Logo
>

APBN tak Capai Target, Kredit Perbankan Terancam Stagnan

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
APBN tak Capai Target, Kredit Perbankan Terancam Stagnan
Target ambisius pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2025 diprediksi sulit tercapai jika laju pertumbuhan kredit perbankan tetap stagnan. Foto dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

KABARBURSA.COM - Target ambisius pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2025 diprediksi sulit tercapai jika laju pertumbuhan kredit perbankan tetap stagnan. 

Untuk diketahui, target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 yang ditetapkan sebesar 5,2 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Sementara saat ini ekonomi Indonesia melambat pada pada kuartal I 2025 hanya 4,87 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy).

Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menilai pertumbuhan ekonomi akan sulit tercapai jika laju pertumbuhan kredit perbankan tetap stagnan. Kondisi perbankan saat ini belum mampu menopang kebangkitan investasi domestik, khususnya untuk sektor-sektor krusial seperti manufaktur dan padat karya.

Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit pada Maret 2025 melambat dari pertumbuhan bulan sebelumnya. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pertumbuhan kredit pada maret sebesar 9,16 persen yoy, lebih rendah dari Februari lalu yang sebesar 10,30 persen.

“Target pertumbuhan ekonomi APBN 2025 bisa dipastikan hampir mustahil untuk dicapai jika pertumbuhan kredit tetap stagnan atau di bawah 9 persen,” ujar Andri kepada KabarBursa.com Jumat, 9 Mei 2025.

Menurut Andri, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun berjalan sangat ditentukan oleh kinerja pada kuartal pertama, yang biasanya menjadi determinasi untuk kuartal-kuartal selanjutnya. Oleh karena itu, jika kredit tetap lemah, maka konsekuensinya akan berpengaruh signifikan terhadap pembentukan modal dalam negeri (PMDN).

“Jika pertumbuhan kredit terus menurun, maka PMDN yang menjadi komponen utama pertumbuhan PDB akan sangat terpengaruhi,” tegasnya.

Sektor Padat Karya Tersingkir, Kredit Mengalir ke Proyek Mercusuar

Lebih jauh, Andri mengungkapkan bahwa perbankan tidak memiliki insentif yang cukup untuk menyalurkan kredit ke sektor padat karya seperti manufaktur. Salah satu hambatannya adalah tingginya biaya modal akibat suku bunga tinggi, yang membuat sektor-sektor ini kurang menarik secara profitabilitas.

Ia menjelaskan bahwa sektor manufaktur yang merupakan penyerap tenaga kerja besar, sudah lama menghadapi tekanan dari biaya dana mahal. Selain itu, sektor ini juga cenderung memiliki nilai cost of risk (COR) yang tinggi, sehingga bunga bank yang ditawarkan juga ikut melonjak, membuat penyaluran kredit ke sektor ini semakin terbatas.

“Biaya modal yang tinggi dari tingginya suku bunga, ditambah profitabilitas dan nilai COR sektor-sektor ini, sektor manufaktur, yang membuat mereka menerima bunga bank yang relatif jauh lebih tinggi,” paparnya.

Di sisi lain, Andri menilai pemerintah tampak lebih fokus mengarahkan bank-bank milik negara (Himbara) untuk mendanai proyek-proyek besar milik pusat, ketimbang membangun fondasi ekonomi lewat sektor produktif dan padat karya.

“Dari sisi pemerintah sendiri tampaknya sedang sibuk untuk berencana mengarahkan bank-bank himbara untuk proyek-proyek mercusuar pemerintah pusat daripada sektor-sektor krusial tadi,” ujarnya.

Andri pun mengingatkan ketergantungan terhadap proyek jangka panjang berbiaya besar namun kurang menciptakan efek pengganda dalam jangka pendek, bisa memperparah stagnasi ekonomi. Sementara itu, pelambatan kredit menjadi gejala mandeknya sirkulasi modal dalam negeri.

BI Suntik Rp291,8 Triliun ke Perbankan

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa hingga minggu kedua Maret 2025, Bank Indonesia telah menyalurkan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) sebesar Rp291,8 triliun kepada berbagai kelompok bank. Dari total insentif tersebut, bank-bank BUMN menerima Rp125,7 triliun, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Rp132,8 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Rp27,9 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) Rp5,4 triliun.

“Insentif ini dialokasikan ke berbagai sektor prioritas seperti pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan, manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata, ekonomi kreatif, serta pembiayaan bagi UMKM, Ultra Mikro, dan sektor hijau,” jelas Perry dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit juga didukung oleh kinerja penjualan korporasi yang tetap positif. Berdasarkan kelompok penggunaan, kredit investasi tumbuh sebesar 14,62 persen (yoy), kredit modal kerja naik 7,66 persen (yoy), dan kredit konsumsi meningkat 10,31 persen (yoy).

Sementara itu, pembiayaan berbasis syariah juga mengalami pertumbuhan sebesar 9,15 persen (yoy), sedangkan kredit untuk UMKM mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,51 persen (yoy). Ke depan, Bank Indonesia berkomitmen untuk terus mendorong penyaluran kredit melalui kebijakan makroprudensial yang lebih akomodatif. Salah satunya adalah dengan meningkatkan batas KLM dari sebelumnya 4 persen menjadi 5 persen dari total DPK yang mulai berlaku pada 1 April 2025.

Ketahanan Perbankan Tetap Kuat, Risiko Terkelola

Bank Indonesia memastikan ketahanan sektor perbankan tetap solid guna menjaga stabilitas sistem keuangan. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pada Februari 2025 tercatat berada di level 26,32 persen, mencerminkan kondisi likuiditas yang masih cukup baik.

Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan tetap tinggi di angka 27,01 persen pada Januari 2025. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan masih terjaga dengan baik, berada di level 2,18 persen (bruto) dan 0,79 persen (neto).

Perry juga menegaskan bahwa hasil stress-test yang dilakukan BI menunjukkan sistem perbankan Indonesia tetap memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi berbagai potensi risiko. BI pun akan terus memperkuat koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk memastikan stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Ayyubi Kholid

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.