KABARBURSA.COM – Suasana geopolitik kembali bergejolak usai sebuah kapal tanker disita oleh Amerika Serikat di lepas Pantai Venezuela. Harga emas dunia, baik Brent maupun WTI memanas, pasar bereaksi cepat terhadap isu yang berpotensi menggannggu rantai suplai.
Harga minyak dunia sebelumnya tertekan, namun kini menggeliat cukup signifikan. Harga Brent dan WTI pada perdagangan Kamis dinihari WIB, 11 Desember 2025, ditutup menguat, masing-masing sebesar 0,4 persen.
WTI kini berada di level USD58,46 per barel, sementara Brent di posisi USD62,21 per barel.
Penyitaan kapal tanker tersebut menjadi katalis utama pendorong kenaikan harga minyak global. Sayangnya, tidak dijelaskan secara rinci terkait identitas kapal maupun Lokasi penyergapan. Yang pasti, ketidakjelasan ini memperbesar ruang spekulasi terjadinya preseden bagi upaya serupa. Apalagi jika Washington memperketat pengawasan terhadap aliran minyak dari kawasan sensitif sepert Venezuela, Iran, dan Rusia.
Analis Onyx Capital Group Ed Hayden-Briffet berpendapat, kenaikan ini bisa berpotensi melonjak jika penyitaan benar-benar menjadi awal dari rangkaian tindakan pengawasan baru. Apalagi sejauh ini pasar selalu mengintepretasikan setiap potensi gangguan pasokan sebagai pemicu premi risiko instan.
Sebab, dalam beberapa bulan terakhir, harga minyak bergerak dalam rentang sempit, sehingga setiap kejadian geopolitik cenderung menghasilkan reaksi yang lebih besar daripada biasanya.
Hal senada disampaikan analis Commodity Context Rory Johnston. Ia mengatakan, penyitaan tanker menambah kekhawatiran pasar di tengah situasi yang sebelumnya sudah tegang. Aliran minyak dari Venezuela, Iran, dan Rusia berada dalam radar risiko, baik akibat sanksi maupun gangguan operasional.
Dalam lingkungan seperti ini, kejadian apapun dapat langsung memicu kekhawatiran tentang ketahanan pasokan global, terutama saat permintaan diproyeksikan naik seiring membaiknya prospek ekonomi AS setelah pemangkasan suku bunga The Fed.
Ukraina Kembali Serang Kapal Tanker dengan Drone
Pada saat bersamaan, dinamika geopolitik lain memperkuat sentimen bullish. Ukraina mengonfirmasi serangan drone laut terhadap kapal tanker yang terlibat perdagangan minyak Rusia. Ini menjadi serangan ketiga dalam dua pekan.
Insiden ini tentunya memperburuk persepsi risiko terhadap logistik pasokan Rusia, yang menjadi salah satu negara pemasok besar minyak ke pasar global. Kombinasi dua peristiwa geopolitik dalam satu hari ini menciptakan tekanan risiko berlapis yang langsung tercermin pada harga.
Sementara itu, faktor fundamental jangka pendek memberikan sinyal bercampur. Data pemerintah AS menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah hanya 1,8 juta barel, lebih kecil dari ekspektasi 2,3 juta barel.
Dalam kondisi pasar yang normal, data ini akan menahan kenaikan harga karena menandakan bahwa permintaan tidak sekuat perkiraan analis. Namun, sensitivitas pasar terhadap risiko pasokan membuat data ini tidak cukup untuk mengimbangi dampak dari peristiwa geopolitik.
Kebijakan moneter AS turut memainkan peran tersendiri. The Fed kembali memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin melalui keputusan yang terbelah. Meskipun keputusan ini tidak sepenuhnya dovish, pasar menilai kebijakan tersebut berpotensi mendukung aktivitas ekonomi dan pada akhirnya meningkatkan konsumsi energi.
Pernyataan Jerome Powell yang menegaskan kesiapan The Fed merespons kondisi ekonomi, membuat pasar minyak melihat adanya peluang pertumbuhan permintaan.
Secara keseluruhan, pergerakan harga minyak terbaru menunjukkan bahwa sentimen pasar saat ini lebih dikendalikan oleh risiko geopolitik ketimbang data fundamental. Penyitaan tanker, serangan terhadap kapal Rusia, dan ketegangan di jalur suplai utama menjadi katalis utama.
Dalam kondisi seperti ini, volatilitas cenderung meningkat, dan harga minyak berpotensi tetap berada dalam tren penguatan selama risiko pasokan belum mereda.(*)