomendasi lainnya mencakup optimalisasi bioenergi, kombinasi VRE dengan teknologi penyimpanan, serta memperkuat jaringan interkoneksi guna menurunkan biaya sistem secara keseluruhan.
Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, Alvin P. Sisdwinugraha, mengatakan modal utama Pulau Sumbawa dan Timor justru terletak pada komitmen kuat pemerintah daerah. Pulau Sumbawa disebut memiliki potensi energi terbarukan hingga 10,21 gigawatt (GW), mayoritas dari energi surya sebesar 8,64 GW.
IESR pun mendorong dua strategi besar untuk mengejar transisi penuh ke energi hijau. Dalam jangka pendek (2025–2035), proyek-proyek pembangkit berbahan bakar fosil yang masih dalam tahap perencanaan direkomendasikan diganti dengan pembangkit energi terbarukan. Sementara itu, strategi jangka panjang (2036–2050) diarahkan pada pengurangan bertahap penggunaan bahan bakar fosil melalui substitusi ke hidrogen dan amonia hijau.
Potensi energi Pulau Timor bahkan lebih besar, mencapai 30,81 GW dengan kontribusi terbesar dari tenaga surya sebesar 20,72 GW. IESR memproyeksikan Pulau Timor bisa mencapai 100 persen energi terbarukan pada 2050. Strategi jangka pendek di wilayah ini mirip dengan Sumbawa, yakni mengganti pembangkit berbahan bakar fosil yang masih dalam perencanaan dengan sumber energi bersih.
Intervensi terhadap Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) perlu dilakukan secara menyeluruh dan terbuka agar tetap sesuai dengan ketentuan hukum dan mempercepat pengadaan energi hijau.
Sementara untuk jangka panjang (2036–2050), transisi di Timor mencakup penghapusan total pembangkit fosil, termasuk pensiun dini PLTU Timor yang dinilai sebagai opsi paling ekonomis. Sebagai gantinya, sistem kelistrikan Timor akan bertumpu pada pembangkit tenaga surya skala besar dengan penyimpanan energi. Pada 2050, sistem kelistrikan di Timor diproyeksikan akan bersumber dari energi surya (82 persen), mini hidro (9 persen), angin (6 persen), dan biomassa (3 persen).
Untuk mewujudkan transformasi ini, kajian IESR merekomendasikan empat langkah strategis. Pertama, mempercepat pensiun dini PLTU dengan membentuk kerangka pembiayaan dan regulasi pendukung. Kedua, meningkatkan fleksibilitas operasional sistem kelistrikan dan mendorong pengembangan teknologi penyimpanan energi jangka panjang.
Ketiga, memperkuat infrastruktur jaringan agar mampu menampung penetrasi energi terbarukan yang lebih tinggi. Keempat, mereformasi proses perencanaan dan pengadaan energi, termasuk menyederhanakan proses lelang proyek EBT, mengintegrasikan peta jalan hidrogen hijau dalam rencana daerah, serta memperbanyak proyek percontohan.
“Transformasi ini memerlukan koordinasi di antara berbagai pemangku kepentingan. Instansi pemerintah harus menyelaraskan kebijakan lintas sektor, penyedia energi perlu berkolaborasi dalam perencanaan regional dan berbagi sumber daya, sementara partisipasi sektor swasta harus didorong melalui kerangka investasi yang jelas dan stabil,” kata Alvin.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.