Logo
>

Anti-Dumping Bukan Masalah: Justru Solusi

Inilah momentum untuk mengoreksi pasar yang selama ini timpang akibat serbuan barang impor murah

Ditulis oleh Dian Finka
Anti-Dumping Bukan Masalah: Justru Solusi
Ilustrasi industri benang dan tekstil. Foto: dok KabarBursa.com

KABARBURSA.COM – Kebijakan pemerintah terkait rencana pemberlakuan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap produk polyester oriented yarn (POY) dan draw textured yarn (DTY) menuai polemik. Di satu sisi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengingatkan potensi terganggunya iklim persaingan usaha.

Namun di sisi lain, pelaku industri hulu tekstil menilai justru inilah momentum untuk mengoreksi pasar yang selama ini timpang akibat serbuan barang impor murah.

Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menegaskan bahwa penerapan BMAD bukan sekadar kebijakan fiskal biasa, tapi langkah konkret untuk menegakkan keadilan di sektor industri.

“Harusnya persaingan usaha itu sehat. Dan dalam konteks ini, pemerintah lewat Kementerian Perdagangan sudah menjalankan tugasnya secara legal dan profesional. Mereka punya bukti bahwa praktik dumping memang terjadi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat 30 Mei 2025.

Industri Lokal Mati Satu per Satu

Redma menjelaskan bahwa dumping bukan sekadar istilah teknis, melainkan ancaman nyata bagi kelangsungan industri nasional. Menurutnya, serbuan produk impor dengan harga di bawah pasar telah menyebabkan banyak pabrik tekstil dalam negeri menghentikan produksi. Imbasnya, hanya satu perusahaan besar yang terlihat mendominasi pasokan POY di Indonesia saat ini.

“Sebenarnya ada lima produsen lokal POY. Tapi karena harga impor terlalu murah, tiga tutup dan satu lagi nyaris tidak beroperasi. Jadi wajar kalau sekarang kelihatan cuma satu yang eksis,” kata Redma.

Dengan demikian, klaim KPPU soal dominasi pasar oleh satu perusahaan justru merupakan konsekuensi dari tidak adanya perlindungan terhadap industri hulu dari praktik dumping.

“Kalau tidak dilindungi, yang lain mati semua. Bukan salah satu pemain yang dominan, tapi memang pemain lain sudah dilumpuhkan pasar,” tambahnya.

BMAD untuk Pulihkan Persaingan Sehat

Redma menyebut bahwa tujuan utama penerapan BMAD adalah memulihkan level persaingan yang sehat. Dengan harga yang adil, perusahaan-perusahaan lokal bisa kembali hidup dan mengisi pasar domestik secara berimbang.

“Kalau tiga perusahaan yang tutup itu bisa hidup lagi, kita bisa produksi sekitar 430 ribu ton POY per tahun. Sekitar 300 ribu ton untuk keperluan internal industri tekstil, sisanya 130 ribu ton bisa gantiin produk impor,” jelasnya.

Artinya, Indonesia bisa mandiri dalam pasokan POY, sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan baku luar negeri. Redma juga memastikan bahwa industri lokal siap bersaing asal berada pada level playing field yang setara.

“Kami tidak minta harga dinaikkan, kami hanya minta harga yang adil. Karena sekarang ada produk dijual USD0,95 per kilo, padahal harga normalnya USD1,15 sampai USD1,20. Itu jelas predatory pricing,” katanya tegas.

BMAD Didukung Bukti dan Prosedur Hukum

Redma menepis anggapan bahwa kebijakan ini bersifat proteksionis. Ia menyebut BMAD bukan didasarkan pada opini, tetapi hasil penyelidikan resmi oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), lembaga pemerintah yang punya kewenangan hukum untuk menangani isu dumping.

“Jadi ini bukan asumsi industri. Ini hasil investigasi resmi dari otoritas. Ada dasar hukumnya, ada prosedurnya, dan ada buktinya,” ucap Redma.

Menanggapi kekhawatiran KPPU, Redma mengimbau agar lembaga pengawas persaingan usaha itu bisa melihat konteks yang lebih luas, bahwa tujuan kebijakan ini justru untuk memulihkan ekosistem industri, bukan menambah hambatan pasar.

“Saya rasa KPPU belum nangkep soal ini. Ini sebenarnya soal predatory pricing. Dengan komunikasi yang baik, saya yakin kita bisa satu visi: lindungi industri lokal, pulihkan persaingan sehat,” tutup Redma.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.