Logo
>

Wapres: Energi Ramah Lingkungan Kunci Pertumbuhan Ekonomi ASEAN

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Wapres: Energi Ramah Lingkungan Kunci Pertumbuhan Ekonomi ASEAN

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk mempercepat transformasi energi yang ramah lingkungan, terutama mengingat pesatnya investasi hijau dalam setahun terakhir.

    Dalam Forum Khusus ASEAN-Indo Pasifik 2024 (AIPF) yang diadakan di Vientiane, Laos, pada hari Jumat, Wapres menekankan pentingnya transisi menuju ekonomi yang lebih ramah lingkungan di kawasan, terutama di tengah tantangan seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

    "ASEAN perlu mengintegrasikan inovasi lingkungan dengan transformasi digital untuk mendukung investasi dan sektor keuangan yang berkelanjutan, serta meningkatkan transisi energi melalui teknologi bersih dan energi terbarukan," ujar Wapres Ma'ruf Amin seperti dalam pernyataannya dikutip di Jakarta Jumat 11 Oktober 2024.

    Dia juga mencatat bahwa penanaman modal dalam sektor yang mendukung keberlanjutan lingkungan di kawasan menunjukkan peningkatan signifikan dalam satu tahun terakhir. Investasi hijau di ASEAN tercatat mencapai 6,3 miliar dolar AS, meningkat 20 persen pada tahun 2023. Wapres mendorong agar investasi hijau terus didorong demi mencapai tujuan transisi energi kawasan pada tahun 2030.

    Dalam sambutannya, Wapres menilai kawasan Indo-Pasifik sebagai wilayah strategis bagi ekonomi global, yang mencakup negara-negara besar termasuk negara-negara di Asia Tenggara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Kawasan ini menyumbang lebih dari 60 persen terhadap PDB dunia dan menjadi pusat hampir setengah dari total perdagangan internasional.

    Wapres menekankan bahwa ASEAN harus memainkan peran sentral dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan di kawasan dan global. Dia mencatat bahwa ASEAN telah menunjukkan ketahanan dan adaptabilitas di tengah ketidakpastian ekonomi. Pada tahun 2023, meskipun perdagangan global mengalami penurunan akibat disrupsi geopolitik, perdagangan intra-ASEAN mencapai 3,5 triliun dolar AS, melampaui tingkat sebelum pandemi.

    Dari segi ketahanan ekonomi, Wapres menyatakan bahwa ASEAN terus mendapatkan kepercayaan investor di berbagai bidang, menjadikannya sebagai pusat pertumbuhan yang potensial. "Investasi ke ASEAN mencapai 229 miliar dolar AS, terus meningkat di tengah penurunan investasi global, dengan peningkatan signifikan di sektor keuangan dan teknologi. Capaian ini menegaskan posisi ASEAN sebagai pusat pertumbuhan kawasan dan global," ungkapnya.

    Wapres juga menggarisbawahi pentingnya sinergi antara pemerintah dan swasta, serta mengapresiasi inisiatif dunia usaha yang meluncurkan jaringan bisnis ASEAN-Indo-Pasifik (AIPBN) sebagai langkah konkret dalam upaya ini. Menurutnya, AIPBN akan menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan global.

    Dana Ekonomi Hijau

    Presiden terpilih Indonesia Prabowo Subianto, berencana untuk meluncurkan dana ekonomi hijau dengan menjual kredit emisi karbon dari proyek-proyek seperti pelestarian hutan hujan, dengan target USD65 miliar hingga 2028.

    Mengutip Reuters, salah satu penasihat Prabowo dalam kebijakan iklim, Ferry Latuhihin, mengatakan nantinya akan ditujung regulator baru untuk aturan emisi karbon yang bertugas mengawasi upaya mencapai target emisi Indonesia di bawah perjanjian Paris.

    Regulator tersebut kemudian akan membentuk “kendaraan misi khusus” yang akan mengelola dana hijau dan menjalankan proyek-proyek pengimbangan karbon. Proyek-proyek tersebut akan mencakup pelestarian hutan, reforestasi, serta penanaman kembali lahan gambut dan mangrove, untuk menghasilkan kredit karbon yang dapat dijual secara internasional.

    Targetnya adalah untuk mengembangkan kebijakan tersebut hingga mencapai 1.000 triliun rupiah (USD65 miliar) pada 2028.

    “Kita perlu memanfaatkan keunggulan komparatif Indonesia, yaitu alam,” kata Latuhihin.

    Skala dana yang diusulkan, yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, memiliki potensi untuk membantu salah satu penghasil emisi terbesar di dunia dan rumah bagi hutan tropis terbesar ketiga di dunia mencapai tujuannya untuk netralitas karbon pada tahun 2060.

    Namun, hal ini tentunya akan menghadapi tantangan besar, termasuk persaingan di pasar karbon global dan memastikan proyek-proyek tersebut dianggap kredibel.

    Direktur pelaksana Energy Shift Institute Christina Ng, mengatakan bahwa ekosistem alami Indonesia yang luas menawarkan ruang untuk proyek offset karbon besar, tetapi target-target tersebut sangat ambisius dari segi finansial dan operasional. Energy Shift Institute sendiri adalah sebuah lembaga pemikir yang fokus pada transisi energi Asia.

    Prabowo, yang akan dilantik pada 20 Oktober, telah berjanji untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen selama masa jabatannya yang lima tahun, dari 5 persen saat ini, termasuk melalui investasi dalam proyek-proyek hijau.

    Latuhihin mengatakan bahwa proyek offset akan menciptakan peluang kerja besar dan dapat membantu mencapai target pertumbuhan.

    Pemerintah yang akan datang bakal menyediakan modal awal, yang masih ditentukan, tetapi diharapkan dana tersebut akan berkembang dengan menjual kredit karbon di dalam negeri dan luar negeri serta membayar dividen kepada pemerintah setelah menjadi menguntungkan, katanya.

    Mengumpulkan dana dalam entitas seperti itu akan memungkinkan Indonesia menjalankan proyek-proyek hijau berskala besar tanpa menggunakan anggaran pemerintah, kata Latuhihin.

    Dia mengatakan bahwa standar internasional tentang verifikasi akan diikuti, dan teknologi akan diterapkan untuk memastikan seberapa banyak karbon dioksida (CO2) yang dihapus dari atmosfer oleh setiap proyek.

    Kredit Karbon Berbasis Alam

    Ng mengatakan bahwa kredit karbon berbasis alam biasanya diperdagangkan antara USD5 hingga USD50 per metrik ton CO2 ekuivalen, tetapi harga rata-ratanya kurang dari USD10 per ton tahun lalu.

    Bahkan pada harga USD50 per ton, mengumpulkan USD10 miliar per tahun – yang masih kurang dari yang dibutuhkan untuk mencapai target dana yang direncanakan dalam empat tahun ke depan – akan memerlukan penjualan 200 juta ton kredit karbon. Itu hampir mendekati total 239 juta ton penerbitan kredit karbon yang tercatat di pasar sukarela global pada puncaknya pada tahun 2021, kata Ng, menekankan tantangan untuk mencapai target dana tersebut.

    Pada harga USD10 per ton, volume yang sama hanya akan menghasilkan USD2 miliar per tahun, menjadikan target USD65 miliar semakin jauh dari jangkauan.

    “Mengingat lanskap kompetitif pasar karbon global, dengan negara-negara seperti Brasil dan negara-negara lain di Asia Tenggara juga menawarkan kredit berbasis alam, entitas tersebut perlu menunjukkan bahwa kredit mereka memenuhi standar tertinggi,” katanya, mencatat bahwa catatan Indonesia telah ternoda oleh masalah tata kelola.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.