KABARBURSA.COM - Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, mengimbau perusahaan pembiayaan untuk melakukan diversifikasi sumber pendanaan agar tidak bergantung pada pinjaman dari sektor perbankan.
“Perusahaan pembiayaan di Indonesia masih memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dengan model bisnis yang berkembang dan maju,” ucap Suwandi dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta, Selasa 16 Juli 2024.
Ia menjelaskan bahwa untuk menjalankan diversifikasi tersebut, perusahaan pembiayaan perlu mengembangkan sustainable finance dan produk syariah, sesuai dengan Peta Jalan (Roadmap) Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024-2028 yang diluncurkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Maret lalu.
Selain itu, Suwandi menyarankan perusahaan pembiayaan yang terafiliasi dengan perbankan untuk meningkatkan sumber pendanaan mereka melalui program joint financing. Sedangkan bagi perusahaan yang tidak terafiliasi dengan perbankan, peningkatan pendanaan dapat dilakukan melalui penerbitan obligasi, penambahan modal disetor, pinjaman dari lembaga pemerintah, maupun sekuritisasi aset.
Ia menilai bahwa berbagai upaya pengembangan tersebut perlu dilakukan karena perkembangan perusahaan pembiayaan di Indonesia telah tertinggal jauh dibandingkan dengan di Jepang. Menurutnya, model bisnis perusahaan pembiayaan di Indonesia masih seperti perusahaan pembiayaan di Jepang pada era 1970-an.
Meskipun demikian, Suwandi meyakini bahwa perusahaan pembiayaan di Indonesia masih memiliki banyak potensi untuk dapat berkembang lebih maju. Ia pun mengimbau perusahaan pembiayaan di Indonesia untuk terus berinovasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Perusahaan pembiayaan di Indonesia masih memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dengan model bisnis yang berkembang dan maju,” imbuhnya.
Persyaratan Ekuitas
Menurut data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dari total 147 perusahaan pembiayaan yang ada, lima di antaranya belum memenuhi persyaratan terkait ekuitas minimum sebesar Rp 100 miliar hingga akhir April 2024.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) di OJK, menyatakan bahwa pihaknya sedang mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan progres rencana aksi terkait pemenuhan kewajiban ekuitas minimum oleh lima perusahaan pembiayaan tersebut.
“Ini bisa berupa penyuntikan modal dari Pemegang Saham Pengendali (PSP) atau penyuntikan modal dari investor strategis baru, baik lokal maupun asing, yang diakui kredibel, serta opsi pengembalian izin usaha,” ungkap Agusman dalam konferensi pers RDK OJK, pada Senin 10 Juni 2024.
Secara total, piutang pembiayaan perusahaan multifinance mencapai Rp 486,35 triliun pada bulan April 2024. Meskipun terjadi pertumbuhan sebesar 10,82 persen Year on Year (YoY), pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan dengan bulan Maret 2024 yang mencatat pertumbuhan sebesar 12,17 persen YoY dengan nilai Rp 488,52 triliun.
Di sisi lain, Non Performing Financing (NPF) Net tercatat sebesar 0,89 persen pada April 2024, naik dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,70 persen. Sedangkan Non Performing Financing (NPF) Gross perusahaan pembiayaan mencapai 2,82 persen pada April 2024, mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yang mencapai 2,45 persen.
Kondisi lima perusahaan pembiayaan yang masih belum mencapai ekuitas minimum menunjukkan adanya tantangan dalam pemenuhan persyaratan regulasi. OJK terus berupaya untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diperlukan dilakukan untuk memperbaiki situasi ini, baik melalui injeksi modal maupun opsi lain yang tersedia.
Meskipun demikian, pertumbuhan piutang pembiayaan perusahaan multifinance menunjukkan aktivitas yang cukup signifikan dalam sektor ini, meskipun dengan laju yang sedikit melambat pada bulan April 2024 dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Namun, peningkatan NPF Net dan NPF Gross menunjukkan adanya risiko yang perlu diperhatikan dalam kualitas aset perusahaan pembiayaan. Ini menegaskan pentingnya pengelolaan risiko yang efektif dalam industri ini untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan sektor pembiayaan di masa mendatang.
Seiring dengan upaya untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan mengelola risiko dengan baik, OJK terus memantau perkembangan industri pembiayaan untuk memastikan keberlangsungan dan stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan.
Mengutip situs OJK, lima Perusahaan Pembiayaan ini melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf a POJK Nomor 10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank.
Berikut adalah lima perusahaan pembiayaan yang terkena dampak:
- PT Sumber Artha Mas Finance, Jakarta – S-518/NB.2/2018 tanggal 5 September 2018
- PT Capitalinc Finance, Jakarta – S-523/NB.2/2018 tanggal 5 September 2018
- PT Sejahtera Pertama Multifinance, Jakarta – S-524/NB.2/2018 tanggal 5 September 2018
- PT Asia Multidana, Jakarta – S-525/NB.2/2018 tanggal 5 September 2018
- PT Tirta Finance, Jakarta – S-526/NB.2/2018 tanggal 5 September 2018
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.