KABARBURSA.COM - Artis yang juga bintang sinetron, Bunga Zainal, menjadi korban kasus dugaan penipuan investasi bodong. Dia mengalami kerugian Rp15 miliar.
Orang yang diduga melakukan penipuan sudah dilaporkan ke polisi. Ternyata, terduga adalah orang dekat Bunga Zainal, bahkan sudah dianggap seperti saudara, berinisial CD dan SFS.
Perencana keuangan Andy Nugroho mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati saat ingin berinvestasi. Terlebih, jika investasi yang ditawarkan belum dapat dipastikan kebenarannya.
Untuk memastikan itu, Andy menyarankan masyarakat perlu mengetahui ciri-ciri investasi bodong sebelum menanamkan modalnya. Caranya, kita bisa mengecek secara langsung kebenaran dari investasi yang ditawarkan dan terbebas dari kasus penipuan.
“Secara sederhana teorinya begini, biar kita terhindar dari investasi bodong, cek dua hal paling utama yaitu legalitas dan apakah logis,” kata Andy, Jumat, 30 Agustus 2024.
“Jadi, yang harus kita cek biar tidak terjebak, pertama legalitas perusahaannya atau kegiatan investasi bagaimana. Kalau investasi itu benar, ada izinnya, ada NPWP, ada dokumen-dokumen akan pendirian perusahaan,” sambungnya.
Lebih lanjut, Andy menjelaskan, untuk legalitas jika produk atau tempat investasi tidak memiliki bukti administrasi atau surat-surat terkait, maka masyarakat patut mencurigai produk atau tempat investasi itu bodong alias palsu.
Kemudian ciri-ciri lain investasi bodong adalah menawarkan keuntungan yang sangat besar yang tidak masuk akal. Walaupun untuk tingkat keuntungan yang masuk akal ini berbeda-beda untuk setiap jenis investasi.
“Kedua logis enggak, masuk akal enggak antara modal yang dikucurkan dengan hasil yang dijanjikan. Karena kan kalau janji imbal hasilnya terlalu tinggi, itu indikasi investasi bodong. Misalnya, dia menjanjikan imbal hasil jauh dari rata-rata sektor usaha yang diinvestasikan, itu menjadi indikasi kalau ini investasi bodong. Setiap bisnis atau produk investasi tuh beda-beda rata-rata keuntungannya, jadi harus tahu juga,” terang Andy.
Lebih detail lagi Andy mencontohkan, untuk investasi di proyek pengadaan barang bisa dapat keuntungan 30 persen sampai dengan 50 persen dari modal, menurutnya tidak masuk akal.
“Dapat untung 10 sampai 15 persen saja sudah syukur Alhamdulillah,” pungkasnya.
Senada dengan penjelasan dari akun Instagram Otoritas Jasa Keuangan (OJK), @ojkindonesia, disebutkan beberapa ciri investasi bodong yang bisa dikenali.
Pertama adalah legal. Masyarakat yang ingin berinvestasi harus memeriksa apakah perusahaan dan produk investasi telah memiliki izin dari lembaga yang berwenang.
Hal lain yang perlu dilakukan adalah harus memeriksa keuntungan yang ditawarkan apakah logis atau masuk akal.
Jika ada investasi yang menawarkan keuntungan tidak masuk akan, maka harus dicurigai.
Misalnya, investasi bodong ini menawarkan atau menjanjikan keuntungan besar dalam waktu yang singkat. Lalu, produk dan proses bisnis investasi yang tidak jelas.
“Menawarkan komisi atau bonus untuk merekrut anggota baru. Lalu pengembalian investasi macet di tengah-tengah dan tidak punya izin resmi,” tulis OJK di akun resminya.
Investasi Obligasi Belum Dilirik Gen Z
Generasi Z atau biasa disebut Gen Z dinilai belum begitu mengenal investasi obligasi. Hal ini disebabkan karena minimnya sosialisasi kepada mereka.
Direktur PT Labaforexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengakui sejatinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melaksanakan sosialisasi ke universitas-universitas. Akan tetapi cara ini dirasa belum efektif untuk menjangkau Gen Z.
“Karena sosialisasi OJK sampai saat ini masih sebatas di universitas-universitas, bukan langsung menuju ke sasaran,” ujar dia dalam acara webinar ‘Raih Cuan Investasi dari Obligasi’ yang diadakan Kabar Bursa, Kamis 29 Agustus 2024.
Padahal, Ibrahim melihat obligasi yang dirilis Kementerian Keuangan cukup menarik dikarenakan memiliki risiko yang kecil.
Dia menyampaikan berdasarkan Undang-Undang Surat Utang Negara Pasal 8 Ayat 3, disebutkan bahwa obligasi yang dilelang oleh pemerintah semua dibayarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) baik bunga maupun pokoknya.
“Artinya informasi ini yang seharusnya diberikan secara luas terhadap masyarakat agar masyarakat itu melek terhadap investasi,” ucap Ibrahim.
Lebih lanjut Ibrahim memandang, saat ini yang gencar dipromosikan ke masyarakat ialah investasi di luar obligasi. Apalagi, dia memandang komunitas obligasi juga masih kecil dibanding komunitas saham maupun kripto.
Dia menyampaikan hingga saat ini data investasi obligasi masih berada di level 9 juta, masih kalah dibanding saham di level 12 dan kripto yang menyentuh 14 juta.
“Kampus-kampus perlu sekali adanya sosialisasi yang mungkin bisa berupa satu mata pelajaran untuk membahas tentang obligasi yang sebenernya cukup bagus,” ungkap Ibrahim. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.