KABARBURSA.COM - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, sempat ragu dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen yang digaungkan Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto. Namun, dia kini bersikap kebalikannya.
“Siapa yang masih ragu 8 persen (pertumbuhan ekonomi Indonesia)? enggak apa-apa. Saya awalnya bilang 8 persen gila. Ini 8 persen terlalu besar,” kata Arsjad dalam acara peluncuran White Paper Arah Pembangunan dan Kebijakan Bidang Ekonomi Tahun 2024-2029 di Jakarta, Kamis, 17 Oktober 2024.
Menurut Arsjad, saat itu, dalam lima tahun ke depan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya bisa mencapai 7 persen di titik tertinggi.
“Saya berbicara dengan para ekonom, katanya mentok di angka 7 persen,” tuturnya.
Namun, setelah melakukan kalkulasi ulang, Arsjad menyadari bahwa target pertumbuhan ekonomi 8 persen tersebut bukan hal yang mustahil. Katanya, Indonesia pernah mencapai pertumbuhan sebesar itu beberapa kali.
“Lima kali kita pernah mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Jadi bukan sesuatu yang tidak mungkin,” ujarnya.
Arsjad pun menekankan bahwa pencapaian pertumbuhan 8 persen merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan ‘Indonesia Emas 2045’, sebuah visi besar untuk menghapus kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan.
“Kalau kita ingin mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045, kita butuh pertumbuhan ekonomi yang kuat. Dan 8 persen itu adalah syarat mutlak,” jelas Arsjad.
Ia mengajak masyarakat, terutama generasi muda untuk optimis dan mendukung pencapaian target tersebut. Arsjad menegaskan, bahwa tanggung jawab merealisasikan pertumbuhan ekonomi 8 persen tidak hanya pada pemerintah, tapi juga seluruh rakyat Indonesia.
“Pertumbuhan ekonomi 8 persen adalah tentang kita, tanggung jawab kita bersama. Dari mahasiswa, pencari kerja, startup, hingga pelaku UMKM, dan untuk kita semua,” imbuhnya.
Dijelaskan Arsjad lebih lanjut, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka akan membuka lapangan pekerjaan baru.
Katanya, pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen menjadi kunci agar dalam lima tahun ke depan masyarakat, terutama generasi muda, lebih mudah mendapatkan pekerjaan.
“Kalau kita bisa mencapai 7-8 persen, akan ada 16-18 juta pekerjaan baru dalam lima tahun ke depan,” terangnya.
Selain itu, dampak dari pertumbuhan ekonomi 8 persen itu juga akan memudahkan masyarakat terhadap akses perumahan, terutama bagi generasi “sandwich” yang tengah berjuang untuk memenuhi kebutuhan.
“Akses mendapatkan rumah yang lebih mudah. Saat ini masih banyak yang belum memiliki rumah karena backlog kita sampai 10 juta, bayangin saja,” kata Arsjad.
Tak hanya itu, peluang untuk berbisnis akan menjadi lebih mudah jika pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen. “Ke depannya kalau ada yang ingin berbisnis akan lebih gampang,” sambungnya.
Ditambahkan Arsjad, dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 8 persen, industri di Indonesia akan berkembang secara otomatis dan UMKM akan terintegrasi dalam ekosistem tersebut. Dan, pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
“Kalau pertumbuhan ekonomi kita mencapai 8 persen, maka industri akan otomatis berkembang, dan UMKM akan masuk dalam kultur tersebut. Jadi pertumbuhan ekonomi 8 persen adalah kunci untuk kita semakin sejahtera,” pungkasnya.
Kelas Menengah Jadi Tulang Punggung Pertumbuhan Ekonomi
Analis Utama Ekonomi Politik Laboratorium 45 Radhityana Muhammad menyebut kelas menengah merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
Katanya, berdasarkan sajian data Laboratorium 45, kontribusi kelas menengah bagi perekonomian Indonesia sendiri dibagi menjadi dua. Pertama, kontribusi kelas menengah terhadap pajak sendiri menyentuh angka 50,7 persen dan calon kelas menengah sebesar 34,5 persen pada kuartal II tahun 2024.
Sementara pada komponen variabel produk domestik bruto (PDB) Indonesia di kuartal II-2024, sebanyak 55,86 persen berasal dari konsumsi rumah tangga. Radhityana menyebut, dari konsumsi rumah tangga juga didominasi oleh konsumsi kelas menengah, yakni sebesar 82 persen.
“Kelas menengah Indonesia menjadi tulang punggung perekonomian nasional,” kata Radhityana.
Dia menuturkan, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Seandainya kelas menengah tidak mengalami hambatan ekonomi, dia menilai, Indonesia dapat memastikan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,5 persen.
“Untuk mempertahankannya, jangan terlalu banyak ngutak-ngutik atau kebijakan yang malah memberatkan kelas menengah,” tegasnya.
Jumlah Kelas Menengah Turun
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesi mengalami penurunan. Penurunan tersebut terhitung sejak tahun 2019 hingga 2024, dari berjumlah 57,3 juta menjadi 47,9 juta kelas menengah menurun.
Radhityana menuturkan, dari rentan kelas menengah dan calon kelas menengah cenderung lebih sedikit kenaikannya jika dibandingkan dengan kelas menengah yang turun menjadi calon kelas menengah. Dia menilai, kondisi tersebut akan terus terjadi jika pemerintah ke depan terus mengeluarkan kebijakan yang memberatkan.
“Jangan sampai memberatkan kelas menengah, seperti wacana iuran Tapera, iuran asuransi, dan juga untuk subsidi tarif KRL berdasarkan NIK,” tegasnya.
Radhityana juga menyebut, kebijakan tersebut justru menimbulkan kekhawatiran bagi kelompok kelas menengah. Pasalnya, kata dia, alokasi penghasilan kelas menengah akan semakin terpecah.
“Gaji mereka itu akan lebih banyak keluar, bagi iuran Tapera yang tiba-tiba wajib, kemudian asuransi dan juga transportation cost yang akan meningkat ke depan,” jelasnya.
Di sisi lain, Radhityana juga mengungkap 67,10 persen sebaran kelas menengah berada di kawasan perkotaan sepanjang tahun 2024. Dia menilai, kondisi tersebut menjadi sangat ironi lantaran terjadi penurunan kelas menengah.
Sementara jika ditinjau dari jenjang pendidikan, Radhityana menyebut 32,2 persen kelas menengah memiliki tingkat pendidikan tinggi. Dia menilai, jenjang pendidikan yang dimiliki kelas menengah juga menjadi kontrol politik bagi pemerintah menyusun kebijakan yang berpihak.
“Makanya penting bagi pemerintah ke depannya untuk mendorong pendidikan masyarakat, tidak hanya sampai SMA tapi lebih dari SMA. Kuliah mereka untuk pendidikan juga harus didukung,” ungkapnya. (*)