KABARBURSA.COM - Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) mencatat bahwa lebih dari 90 persen produk di marketplace berasal dari luar negeri.
Kondisi ini mengancam keberadaan usaha kecil di tanah air sehingga harus diproteksi.
“Ini harus diproteksi, kita tidak anti asing. Tapi kita harus melindungi teman-teman UKM lokal kita,” tegas Deputi Bidang UKM KemenKop UKM, Temmy Setya Permana dikutip dari keterangan persnya yang dikutip, Jumat, 17 Juli 2024.
Temmy mengingatkan bahwa tanpa memproteksi mulai dari sekarang, Indonesia berisiko menjadi pasar bagi produk luar negeri, dan hal ini bisa membahayakan ekonomi nasional.
Ia menjelaskan bahwa banyak faktor yang menyebabkan produk impor mendominasi platform e-commerce di Tanah Air. Salah satunya adalah proses impor yang terlalu mudah serta harga produk impor yang lebih murah dan berkualitas dibandingkan produk lokal.
Oleh sebab itu, ia mengimbau masyarakat untuk menumbuhkan semangat nasionalisme dengan memilih produk-produk dalam negeri.
“Jika orang yang memiliki kelebihan dana lebih suka mengimpor, maka manufaktur tidak akan tumbuh, investasi tidak akan tumbuh, dan lapangan kerja tidak akan banyak tercipta. Jadi kita harus lebih waspada dan membangun kekuatan nasional kita,” ujarnya.
Pemerintah juga tidak tinggal diam. Melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023, pihaknya terus berupaya melindungi produk-produk lokal agar tetap diutamakan di platform e-commerce dalam negeri.
“Aturan ini untuk meregulasi ulang mengenai produk di marketplace. Jadi kita ingin platform lebih mengutamakan produk dalam negeri,” jelas Temmy.
Selain itu, pemerintah juga berencana untuk meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri, asosiasi, dan akademisi, untuk memperkuat ekosistem UKM di Indonesia. Langkah-langkah ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas dan daya saing produk lokal, sehingga mampu bersaing dengan produk impor.
Temmy juga menekankan pentingnya edukasi dan pelatihan bagi pelaku UKM untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka.
“Dengan peningkatan kapasitas dan kualitas, kita berharap UKM lokal bisa lebih kompetitif dan memiliki peluang lebih besar di pasar domestik dan internasional,” imbuhnya.
Pada akhirnya, keberhasilan proteksi terhadap produk lokal tidak hanya bergantung pada regulasi pemerintah, tetapi juga pada kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mendukung produk dalam negeri.
“Mari kita semua berperan aktif dalam membangun ekonomi bangsa dengan mencintai dan menggunakan produk-produk lokal," pungkas Temmy.
Menkop ingin Dirikan Holding UKM
Sementara itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki, berencana membentuk holding UKM dengan harapan akan lebih banyak lagi UKM yang dapat melantai di bursa saham.
Pada tahun 2024 ini, Menteri Teten menargetkan sedikitnya 10 UKM dapat melantai di bursa saham.
Menurut Teten, pelaku UKM yang berhasil melantai di bursa akan mendapatkan berbagai manfaat, termasuk kemampuan untuk mengembangkan kapasitas usaha mereka menjadi usaha besar melalui pendanaan.
“UKM dapat mencari pembiayaan yang lebih murah dan besar di Pasar Modal agar dapat berakselerasi. Jadi, ayo semangat untuk naik kelas, dan salah satu caranya adalah dengan IPO. Kami menargetkan 10 UKM bisa berhasil IPO (Initial Public Offering) tahun ini,” ujar Menteri Teten dalam siaran persnya yang dikutip, Sabtu, 20 Juli 2024.
Untuk mencapai target tersebut, Kemenkop UKM bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) berkomitmen untuk meningkatkan langkah sosialisasi guna mendorong pelaku UKM melantai di Bursa.
“Kami sepakat jemput bola. Salah satunya melalui acara ini untuk mengajak UKM. Ayo, jangan takut masuk bursa," kata Menteri Teten.
Selain itu, lanjut Menteri Teten, pihaknya sedang menawarkan berbagai solusi bagi pelaku UKM untuk melaksanakan IPO, salah satunya dengan membentuk holding usaha.
“Saya mengajak usaha sejenis untuk membuat holding. Jadi, usaha sejenis digabungkan supaya IPO sehingga ada akselerasi. Di Bursa ada Papan Akselerasi. Supaya cepat jangan sendiri-sendiri. Kami ingin UKM itu berdampingan, bergabung, dan melakukan IPO. Ini juga salah satu alternatif selain menggandeng investor,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengungkapkan bahwa hingga saat ini sudah ada 44 perusahaan aset skala kecil dan menengah yang melantai di bursa melalui Papan Akselerasi.
“Sejak 2019, BEI sudah membuat suatu papan perdagangan khusus bagi perusahaan aset kecil dan menengah. Ada Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Ekonomi Baru. Untuk perusahaan kecil dan menengah, kami buat Papan Akselerasi yang saat ini jumlahnya 44 perusahaan. Bahkan, sudah ada satu perusahaan yang promosi ke Papan Pengembangan pada November 2023,” kata Iman.
Menurutnya, perusahaan di Papan Akselerasi memiliki aset rata-rata di atas Rp10 miliar dan yang terbesar mencapai sekitar Rp250 miliar. Aset di bawah angka tersebut dapat memanfaatkan fasilitas Securities Crowdfunding untuk pembiayaan.
Iman juga menambahkan bahwa BEI telah memiliki IDX Incubator yang berfungsi sebagai tempat untuk memfasilitasi perusahaan yang ingin mempelajari proses IPO.
“IDX Incubator sudah ada di Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Kami fasilitasi perusahaan yang mau belajar proses IPO, seperti membuat laporan keuangan dan bertemu investor. Kami siapkan tenaga ahlinya dan menjembatani perkenalan dengan profesi penunjang pasar modal, seperti underwriter, kantor akuntan publik, kantor hukum, notaris, dan lainnya,” jelasnya.
President Director Run System, Sony Rachmadi Purnomo, menceritakan pengalamannya sebagai salah satu pelaku UKM di bidang penyedia software teknologi yang berhasil melantai di bursa pada September 2021. Menurutnya, melantai di bursa membawa banyak manfaat dalam perkembangan bisnisnya, terutama dalam mendapatkan kepercayaan pelanggan.
“Sejak kami melantai, integritas kami meningkat dan dipercaya oleh pelanggan kami. Karena yang kami tawarkan adalah jasa, dengan IPO kami semakin percaya diri untuk memasarkan produk kami. Ini menjadi momentum bagi kami untuk meningkatkan skala bisnis,” ungkap Sony.
Sony mengaku tidak mengalami kesulitan dalam proses persiapan sebelum melantai, karena mendapatkan bantuan dari IDX Incubator. Sepanjang proses tersebut, perusahaannya dibantu secara teknis untuk menyiapkan dokumen persyaratan hingga berhasil melantai.
“Awalnya memang sedikit bingung karena ini pertama kali, tapi semua bisa berjalan karena ada bimbingan untuk menyesuaikan aturan yang ada untuk persyaratan-persyaratan,” ujarnya. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.