Logo
>

Tampaknya Suram, tapi Banyak yang Tertarik Mengeksplorasi Ekonomi Hijau

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Tampaknya Suram, tapi Banyak yang Tertarik Mengeksplorasi Ekonomi Hijau
Bambang Brodjonegoro, Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Nasional, sebagai narasumber dalam KabarBursa Economic Insight (KEI) 2025 di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025. (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Di tengah tekanan ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik, masih ada harapan bagi investasi hijau. Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan bahwa meskipun secara kasat mata situasi ekonomi terlihat suram, minat terhadap ekonomi hijau justru semakin meningkat.

    "Kalau ditanya suram atau tidak, mungkin di permukaan kelihatannya suram. Itu lebih karena ekonomi global sedang mengalami tekanan dan pertumbuhan dunia tidak bergerak jauh dari 3 persen," ujarnya, dalam paparannya sebagai pemateri di acara KabarBursa Economic Insight (KEI) 2025 dengan tema Greenomic Indonesia: Challenges in Banking, Energy Transition, and Net Zero Emission di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.

    Faktor utama yang menghambat pertumbuhan ekonomi global mencakup ketegangan geopolitik, seperti perang Rusia-Ukraina, konflik Israel-Hamas, dan rivalitas Amerika Serikat-Tiongkok. Selain itu, kebijakan politik mantan Presiden AS, Donald Trump, terhadap Perjanjian Paris juga memengaruhi dinamika investasi hijau, dengan Amerika cenderung menarik diri dari komitmen terkait transisi energi.

    Namun, di sisi lain, kesadaran akan pentingnya ekonomi hijau semakin meningkat di kalangan pemangku kepentingan global. Dalam forum ekonomi dunia baru-baru ini, lima dari sepuluh risiko terbesar yang diidentifikasi berkaitan langsung dengan perubahan iklim.

    "Masih kuatnya komitmen Eropa terhadap investasi hijau harus menjadi catatan penting. Jika disimpulkan, di permukaan memang kelihatannya suram, tetapi banyak pihak semakin tertarik untuk mengeksplorasi potensi investasi hijau, termasuk di Indonesia," kata Bambang.

    Indonesia sendiri telah menetapkan target net zero emission pada 2060 dan mulai menerapkan perdagangan karbon (carbon trading). Langkah ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi di sektor energi terbarukan dan menjadikan Indonesia sebagai pemasok utama kredit karbon di tingkat global.

    Selain itu, Indonesia menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi, seperti banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan, yang mempertegas urgensi transisi menuju ekonomi hijau. Dengan risiko yang telah dipahami dan potensi yang mulai dipetakan, optimisme terhadap investasi hijau di Indonesia kian menguat.

    "Kita sudah mulai memiliki unsur-unsur yang seharusnya membuat kita lebih optimis dalam mendorong investasi hijau," tutup Bambang.

    Masa Depan Perdagangan Karbon Indonesia ke Depan

    Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2 Bursa Efek Indonesia (BEI), Ignatius Denny Wicaksono, menjelaskan masa depan bursa karbon di Indonesia menunjukkan harapan yang positif terutama perkembangan green investment semakin hari kian digalakkan dalam perdagangan global.

    Hal ini disampaikan Denny dalam acara diskusi KabarBursa Economic Insight 2025 dengan tajuk Greennomic Indonesia: Challenges is Banking, Energy Transition and Net Zero Emmissions di Jakarta Pusat pada Rabu, 26 Februari 2025.

    Denny hadir bersama Penasihat Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro, CEO Lanscape Indonesia Agus Sari dan Ekonom Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati.

    Denny menjelaskan nilai ekonomi karbon semakin menjadi faktor kunci dalam pengembangan proyek hijau dan investasi berkelanjutan.

    "Dulu sebelum ada nilai ekonomi karbon, proyek hijau hanya mengandalkan pendapatan dari penjualan energi yang dihasilkan. Sekarang, selain dari produksi energi, proyek juga mendapatkan tambahan pendapatan dari penghematan emisi karbon yang mereka lakukan," ujar Denny.

    Denny memaparkan, saat ini  harga karbon di Indonesia ditaksir sekitar Rp58.000 per ton CO2. Dengan skema ini, proyek-proyek hijau seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dan air dapat memperoleh pendapatan tambahan dari penjualan karbon kredit. 

    Menurut dia, perdagangan karbon di Indonesia sendiri mengalami perkembangan pesat sejak pertama kali diluncurkan pada 26 September 2013. Awalnya hanya terdapat satu proyek, namun kini jumlahnya telah bertambah menjadi tujuh proyek dengan total carbon credit yang telah diterbitkan mencapai 3,1 juta ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,5 juta ton telah terjual, menunjukkan minat yang tinggi dari berbagai pihak.

    "Saat ini sudah ada sekitar 107 perusahaan jasa yang ikut serta dalam perdagangan karbon, dan lebih dari 1.100 entitas yang telah menggunakan skema carbon offset, di mana 893 di antaranya adalah individu yang secara sukarela mengompensasi emisi karbon mereka," tutur dia.

    Dia tidak memaparkan secara detail nama-nama entitas perusahaan yang telah berkontribusi dalam perdagangan karbon.

    Tidak hanya di perusahaan, Denny menyebut  tren offset karbon juga telah merambah diberbagai lini. Seperti seminar nasional bahkan acara pernokahan. Rata-rata konsumsi emisi karbon masyarakat Indonesia sekitar 3 ton per tahun, skema carbon offset memungkinkan individu untuk membayar sekitar Rp450.000 per tahun guna menyeimbangkan emisi mereka.

    Animo yang tinggi terhadap perdagangan karbon menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dan pelaku industri terhadap aspek Environmental, Social, and Governance (ESG). Ke depan, perdagangan karbon diharapkan terus berkembang dan menjadi salah satu instrumen utama dalam mendukung target net zero emission Indonesia.

    BEI memfasilitasi dua mekanisme perdagangan karbon, yaitu perdagangan sektor spesifik atau sectoral trading dan perdagangan lintas sektor cross-sectoral trading. Mekanisme ini memungkinkan perusahaan yang memiliki kelebihan kuota emisi untuk menjual kredit karbonnya kepada perusahaan lain, baik domestik maupun internasional. Sistem perdagangan karbon tersebut dirancang dengan standar internasional. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.