KABARBURSA.COM - Ahmad Amin, pengemudi ojek online (ojol) dari aplikasi Grab Indonesia, mengaku selalu dihantui rasa was-was saat bekerja. Bukan tanpa sebab, rasa was-wasnya muncul lantaran tidak ada kepastian perlindungan kerja dari pihak aplikator.
Selama ini, tutur Amin, para ojol kerap kali menggalang aksi solidaritas seandainya salah satu diantaranya mengalami kecelakaan kerja. Dari aksi itu, dana sumbangan dialihkan kepada pengemudi ojol yang mengalami kecelakaan.
“Selama ini kan para ojol narik dengan rasa was-was karena tidak adanya kepastian tentang perlindungan kecelakaan,” kata Amin, Sabtu, 15 Juni 2024.
Sementara untuk membayar jaminan kesehatan secara mandiri, tutur Amin, terlalu berisiko sebab rata-rata penghasilan harian yang tidak menentu. Di hari kerja, Amin mengaku mengantungi penghasilan Rp150.000. Cukup untuk kebutuhan harian, tidak untuk menabung dan membayar iuran kesehatan.
Nasib naas tak jarang muncul di hari-hari libur dan tanggal merah, di mana mobilitas masyarakat yang relatif lebih rendah dibanding hari-hari kerja. Amin mengaku, pendapatan di tanggal merah maupun hari libur menurun hingga 40 persen.
“Makanya rata-rata driver ojol, mereka gak punya tabungan banyak,” ungkapnya.
Sementara di setiap perjalanan mengantar penumpang, tutur Amin, pihak aplikator mengkas argo 20 persen hingga 25 persen. Potongan itu dinilai terlalu besar, lantaran pesanan penumpang tidak selamanya jarak jauh.
“Kasihan driver-nya, narik dengan jarak 3 km cuma dapat Rp10.000,” katanya.
Karenanya, Amin menyambut baik inisiatif pemerintah melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tentang Perlindungan Ojek dan Kurir Daring. Selain untuk memberi jaminan perlindungan kerja, ia juga berharap Permenaker itu dapat mengatur insentif para ojol sebagaimana
“Untuk itu para driver ojol sangat berharap itu pemberian THR (tunjangan hari raya) dari aplikator dapat terwujud,” tutupnya.
Public Hearing Permenaker Ojol Dinilai Berpihak
(Permenaker) tentang Perlindungan Ojek dan Kurir Daring tengah memasuki tahap public hearing atau serap aspirasi yang melibatkan berbagai stakeholder. Meski begitu, public hearing dinilai tak berpihak kepada pengemudi ojol.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati menyebut, forum public hearing yang digelar Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dalam menyusun regulasi tersebut terlalu berpihak pada kepentingan aplikator.
Lily menuturkan, dari tiga kali forum serap aspirasi yang diikuti, SPAI seolah diarahkan untuk menerima status ojol sebagai pekerja di luar hubungan kerja, atau kemitraan. "Kami sudah tiga kali dilibatkan dalam forum serap aspirasi dan semuanya berpihak pada kepentingan aplikator dengan mengarahkan kami untuk menerima status sebagai pekerja di luar hubungan kerja alias hubungan kemitraan," kata Lily saat dihubungi Kabar Bursa, Jum'at, 14 Juni 2024.
Karenanya, Lily meminta agar Permenaker tentang perlindungan pekerja angkutan berbasis aplikasi segera menetapkan ojol sebagai pekerja tetap berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
"Kami menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang memaksakan pengemudi angkutan online seperti taksol (taksi online), ojol dan kurir online untuk dikategorikan ke dalam hubungan kemitraan," tegasnya.
Dia menegaskan, payung hukum pengemudi ojol jelas dimuat dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan lantaran mengatur tentang hubungan kerja antara aplikator dan pengemudi online yang memiliki unsur pekerjaan, upah dan perintah.
Hal itu membantah penilaian Analis Kebijakan Kemenko Perekonomian, Sumurung, yang menyebut hubungan antara aplikator dan pengemudi berbasis aplikasi belum diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
"Ketiga unsur itu ada semua di dalam aplikasi pengemudi dalam menjalankan setiap pekerjaan berupa layanan antar penumpang, barang dan makanan," tegasnya.
Lily menuturkan, customer tidak bisa memesan order tanpa adanya aplikasi yang dibuat aplikator. Karenanya, aplikator memberikan perintah kepada driver untuk melakukan pekerjaan antar penumpang, barang dan makanan.
"Bila perintah aplikator tidak dijalankan, maka pengemudi akan terkena sanksi suspend hingga putus mitra," ungkapnya.
Melalui aplikasi pula, tutur Lily, aplikator memberikan upah kepada pengemudi dari setiap order yang dikerjakan. Upah ini telah dihitung otomatis melalui manajemen algoritma berikut potongan aplikator yang dibebankan kepada pengemudi.
"Jadi, hubungan kemitraan selama ini hanya mengelabui hubungan kerja yang terjadi antara aplikator dan pengemudi online," pungkasnya.
Peta Jalan Permenaker Ojol
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja Kemenaker bersama Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 20 Mei 2024 lalu, Ida mengungkap poin-poin yang tengah disusun pemerintah terkait regulasi perlindungan bagi tenaga kerja luar hubungan kerja layanan angkutan berbasis aplikasi (LHKLABA).
Saat ini, tutur Ida, pemerintah tengah mendefinisikan tenaga kerja luar hubungan kerja layanan angkutan berbasis aplikasi, hak dan kewajiban dalam perjanjian lhk, imbal hasil, waktu kerja dan waktu istirahat, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja, kesejahteraan, hingga penyelesaian perselisihan.
Di sisi lain, Ida juga mengaku telah membangun peta jalan regulasi perlindungan untuk kemitraan yang terdiri dari serap aspirasi atau dialog kemitraan yang dilakukan sampai bulan Agustus 2024 sebanyak lima kali.
"Kami juga laporan, tahun 2023 telah juga dilakukan serap aspirasi dan FGD," kata Ida.
Tahap berikutnya, kata Ida, perumusan dan pembahasan draf Permenaker pada bulan September hingga Oktober 2024. Setelahnya, Permenaker itu akan diharmonisasikan dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pada November 2024.
Sementara penandatanganan dan pengundangan Permenaker dalam berita acara negara, ditargetkan akan dilakukan pada bulan Desember 2024. Ida menyebut, pelaksanaan Permenaker akan dilaksanakan oleh menteri baru di pemerintah selanjutnya.