KABARBURSA.COM – Para pejabat tinggi Amerika Serikat dan China akan duduk satu meja di London, Inggris, hari ini. Agenda mereka adalah meredakan krisis dagang yang makin panas dan kini melebar ke soal ekspor komponen vital dalam rantai pasok global.
Lokasi pastinya masih dirahasiakan, tapi yang jelas delegasi kedua negara akan mencoba kembali ke jalur kesepakatan awal yang sempat dicapai bulan lalu di Jenewa. Kesepakatan itu sempat menurunkan tensi pasar dan memberi napas lega bagi investor yang sejak Januari dihantam rentetan kebijakan tarif dari Presiden Donald Trump usai kembali duduk di Gedung Putih.
“Putaran berikutnya perundingan dagang AS-China akan digelar di Inggris pada Senin,” kata juru bicara pemerintah Inggris, dikutip dari Reuters di Jakarta, Senin, 9 Juni 2025. “Kami adalah bangsa yang menjunjung perdagangan bebas dan yakin perang dagang tidak menguntungkan siapa pun, maka kami sambut baik pertemuan ini.”
Delegasi AS dipimpin oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer. Di kubu China, Wakil Perdana Menteri He Lifeng akan memimpin timnya.
Ini adalah pertemuan resmi kedua sejak Trump dan Presiden Xi Jinping berbicara lewat telepon pada Kamis lalu. Itu juga menjadi komunikasi langsung pertama sejak pelantikan Trump pada 20 Januari.
Dalam pembicaraan selama lebih dari satu jam itu, menurut ringkasan pemerintah China, Xi mendesak Trump menghentikan langkah-langkah dagang yang mengguncang ekonomi global serta memperingatkan agar tidak mengambil tindakan provokatif soal Taiwan.
Namun Trump menulis di media sosial bahwa pembicaraan itu “berakhir sangat positif”, menjadi pijakan untuk pertemuan di London hari ini. Tak sampai sehari kemudian, Trump mengumumkan bahwa Xi setuju untuk melanjutkan pengiriman logam tanah jarang (rare earths) dan magnet ke AS.
Padahal, sejak April, China telah menangguhkan ekspor berbagai mineral kritikal yang menjadi tulang punggung industri otomotif, dirgantara, semikonduktor, hingga kontraktor militer.
Penangguhan itu menjadi titik panas tersendiri, terutama setelah kesepakatan awal di Jenewa yang menyepakati pengurangan tarif impor barang masing-masing—langkah yang sempat mengendurkan blokade dagang dua ekonomi terbesar dunia.
Namun, dalam beberapa pekan terakhir, Washington menuding Beijing memperlambat pelaksanaan komitmennya, terutama soal pengiriman rare earths.
“Kami ingin China dan Amerika terus melanjutkan kesepakatan yang dicapai di Jenewa,” kata juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt dalam program Sunday Morning Futures di Fox News. “Pemerintah terus memantau kepatuhan China, dan kami berharap proses ini berlanjut ke pembicaraan dagang yang lebih menyeluruh.”
Isu Ekspor Jadi Kunci
Kehadiran Howard Lutnick dalam dialog dagang AS–China di London hari ini menyiratkan betapa krusialnya isu ekspor dalam ketegangan dua kekuatan ekonomi dunia. Lutnick—yang memimpin lembaga pengawas ekspor Amerika Serikat—tidak ikut dalam pertemuan sebelumnya di Jenewa, tempat awal kesepakatan damai dagang dicapai.
Kala itu, kedua negara menyepakati jeda 90 hari untuk menurunkan tarif ratusan persen yang telah saling diberlakukan sejak Donald Trump kembali menjabat presiden.
Kesepakatan di Jenewa disambut riuh oleh pasar. Bursa global langsung naik dan indeks-indeks utama di Wall Street yang sempat mendekati zona bearish pun pulih tajam.
Indeks S&P 500 yang sempat terjungkal hampir 18 persen pada awal April usai pengumuman tarif “Hari Pembebasan” ala Trump atas barang-barang dari berbagai negara, kini hanya sekitar 2 persen di bawah rekor tertingginya pada pertengahan Februari.
Pemulihan pasar itu sebagian besar ditopang oleh sinyal gencatan dagang antara AS dan China.
Namun begitu, kesepakatan sementara itu belum menyentuh akar masalah dalam hubungan dua negara. Mulai dari perdagangan gelap fentanyl, posisi Taiwan yang demokratis, hingga keluhan lama Washington tentang model ekonomi China yang didominasi negara dan berbasis ekspor.
Pemerintah Inggris memang menyediakan tempat untuk pertemuan hari ini, tapi mereka tidak terlibat langsung dalam negosiasi. Inggris dijadwalkan baru akan menggelar pembicaraan terpisah dengan delegasi China di akhir pekan.(*)