KABARBURSA.COM – Aktivitas manufaktur China masih menunjukkan pelemahan pada Juni 2025. Ini menjadi bulan ketiga berturut-turut industri manufaktur di negara itu mengalami kontraksi, di tengah bayang-bayang friksi dagang yang belum sepenuhnya mereda antara Beijing dan Washington.
Data yang dirilis Biro Statistik Nasional China yang dikutip The Wall Street Journal pada Senin, 30 Juni 2024, mencatat Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur resmi sebesar 49,7, sedikit membaik dari posisi Mei di angka 49,5. Angka tersebut sesuai dengan perkiraan ekonom yang disurvei Wall Street Journal, namun tetap berada di bawah ambang 50 yang menandai batas antara ekspansi dan kontraksi.
PMI Juni menjadi pembacaan penuh pertama sejak kesepakatan gencatan dagang antara China dan Amerika Serikat tercapai di London. Meski ketegangan mereda, tarif impor Amerika terhadap barang-barang China masih berlaku dan terus membebani sektor industri.
Sejumlah data sebelumnya juga menunjukkan bahwa ekonomi China mulai kehilangan momentum pada Mei lalu. Kendati begitu, pejabat di Beijing tampak belum terlalu khawatir.
Perdana Menteri China, Li Qiang, dalam pernyataan pekan lalu, menilai indikator ekonomi menunjukkan perbaikan pada kuartal kedua tahun ini, meski tantangan eksternal belum sepenuhnya hilang. Nada kebijakan Bank Sentral pun terlihat mulai berubah, dari yang sebelumnya cenderung akomodatif menjadi lebih berhati-hati.
Dalam riset terbaru, para ekonom Goldman Sachs memperkirakan pertemuan Politbiro pada Juli mendatang tidak akan menghasilkan stimulus besar-besaran. “Langkah pelonggaran berikutnya kemungkinan akan bersifat sektoral dan terfokus, seperti pada pasar tenaga kerja dan properti,” tulis mereka.
Sejumlah sub-indeks dalam laporan PMI terbaru menunjukkan perbaikan ringan. Indeks produksi naik menjadi 51,0 dari 50,7 pada Mei. Indeks pesanan baru kembali ke zona ekspansi, naik ke 50,2 dari 49,8. Sementara itu, pesanan ekspor baru meningkat ke 49,7 dari sebelumnya 47,5.
Di luar sektor pabrik, aktivitas non-manufaktur yang mencakup jasa dan konstruksi juga menunjukkan sedikit peningkatan. PMI non-manufaktur tercatat di angka 50,5 pada Juni, naik dari 50,3 pada bulan sebelumnya.
Meski demikian, sejumlah analis tetap berhati-hati dalam membaca arah pemulihan ekonomi China. Zichun Huang, ekonom dari Capital Economics, mencatat bahwa pertumbuhan ekspor yang melambat serta berakhirnya efek dorongan fiskal dapat memperlambat laju ekonomi pada paruh kedua tahun ini.
Para ekonom menilai pemerintah Beijing pada akhirnya akan butuh stimulus yang lebih agresif untuk mencapai target pertumbuhan tahunan di kisaran lima persen. Hal ini mengingat masih dalamnya krisis properti dan kondisi pasar tenaga kerja yang belum membaik.(*)