KABARBURSA.COM - Harga emas global mencetak rekor baru pada perdagangan Kamis waktu New York, atau Jumat pagi WIB, 17 Oktober 2025, menembus level USD4.300 per ons untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Lonjakan tajam ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap ketegangan geopolitik dan perdagangan antara Amerika Serikat dan China, serta meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve.
Dalam kondisi tersebut, investor secara agresif beralih ke aset safe-haven seperti emas, yang dinilai lebih stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Berdasarkan data Reuters dan Bloomberg, emas spot melesat 2,62 persen menjadi USD4.317,79 per ons pada Jumar dini hari WIB, sedangkan emas berjangka AS untuk kontrak Desember naik 2,5 persen ke USD4.304,60 per ons. Emas berjangka bahkan sempat menyentuh rekor USD4.328,70.
Kenaikan ini memperpanjang tren positif logam mulia yang telah menguat lebih dari 60 persen sepanjang 2025. Hal ini memperpanjang catatan performa tahunan terbaik emas dalam sejarah modern.
Reli harga emas ini didorong oleh kombinasi berbagai faktor yang saling memperkuat. Pertama, ketegangan perdagangan AS–China meningkat tajam setelah Washington menuduh Beijing memperluas kontrol ekspor logam tanah jarang (rare earths) yang penting bagi rantai pasok global.
Ketegangan ini meningkatkan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi dan pasokan industri teknologi, mendorong investor mencari perlindungan pada emas.
Kedua, ekspektasi kuat terhadap pemangkasan suku bunga Federal Reserve memperbesar daya tarik emas, karena logam mulia ini tidak memberikan imbal hasil tetap dan cenderung menguat dalam lingkungan suku bunga rendah.
Data dari pasar berjangka menunjukkan peluang 98 persen bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Oktober. Juga, peluang 95 persen untuk pelonggaran lanjutan pada Desember.
Ekspektasi ini memperlemah dolar AS dan menekan imbal hasil obligasi, yang pada gilirannya mendukung harga emas.
Selain itu, faktor fundamental lain seperti pembelian besar-besaran oleh bank sentral global, tren de-dollarisation, dan arus masuk kuat ke ETF berbasis emas turut memperkuat reli harga. Bank-bank sentral di Asia dan Timur Tengah disebut meningkatkan cadangan emas sebagai upaya diversifikasi dari dolar AS.
Prediksi Target Harga Emas Naik
Menurut analis MarketPulse dari OANDA Zain Vawda, harga emas berpotensi melanjutkan penguatan hingga menembus USD5.000 per ons apabila ketegangan AS–China terus meningkat dan kebijakan moneter global tetap longgar.
Sementara itu, HSBC menaikkan proyeksi rata-rata harga emas tahun 2025 menjadi USD3.355 per ons, dengan alasan meningkatnya permintaan aset aman di tengah ketidakpastian geopolitik dan prospek ekonomi global yang melemah.
Dari sisi makroekonomi, penutupan sebagian pemerintahan AS (government shutdown) menambah tekanan terhadap sentimen pasar. Keterlambatan publikasi data ekonomi utama seperti inflasi dan ketenagakerjaan menimbulkan kekhawatiran tentang prospek pertumbuhan ekonomi AS.
Perak dan Paladium Melonjak
Pejabat Departemen Keuangan memperkirakan penutupan tersebut bisa mengurangi output ekonomi hingga USD15 miliar per pekan.
Kenaikan harga emas juga diikuti oleh reli di pasar logam lainnya. Harga perak naik 1,4 persen ke USD53,83 per ons, sempat menyentuh rekor USD54,15, didorong oleh pasokan fisik yang ketat di pasar London.
Platinum naik 3 persen ke USD1.704,10, sedangkan paladium melonjak 3,2 persen ke level yang sama, memperlihatkan momentum positif di seluruh kompleks logam mulia.
Secara keseluruhan, pasar logam menunjukkan tren bullish yang kuat, dipimpin oleh emas sebagai indikator utama ketidakpastian ekonomi global. Kombinasi antara geopolitik yang tegang, ekspektasi suku bunga rendah, serta melemahnya dolar AS menciptakan kondisi ideal bagi reli harga emas berlanjut dalam jangka menengah hingga akhir tahun.(*)