KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa Program Asuransi Wajib, termasuk asuransi kendaraan, masih menunggu penerbitan peraturan pemerintah (PP) sebagai dasar hukum pelaksanaannya. PP tersebut akan mengatur ruang lingkup dan waktu efektif penyelenggaraan program.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa Program Asuransi Wajib TPL (third party liability) terkait kecelakaan lalu lintas bertujuan memberikan perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat.
“Program ini akan mengurangi beban finansial yang harus ditanggung pemilik kendaraan jika terjadi kecelakaan. Selain itu, program ini diharapkan dapat membentuk perilaku berkendara yang lebih baik,” ujar Ogi, seperti dikutip di Jakarta, Kamis 18 Juli 2024.
Ogi menjelaskan bahwa dengan perlindungan risiko yang meningkat, masyarakat akan merasa lebih aman dan terlindungi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menyebutkan bahwa pemerintah dapat membentuk Program Asuransi Wajib sesuai kebutuhan. Program ini mencakup asuransi kendaraan berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga (TPL) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.
Dalam persiapannya, diperlukan kajian mendalam mengenai Program Asuransi Wajib yang dibutuhkan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan program ini akan diatur melalui PP setelah mendapatkan persetujuan dari DPR.
UU P2SK menyatakan bahwa setiap amanat UU tersebut harus diikuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaan yang penetapannya paling lama dua tahun sejak UU P2SK diundangkan. Setelah PP diterbitkan, OJK akan menyusun peraturan implementasi untuk Program Asuransi Wajib tersebut.
Pada Januari 2025
Pemerintah sedang mempersiapkan peraturan baru yang mewajibkan seluruh kendaraan bermotor memiliki asuransi third party liability (TPL). Aturan ini diharapkan mulai berlaku pada Januari 2025.
Di sisi lain, pemerintah juga mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, sejalan dengan upaya mendorong penggunaan kendaraan listrik yang lebih luas. Pertanyaan yang muncul adalah apakah aturan ini juga akan berlaku untuk kendaraan listrik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa pihaknya saat ini belum membedakan asuransi untuk kendaraan listrik dan kendaraan non-listrik. Namun, mengingat dorongan pemerintah terhadap penggunaan kendaraan listrik, OJK berencana untuk membedakan asuransi antara kedua jenis kendaraan tersebut.
“Ekspektasi dari produsen dan masyarakat adalah, dengan semakin berkembangnya jumlah kendaraan listrik, maka fitur asuransi untuk kendaraan non-listrik dan listrik harus dibedakan,” kata Ogi, Rabu, 17 Juli 2024.
Salah satu pertimbangan utama, lanjut Ogi, adalah komponen kendaraan listrik yang lebih mahal dibandingkan kendaraan konvensional. Misalnya, baterai kendaraan listrik yang cukup mahal dapat berkontribusi sebesar 30-40 persen dari total harga kendaraan. Ogi berharap regulasi terkait asuransi kendaraan listrik nantinya berbeda dan terpisah dari kendaraan konvensional.
“Komponen baterainya cukup mahal, sekitar 30-40 persen. Jika terjadi kerusakan, bagaimana pertanggungannya? Untuk bodi kendaraan sekitar 60 persen. Harapannya, regulasi berbeda dari segi asuransi,” jelasnya.
Bersifat Sukarela
Saat ini, asuransi kendaraan masih bersifat sukarela. Namun, dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), disebutkan bahwa asuransi kendaraan dapat menjadi wajib bagi seluruh pemilik mobil dan motor.
Pemerintah saat ini tengah menyiapkan aturan turunan dari UU PPSK tersebut, termasuk aturan terkait asuransi wajib bagi kendaraan bermotor.
“Diharapkan peraturan pemerintah terkait asuransi wajib sesuai dengan UU, paling lambat dua tahun sejak UU PPSK diundangkan. Artinya, mulai Januari 2025 setiap kendaraan wajib memiliki TPL,” ujar Ogi.
Menanggapi itu, pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, menilai aturan baru mengenai asuransi kendaraan dapat memberikan perlindungan yang signifikan bagi pemilik kendaraan yang mengalami kecelakaan.
Menurut Irvan, pemerintah telah menetapkan aturan serupa dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, meskipun aturan tersebut belum pernah diterapkan sepenuhnya.
“Sebenarnya kewajiban baik sepeda motor dan mobil diasuransikan sudah diatur di dalam UU Lalu Lintas yang belum pernah terlaksana namun diaktifkan lagi dengan UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan),” ujarnya.
Irvan menjelaskan bahwa aturan ini juga dapat membantu penetrasi perusahaan asuransi untuk berkembang dan menarik lebih banyak nasabah.
Namun, diakuinya bahwa kebijakan tersebut bisa menambah beban finansial masyarakat, yang harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar premi asuransi kendaraan.