KABARBURSA.COM - Aliansi Ekonom Indonesia yang terdiri dari 400 ekonom menyampaikan pernyataan sikap bertajuk “Tujuh Desakan Darurat Ekonomi” pada Selasa, 10 September 2025.
Salah satu desakan utama ditujukan pada kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dinilai perlu dievaluasi dan dilonggarkan, khususnya pada sektor yang belum memiliki pemasok lokal berkualitas.
Aliansi menilai kebijakan TKDN yang kaku justru berdampak negatif. Penerapan aturan tersebut disebut menyebabkan kenaikan biaya produksi, kualitas produk yang belum optimal, hingga menurunkan daya saing Indonesia di pasar global.
Aliansi juga menyoroti potensi pelanggaran aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) serta dampaknya terhadap akses Indonesia di perdagangan internasional.
Lebih jauh, aliansi menekankan kebijakan TKDN yang tidak fleksibel bisa memunculkan distorsi dalam alokasi sumber daya, membebani konsumen dengan harga lebih mahal, serta mengurangi minat investasi.
Penelitian ERIA (2023) dan CSIS (2023) turut dikutip sebagai rujukan, yang menggambarkan dampak kebijakan TKDN terhadap iklim investasi, produktivitas industri, serta daya saing.
Menanggapi hal ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa pemerintah telah menjalankan reformasi TKDN. Reformasi dilakukan dengan menyederhanakan tata cara perhitungan skor TKDN agar lebih murah, cepat, dan tidak kaku.
“Menteri Perindustrian, Bapak Agus Gumiwang Kartasmita dan jajaran di Kemenperin sudah mengevaluasi dan mereformasi kebijakan TKDN. Evaluasi dan reformasi didasarkan pada suara publik, industri, investor, ekonom dan semua yang terlibat dalam ekosistem industri terutama industri yang memproduksi produk ber TKDN,” ujar Febri, perwakilan Kemenperin, di Jakarta, Rabu, 10 September 2025.
Ia menjelaskan, reformasi regulasi difokuskan pada prinsip “murah, mudah, cepat, dan berbasis insentif.” Sertifikasi TKDN kini bisa selesai dalam 10 hari kerja, bahkan hanya tiga hari untuk industri kecil melalui mekanisme self declare.
Selain itu, insentif tambahan diberikan, misalnya nilai TKDN minimal 25 persen bagi perusahaan yang berinvestasi dan menyerap tenaga kerja lokal, serta tambahan 20 persen bagi yang melakukan riset dan pengembangan.
“Dengan begitu, penghitungan TKDN bukan lagi sekadar kewajiban administratif, tapi menjadi reward system yang mendorong inovasi dan investasi,” lanjut Febri.
Kemenperin juga menyoroti peran TKDN bagi industri kecil dan menengah (IKM). Melalui skema self declare, pelaku IKM dapat memperoleh sertifikasi lebih mudah dengan biaya ringan. Sertifikat tersebut berlaku hingga lima tahun dan disertai pengawasan lebih ketat untuk mencegah praktik manipulasi atau “TKDN washing.”
Meski menuai kritik dari kalangan ekonom, Kemenperin menegaskan reformasi TKDN dimaksudkan untuk memperkuat ekosistem industri lokal sekaligus menjaga kemandirian ekonomi nasional.
Kendati demikian, polemik antara upaya melindungi industri dalam negeri dengan risiko menurunnya daya saing global masih menjadi dilema yang perlu dituntaskan.(*)
 
      