KABARBURSA.COM – Menteri Perhubungan Dudy Purwagandi menyatakan praktik truk Over Dimension dan Overloading (ODOL) mengakibatkan kerugian negara hingga Rp43,4 triliun.
Nilai kerugian ini muncul sebagai imbas pemeliharaaan infrastruktur jalan yang kerap rusak akibat beroperasinya truk ODOL.
Di samping itu, praktik truk ODOL atau pelanggaran muatan dan dimensi ini juga telah menelan korban jiwa sebanyak 6.000 orang selama tahun 2024, serta menjadi penyebab 27.337 insiden atau berkontribusi 10 persen terhadap angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia selama tahun lalu.
Oleh sebab itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memutuskan tidak akan menunda-nunda lagi pemberantasan truk obesitas tersebut lewat kebijakan Zero ODOL.
Menurut Dudy, Zero ODOL telah tertunda sejak 2017. Selama kurang lebih sembilan tahun, penindakan truk ODOL tertunda karena adanya permintaan kelonggaran dari para pelaku usaha dan sopir di bidang angkutan logistik.
Respons Asosiasi Truk kepada Menhub
Lewat keterangan resmi, Dewan Pimpinan Pusat dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) mengeluarkan pernyataan sikap sebagai tanggapan atas diskusi seputar truk ODOL yang diselenggarakan oleh Kemenhub pada, Kamis 26 Juni 2025.
Pertama, APTRINDO menyayangkan narasi sepihak Menhub Dudy yang dinilai hanya mengulang retorika seputar keselamatan dan korban kecelakaan akibat kendaraan ODOL, tanpa disertai strategi atau rencana kerja untuk menyelesaukan masalah ODOL secara adil dan menyeluruh.
"Fokus semata pada aspek keselamatan tanpa memperhitungkan dampak ekonomi bagi pelaku usaha logistik hanya akan memperbesar ketimpangan dan keresahan di lapangan," respons APTRINDO dalam siaran pers yang dikutip, Sabtu 28 Juni 2025.
Kedua, APTRINDO juga mengungkap adanya pernyataan personal yang tidak mewakili pengusaha truk nasional dalam diskusi yang digelar Kemenhub.
"Kami menyesalkan adanya komentar dari salah satu individu yang disebut sebagai pengusaha truk dalam forum tersebut, yang memberikan pendapat tanpa mempertimbangkan realita dan beban operasional yang dialami pengusaha angkutan barang saat ini. Kami tegaskan bahwa yang bersangkutan bukan bagian dari APTRINDO dan tidak mewakili aspirasi mayoritas pengusaha truk secara nasional," sebutnya.
Selanjutnya, APTRINDO merasa kurang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan Zero ODOL.
APTRINDO menyampaikan kekecewaan atas sikap Kemenhub yang hingga saat ini tidak pernah melibatkan APTRINDO secara formal dalam perumusan kebijakan strategis penanganan ODOL.
"Padahal APTRINDO adalah asosiasi resmi dan sah yang menaungi mayoritas pelaku usaha angkutan barang di Indonesia," tegas asosiasi tersebut.
Keempat, APTRINDO menilai adanya keterlibatan asosiasi 'tidak jelas dan tidak representatif' oleh Kemenhub.
"Sangat disayangkan bahwa justru asosiasi-asosiasi yang tidak memiliki struktur nasional yang jelas, tanpa keanggotaan yang terverifikasi, diberikan ruang dalam diskusi kebijakan yang sangat berdampak pada sektor logistik nasional. Hal ini berpotensi menyesatkan arah kebijakan dan menimbulkan disinformasi," jelas APTRINDO.
Kelima, APTRINDO meminta Kemenhub menghentikan narasi yang menyudutkan pengusaha dalam penerapan Zero ODOL.

Selain itu, Zero ODOL sebaiknya juga menindak semua pihak termasuk pemilik barang logistik.
"Kami mendesak Menteri Perhubungan untuk menghentikan narasi publik yang terus menyudutkan pelaku usaha angkutan barang. Penanganan ODOL tidak akan pernah efektif tanpa melibatkan semua pihak dalam rantai logistik, termasuk pemilik barang sebagai bagian dari ekosistem yang menentukan dimensi dan muatan kendaraan," terangnya dalam keterangan resmi.
Meski begitu, APTRINDO tetap mendukung pemberlakuan Zero ODOL yang diharap bisa berlangsung adil, kolaboratif, dan berbasis solusi dalam sistemnya.
"Kami siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam membangun sistem transportasi barang nasional yang aman, efisien, dan berkelanjutan," pungkas APTRINDO.
Mekanisme Zero ODOL
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan dan Korps Lalu Lintas Polri berkomitmen melangsungkan Zero ODOL tahun ini per 1 Juni 2025.
Zero ODOL 2025 sendiri, memiliki tiga tahap penindakan yakni Sosialisasi pada 1-30 Juni, Peringatan pada 1-13 Juli, dan Penegakan Hukum yang rencananya berlangsung 14-27 Juli dalam Operasi Patuh 2025.
Penegakan hukum akan dilakukan lewat tilang elektronik (ELTE), tilang konvensional, serta memanfaatkan jembatan timbangan portabel, dan teknologi Weight In Motion (WIM).
Pemerintah melaksanakan Zero ODOL berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 277 untuk pelanggaran over dimension, serta Pasal 307 untuk pelanggaran over loading.
Praktik ODOL menyasar truk dengan muatan berlebih dan modifikasi dimensi kendaraan untuk mengakali efisiensi operasional dalam mengangkut muatan yang membahayakan pengguna jalan lain, termasuk keselamatan awak truk sendiri.
Truk dikatakan Over Dimensi apabila tidak panjangnya sesuai spesifikasi standar, memiliki lebar 2,5 meter lebih, dan tinggi di atas 4,2 meter. Sementara truk terbilang Over Load saat beban muatannya melampaui batas Muatan Sumbu Terberat (MST).
Sementara sanksi bagi pengendara dan pengusaha nakal yang melakukan praktik truk ODOL akan diganjar denda hingga pidana, tergantung dari bentuk pelanggarannya.
Untuk pelanggaran Over Load sesuai pasal 307 UU LLAJ, dapat dikenakan pidana penjara sampai dua bulan, denda maksimum Rp1 juta jika kelebihan muatan 20 sampai 50 persen, dan Rp2 juta jika melebihi kapasitas beban sebesar 50 hingga 100 persen.
Sedangkan pelanggaran Over Dimensi, bisa mendapat pidana kurangan sampai satu tahun, denda maksimal Rp24 juta, dan penindakan berupa penyitaan kendaraan, sampai diproses ke pengadilan. (*)