Logo
>

Alasan Tingginya Investasi Asing di RI: Kesenjangan Tabungan Domestik

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Alasan Tingginya Investasi Asing di RI: Kesenjangan Tabungan Domestik

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Perekonomian Edy Priyono merespon pandangan sejumlah pihak yang kurang mendukung kehadiran investasi asing.

    Dia menekankan investasi asing merupakan hal yang penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mengingat kehadiran investasi asing di Indonesia bukanlah pilihan, melainkan suatu keharusan akibat kesenjangan antara kebutuhan investasi dan tabungan nasional.

    Fenomena tersebut dia katakan sebagai saving investment gap yang mana terjadi ketika kebutuhan investasi suatu negara jauh melebihi tabungan domestik

    "Sebenarnya investasi asing ini terpaksa dalam arti begini, ada yang namanya saving investment gap," katanya dalam Seminar Nasional Evaluasi 1 Dekade Pemerintahan Jokowi, Jakarta, Kamis 3 Oktober 2024.

    Edy menjelaskan bahwa konsep saving investment gap didasarkan pada pemahaman bahwa idealnya investasi berasal dari tabungan. Dana yang disimpan masyarakat di bank seharusnya disalurkan oleh perbankan dalam bentuk kredit, yang kemudian digunakan untuk membiayai investasi.

    "Jadi harusnya ada keseimbangan antara saving dengan investment. Nah di kita tidak. Kita punya kebutuhan investasi yang jauh lebih besar daripada saving kita," jelas dia.

    Kondisi inilah yang menyebabkan munculnya saving investment gap. Sehingga investasi asing kemudian menjadi penting untuk menutup kesenjangan tersebut, terutama ketika dana dalam negeri tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi yang semakin besar.

    "Nah oleh karena itu, investasi asing ini menjadi penting ketika dana dalam negeri tidak cukup untuk kemudian memenuhi kebutuhan investasi kita yang semakin besar," ujar dia.

    Selain itu, Edy menyinggung mengenai Incremental Capital Output Ratio (ICOR), yang menjadi indikator efisiensi ekonomi. Menurutnya, ICOR Indonesia saat ini relatif tinggi, yang berarti semakin besar investasi yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen.

    "Semakin tinggi ICOR, semakin tidak efisien perekonomian kita, karena kita membutuhkan investasi yang lebih besar untuk menghasilkan pertumbuhan yang sama," katanya.

    Meski begitu, Edy mengakui bahwa menurunkan ICOR bukanlah pekerjaan mudah. Menurutnya butuh langkah-langkah konsisten dan berjangka panjang.

    Ia juga menjelaskan bahwa I-Core Indonesia saat ini relatif tinggi, dengan angka yang ideal seharusnya berada di 4, namun Indonesia sudah mencapai angka 6.

    "Ini adalah PR yang tidak mudah diselesaikan, karena membutuhkan langkah konsisten dan jangka panjang," kata dia.

    Meskipun Indonesia menghadapi tantangan efisiensi dan kebutuhan investasi yang semakin besar, Edy menegaskan bahwa upaya ini perlu terus dilanjutkan demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta menciptakan lapangan kerja yang dibutuhkan.

    Bahkan untuk menciptakan lapangan kerja ada tantangan lain, yaitu disrupsi teknologi. Namun, ia menekankan bahwa intinya, inefisiensi perekonomian masih menjadi tantangan yang terus dihadapi hingga saat ini dan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.

    "Tapi intinya ini salah satu yang membuat kita butuh investasi yang semakin besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan juga untuk menciptakan lapangan kerja," pungkasnya.

    Ekonomi Terbesar Asean

    Indonesia, sebagai negara ekonomi terbesar di ASEAN, memiliki potensi yang sangat besar dalam menarik investasi asing. Namun, meskipun posisinya yang strategis, rupanya Indonesia kalah menawan dibandingkan Singapura. Aliran dana investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga itu.

    Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani, mengungkapkan bahwa total investasi yang masuk ke ASEAN mencapai hampir USD300 miliar, dengan sekitar setengahnya, atau lebih tepatnya antara USD280 miliar hingga USD220 miliar, mengalir ke Singapura. Sementara itu, Indonesia hanya menerima sekitar 10 persen dari total FDI tersebut.

    Rosan mencatat bahwa meskipun Indonesia menyumbang hampir 40 persen dari total ekonomi ASEAN dan memiliki populasi sekitar 640 juta jiwa yang hampir 40 persen berada di Indonesia, daya tarik investasi asing masih belum optimal.

    Selain itu, luas lahan di Indonesia juga mencakup hampir 40 persen dari total luas lahan ASEAN, menandakan adanya potensi besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan.

    Menurut Rosan, kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat signifikan. Sekitar 54 sampai 55 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia berasal dari konsumsi domestik, sementara 28 persen berasal dari investasi.

    Sisa pertumbuhan dihasilkan dari belanja pemerintah, ekspor-impor, dan komponen lainnya. Dengan meningkatnya investasi, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, terutama dalam konteks Indonesia yang berupaya untuk keluar dari status negara menengah dan menuju negara berpendapatan tinggi.

    Rosan juga menyoroti pentingnya periode bonus demografi yang tengah dinikmati Indonesia, yang puncaknya diperkirakan akan berakhir pada tahun 2039-2040. Hal ini menciptakan jendela peluang yang berharga bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dan memperkuat pertumbuhan ekonomi.

    Potensi investasi asing di Indonesia masih sangat besar, dan pemerintah perlu terus berupaya menciptakan iklim investasi yang lebih baik untuk menarik lebih banyak aliran dana. Dengan upaya yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi dan posisi ekonominya yang kuat untuk mencapai status negara berpendapatan tinggi.

    Keberhasilan dalam menarik investasi tidak hanya akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga akan membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.