Logo
>

Aksi Lepas Saham RI, Pengamat: Hanya Ingin Selamatkan Aset

Ditulis oleh Yunila Wati
Aksi Lepas Saham RI, Pengamat: Hanya Ingin Selamatkan Aset

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Investor asing ramai-ramai menjual sahamnya di Indonesia dalam beberapa hari terakhir ini. Tercatat, sehari kemarin, Rabu, 13 November 2024, aksi net sell atau jual bersih asing mencapai Rp692,62 miliar di seluruh pasar.

    Meskipun terjadi pembelian bersih di pasar tunai dan negosiasi sebesar Rp123,54 miliar, aksi jual di pasar reguler tetap dominan dengan nilai Rp816,16 miliar.

    Aksi jual asing di pasar saham RI tidak terjadi dalam satu hari saja. Dalam sepekan terakhir, total penjualan bersih asing telah mencapai Rp7,17 triliun di seluruh pasar. Sebagian besar aksi jual ini terjadi di pasar reguler, mencapai Rp6,98 triliun. Sementara di pasar tunai dan negosiasi sebesar Rp191,29 miliar.

    Lebih mengejutkan lagi, dalam satu bulan terakhir penjualan bersih asing bahkan mencapai Rp12,59 triliun. Dengan rincian Rp11,6 triliun di pasar reguler dan Rp997,37 miliar di pasar tunai-negosiasi. Angka ini menunjukkan skala besar dari aksi keluar dana asing yang tengah berlangsung.

    Menangapi ini, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat untuk periode 2025-2029, pasar keuangan Indonesia merasakan dampak signifikan.

    Salah satu imbas utama terlihat pada aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing di saham-saham besar, terutama di sektor perbankan.

    "Investor asing telah melepas saham-saham besar di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir, dengan fokus utama pada saham perbankan seperti BRI, BCA, dan Mandiri," kata Ibrahim kepada Kabarbursa.com lewat sambungan seluler, Kamis, 14 November 2024.

    Saham BBRI, misalnya, dilepas dengan nilai penjualan mencapai Rp86,6 miliar hanya dalam satu hari.

    Menurut Ibrahim Assuaibi, aksi jual ini erat kaitannya dengan ketidakpastian pasar global yang dipicu oleh kemenangan Donald Trump di Pemilu Amerika Serikat, dan kebijakan-kebijakan yang ia usung.

    "Donald Trump dikenal sebagai sosok yang cenderung memicu inflasi melalui kebijakan ekonominya, terutama perang dagang yang dilancarkan terhadap Tiongkok dan beberapa negara lainnya," ujar dia.

    Ibrahim menjelaskan, perang dagang yang dilanjutkan oleh Trump mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi global, khususnya di pasar negara berkembang seperti Indonesia. Harga komoditas global jatuh yang berimbas langsung pada sektor-sektor seperti pertambangan dan finansial, yang bergantung pada perbankan untuk pendanaan.

    "Kebijakan Trump yang keras terhadap perdagangan internasional, terutama dengan Tiongkok, akan membuat harga komoditas jatuh. Akibatnya, perusahaan-perusahaan komoditas yang bergantung pada pembiayaan dari perbankan akan mengalami kesulitan dan ini membuat saham perbankan tertekan," jelasnya.

    Salah satu dampak dari kebijakan inflasioner Trump adalah penguatan dolar AS. Kenaikan suku bunga dan ekspektasi inflasi yang lebih tinggi di Amerika Serikat membuat aset berdenominasi dolar menjadi lebih menarik bagi investor.

    Hal ini memicu aksi jual di pasar saham Indonesia, di mana investor lebih memilih memindahkan modal mereka ke pasar AS yang dianggap lebih aman dan menguntungkan dalam jangka pendek.

    "Investor takut akan ketidakpastian kebijakan Trump yang bisa memicu inflasi tinggi. Oleh karena itu, terjadi arus keluar modal besar-besaran dari pasar Indonesia, terutama di sektor perbankan dan komoditas. Ini karena perusahaan di sektor tersebut bergantung pada pembiayaan dari bank dan menghadapi risiko gagal bayar akibat kenaikan dolar," tambah Ibrahim.

    Ibrahim memproyeksikan, bahwa koreksi di pasar saham Indonesia kemungkinan besar akan berlanjut hingga Trump resmi dilantik pada 20 Januari 2025. Apalagi, selama masa transisi Trump telah mulai membentuk kabinet dengan menunjuk pejabat yang dikenal memiliki pandangan keras. Salah satu contohnya, menunjuk menteri pertahanan yang berasal dari kalangan sipil pro-Trump dan kebijakan-kebijakan yang lebih condong mendukung kepentingan dalam negeri Amerika Serikat.

    "Pasar global sangat tidak suka dengan ketidakpastian, dan keputusan Trump untuk menunjuk pejabat yang tidak populer di kalangan investor hanya memperburuk situasi. Penunjukan menteri yang pro-Israel juga memperparah sentimen negatif di pasar Asia," jelas Ibrahim.

    Intervensi BI tidak Cukup Menahan Tekanan

    Bank Indonesia (BI) telah melakukan berbagai intervensi di pasar, mulai dari menjaga stabilitas nilai tukar rupiah hingga membeli obligasi pemerintah untuk menstabilkan pasar obligasi. Namun, langkah-langkah ini belum cukup untuk mengatasi tekanan eksternal yang terus membesar.

    Ibrahim menekankan bahwa faktor eksternal yang lebih kuat, seperti kebijakan moneter AS dan ketidakpastian global, memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap pasar Indonesia.

    "BI sudah melakukan berbagai langkah intervensi, mulai dari pasar saham hingga obligasi. Namun, dengan ketidakpastian global yang tinggi dan kondisi domestik yang juga berisiko, IHSG dan rupiah tetap tertekan," ujar dia.

    Ibrahim menyatakan bahwa aksi jual bersih oleh investor asing kemungkinan akan terus berlanjut hingga pelantikan Trump di 20 Januari 2025. Setelah masa transisi selesai dan kebijakan ekonomi Trump lebih jelas, pasar mungkin akan mulai stabil.

    Namun, hingga saat itu Indonesia harus siap menghadapi ketidakpastian pasar yang lebih besar dan potensi tekanan lebih lanjut pada saham-saham besar, khususnya di sektor perbankan dan komoditas.

    Selain itu, dengan pengaruh eksternal yang lebih dominan saat ini, seperti ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed dan kebijakan pro-inflasi Trump, investor perlu berhati-hati dalam menempatkan investasi mereka di pasar modal Indonesia.

    "Pasar masih akan melihat bagaimana kebijakan ekonomi Trump yang sebenarnya, dan sampai itu terjadi, volatilitas di pasar keuangan Indonesia akan terus berlanjut," tutup Ibrahim.

    Saham-saham yang Dilepas Asing

    Saham-saham di sektor perbankan, yang selama ini menjadi andalan investor asing di Indonesia, kembali menjadi target utama penjualan.

    Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi yang paling banyak dilego asing pada hari kemarin, dengan nilai mencapai Rp 86,6 miliar.

    Saham bank besar lainnya seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga turut mengalami aksi jual besar oleh investor asing, masing-masing sebesar Rp73,5 miliar dan Rp50,3 miliar.

    Selain sektor perbankan, saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) juga menjadi salah satu yang dilepas oleh asing, dengan nilai penjualan mencapai Rp65,3 miliar.

    Saham-saham lain seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) juga tak luput dari aksi jual.

    Tingginya arus keluar dana asing ini menjadi catatai khusus bagi Bank Indonesia. Selama periode 4-7 November 2024, dana asing sebesar Rp10,23 triliun keluar dari tiga instrumen utama dalam negeri, yaitu saham, Surat Berharga Negara (SBN), dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

    Dari jumlah tersebut, Rp2,29 triliun berasal dari pasar saham, Rp4,66 triliun dari SBN, dan Rp3,28 triliun dari SRBI.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79