Logo
>

Anggota DPR tanpa Rumah Dinas, Tunjangan Tidak Mendesak

Ditulis oleh Dian Finka
Anggota DPR tanpa Rumah Dinas, Tunjangan Tidak Mendesak

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Awalil Rizky, ekonom senior Bright Institute, menilai pemberian tunjangan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pengganti rumah dinas (rumdin) saat ini tidak mendesak.

    Sebab, menurut Awalil, alasan utama di balik tunjangan ini adalah kondisi rumdin di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan yang dianggap tidak layak.

    "Alasan yang dikemukakan adalah tidak layaknya lagi perumahan dinas (DPR) di Kalibata yang tersedia saat ini. Dengan diambil alih lagi sebagai aset Kementerian Keuangan dan Sekretariat Negara, maka sudah menjadi hak anggota DPR memperoleh kompensasi lain," jelas Awalil kepada Kabarbursa.com, Rabu, 9 Oktober 2024.

    Meskipun demikian, kebijakan ini tidak dapat sepenuhnya dikaitkan dengan rendahnya akses rumah tangga terhadap hunian layak di Indonesia. 

    Permasalahan hunian layak memerlukan kebijakan yang lebih menyeluruh, termasuk dari segi produksi dan pembiayaan, yang skalanya jauh lebih besar.

    "Jika dalam kaitan anggaran belanja keseluruhan Pemerintah, maka salah satu kuncinya adalah akan diapakan perumahan yang sudah ada itu. Apakah bisa diperbaiki dan dimanfaatkan untuk hal lain," tegasnya.

    Awalil juga menambahkan, dengan 580 anggota DPR, total alokasi untuk tunjangan rumah bisa mencapai sekitar Rp348 miliar per tahun.  Jika dibandingkan dengan anggaran DPR dalam APBN 2025 yang telah dialokasikan sebesar Rp6.690 miliar.

    "Menurut saya tidak terlampau membebani keuangan negara jika diambilkan dari yang telah dialokasikan itu," ujarnya.

    Namun, kebijakan ini tetap memicu diskusi mengenai seberapa besar kebutuhan tunjangan tersebut, mengingat sudah ada anggaran besar yang dialokasikan untuk DPR dalam APBN. 

    "Pertanyaannya adalah apakah tunjangan ini akan meningkatkan kinerja atau hanya menambah beban anggaran, meski dalam batas yang dianggap masih dapat ditanggung oleh negara," imbuhnya.

    Tak Ada Lagi Rumah Jabatan

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya, mengatakan anggota DPR periode 2024-2029 tidak akan mendapat fasilitas rumah jabatan. Sebagai gantinya, mereka akan menerima tunjangan perumahan selama masa jabatan.

    Dasco menuturkan, hingga saat ini belum ada kepastian mengenai penyediaan rumah dinas, termasuk untuk para pimpinan DPR. “Sampai sekarang saya belum menerima kabar soal rumah dinas pimpinan,” kata Dasco.

    Ia mengonfirmasi dirinya telah mengembalikan rumah dinas pimpinan beserta fasilitasnya kepada Sekretariat Jenderal DPR RI dan kini tinggal di rumah pribadi. “Saya sudah mengembalikan dan sekarang tinggal di rumah sendiri,” katanya.

    Mengenai tunjangan perumahan bagi anggota, Dasco menyebut hal itu akan segera dibahas dalam waktu dekat. “Mungkin tunjangan dan hal lain baru akan dibahas minggu depan,” ujarnya. Dasco menambahkan, rapat baru akan digelar setelah agenda pemilihan pimpinan DPR dan MPR selesai.

    Sekretariat Jenderal DPR RI sebelumnya telah menerbitkan surat yang memastikan anggota DPR RI periode 2024-2029 tidak akan menerima rumah jabatan, melainkan tunjangan perumahan. Keputusan ini tertuang dalam surat Nomor B/733/RT.01/09/2024 yang diterbitkan pada 25 September 2024.

    “Anggota DPR RI periode 2024-2029 akan diberikan tunjangan perumahan dan tidak diberikan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA),” kata Sekjen DPR RI Indra Iskandar.

    Kontroversi Rumah Jabatan DPR

    Di tengah pembahasan tunjangan perumahan bagi anggota DPR, isu pengadaan fasilitas di rumah jabatan sebelumnya sempat heboh. Pengelolaan anggaran rumah jabatan menjadi sorotan, termasuk pengadaan gorden untuk rumah-rumah dinas DPR yang disinyalir tidak transparan dan berpotensi menimbulkan kecurangan.

    Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam catatan kritisnya menyoroti pengadaan gorden di rumah jabatan DPR RI yang dilakukan pada anggaran 2022. Mengutip laporan ICW, Jumat, 4 Oktober 2024, pengadaan ini dinilai tidak transparan dan berpotensi menimbulkan kecurangan.

    ICW menemukan bahwa anggaran sebesar Rp48,75 miliar yang dialokasikan untuk penggantian gorden di 505 rumah jabatan tidak menjelaskan secara rinci volume pekerjaan, melanggar prinsip pengadaan barang/jasa terkait transparansi.

    Menurut ICW, ada indikasi pengadaan tersebut mengarah pada pemenang tertentu, karena dari 49 perusahaan yang mendaftar dalam tender, hanya tiga yang memasukkan penawaran. Dari ketiga perusahaan tersebut, hanya satu yang memiliki izin usaha dalam dekorasi interior, sementara dua perusahaan lainnya tidak memenuhi kualifikasi.

    Selain itu, ICW mencatat pengadaan gorden serupa pernah dilakukan pada tahun 2016, namun Sekretariat Jenderal DPR RI menyatakan bahwa tidak ada pergantian gorden sejak tahun 2009, memunculkan dugaan adanya pengulangan pengadaan yang tidak diperlukan.

    ICW juga menghitung harga gorden dan blind yang dipasang terindikasi terlalu mahal, dengan perkiraan biaya mencapai Rp96 juta per rumah. Padahal, harga pasaran gorden dan blind berkisar sekitar Rp20 juta per rumah.

    Hal ini membuat ICW mendesak agar Sekretariat Jenderal DPR RI membuka dokumen pengadaan dan menghentikan sementara proses pengadaan untuk memberikan kesempatan bagi penyedia yang memenuhi kualifikasi. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.