KABARBURSA.COM - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengungkapkan 80 persen produk tekstil impor ilegal menguasai pasar Indonesia.
Awalnya Agus menyinggung soal wacana revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Dia menegaskan, perubahan aturan ini akan percuma jika praktik impor ilegal terus berlanjut.
Untuk diketahui, wacana revisi Permendag ini menjadi perbincangan setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menyebut kebijakan tersebut sebagai faktor utama yang mendorong perusahaan menuju kebangkrutan.
“Kalaupun Permendag 8 ini direvisi, dampaknya tak akan signifikan. Yang sebenarnya perlu diubah adalah pengaturan impor bahan baku plastik. Sedangkan impor ilegal tak pernah mengikuti aturan, apalagi membayar pajak. Bahkan, sekitar 80 persen pasar tradisional tekstil kita saat ini sudah dipenuhi oleh produk impor ilegal. Ini harus diberantas hingga ke akar-akarnya,” ungkap Agus, Rabu, 6 November 2024.
Agus pun menekankan pentingnya penegakan hukum yang lebih ketat terkait impor ilegal dan penghentian jasa impor borongan untuk menjaga keberlangsungan industri tekstil nasional.
Ia meyakini, jika pemerintah bersama aparat penegak hukum berhasil memberantas praktik ilegal ini, Sritex dan pelaku industri tekstil lainnya akan mendapat kepastian di pasar domestik, yang juga membantu kelancaran arus kas perusahaan.
“Solusinya harus menyeluruh. Jika jasa impor borongan dihentikan dan praktik ilegal diusut tuntas, Sritex dan sektor tekstil lain bisa pulih secara bertahap,” ujar Agus.
Praktik impor ilegal ini, menurut Agus, sudah menjadi rahasia umum dan diketahui oleh instansi terkait seperti Bea Cukai dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Praktik ini sudah berlangsung lama, bahkan jasa impor borongan dan ilegal ini kerap dipromosikan secara terbuka. Kementerian Keuangan, khususnya Bea Cukai, sebenarnya sudah menyadari keberadaan praktik-praktik ini,” ungkapnya.
Ia berharap pemerintah, khususnya Satuan Tugas (Satgas) yang sudah dibentuk, bisa optimal dalam memberantas praktik impor ilegal dan menemukan para pelakunya.
“Bea Cukai juga harus dibenahi agar lebih efektif dalam mengatasi masalah ini,” imbuh Agus.
Sebelumnya, Komisaris Utama Sritex Iwan Lukminto mengatakan bahwa Permendag 8/2024 berdampak besar pada perusahaannya yang dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Iwan menjelaskan, sejak kebijakan impor diubah melalui Permendag tersebut, banyak perusahaan tekstil mengalami tekanan hebat dan penurunan penjualan, termasuk Sritex.
Menanggapi itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menegaskan justru kehadiran Permendag 8/2024 untuk melindungi industri tekstil dalam negeri.
“Kami sudah klarifikasi, pada dasarnya Permendag 8 ini justru bertujuan untuk melindungi industri tekstil,” kata Budi dalam konferensi pers di Hotel Four Seasons, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu, 3 November 2024 .
Menurut Budi, dalam aturan Permendag tersebut, impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) diatur agar melalui penilaian teknis.
Selain itu, kuota impor pakaian jadi juga telah diatur lebih rinci dalam Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 7 Tahun 2024.
“Impor TPT ini dikenakan bea masuk pengamanan perdagangan per meter yang cukup besar, begitu juga untuk pakaian jadi, dikenakan tarif yang sama,” jelasnya.
Permendag Dituding Biang Kerok Pailitnya Sritex
Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang berfokus pada Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Permendag ini diidentifikasi sebagai salah satu faktor penyebab kesulitan yang dialami oleh Sritex, salah satu perusahaan tekstil besar di Indonesia.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengonfirmasi bahwa pertemuan berlangsung di Bandung, Jawa Barat.
“Saya mendapatkan informasi bahwa pertemuan tersebut membahas Permendag 8/2024 antara Kemenperin, Kemendag, dan Bea Cukai,” kata Febri di Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.
Namun, ia belum bisa memberikan rincian hasil pertemuan tersebut, hanya memastikan bahwa diskusi berfokus pada persoalan yang dihadapi industri tekstil, termasuk Sritex.
Menurut Febri, Sritex telah mengalami masalah yang berkepanjangan, tetapi situasi perusahaan semakin parah sejak penerapan Permendag 8/2024 pada Mei 2024.
“Puncaknya terjadi akibat Permendag 8/2024, yang memberikan kelonggaran pada impor produk tekstil dan pakaian jadi,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa sebelum Permendag 8/2024, regulasi impor diatur melalui Permendag 36/2023, yang membatasi masuknya barang impor melalui larangan terbatas dan penerbitan Peraturan Teknis (Pertek) oleh Kemenperin.
“Dengan skema tersebut, kami bisa mengendalikan masuknya produk luar negeri dan melindungi industri domestik,” kata Febri.
Namun, setelah hadirnya Permendag 8/2024 justru diindikasi menjadi menyebabkan semakin terpuruknya industri tekstil karena melonggarkan aturan impor.
Febri menyoroti bahwa kini barang-barang seperti pakaian jadi dan sepatu dapat diimpor dengan lebih mudah dan harga yang lebih murah, sehingga membuat produk dalam negeri sulit bersaing.
Rencana pertemuan ini sebelumnya diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, yang juga menekankan pentingnya membahas dampak Permendag 8/2024 terhadap industri tekstil.
“Minggu depan, kami akan membahas kondisi industri tekstil, termasuk dampak dari Permendag 8/2024,” kata Isy di Kementerian Perdagangan, Rabu, 30 Oktober 2024.
Ketika ditanya kemungkinan revisi aturan, Isy menekankan bahwa keputusan akan tergantung pada hasil rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, dan belum dapat memastikan apakah akan ada perubahan.
Sementara itu, Reni Yanita, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKTF), mengungkapkan bahwa industri tekstil menghadapi tantangan serius akibat tiga faktor, yaitu banjir produk impor setelah pandemi COVID-19, konflik global, dan penerapan Permendag 8/2024.
“Kita perlu kebijakan yang tepat untuk melindungi industri tekstil, agar tidak terjadi kasus serupa Sritex,” tegasnya di Kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.