KABARBURSA.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memastikan stok gas LPG 3 kg aman hingga tiga bulan ke depan. Ia mengatakan kelangkaan yang dirasakan masyarakat bukan akibat kekurangan pasokan, melainkan distribusi yang masih bermasalah.
“Barang (gas) enggak ada yang langka semua stok ada stok LPG untuk 3 bulan ke depan itu lengkap,” kata Bahlil saat menjawab pertanyaan mengenai kelangkaan gas LPG dalam Rapat dengan Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.
Bahlil mengakui pengecer memiliki peran penting dalam rantai distribusi dan juga menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak orang. Sebagai mantan pengusaha UMKM, ia mengaku memahami kebutuhan mereka untuk tetap beroperasi. Namun, ia juga menyoroti potensi kecurangan dalam distribusi LPG.
“Saya setuju bahwa pengecer ini juga butuh lapangan pekerjaan, tapi kita juga harus memastikan subsidi ini sampai ke masyarakat yang berhak. Kita tahu ada praktik oplosan dan hal-hal lain yang tidak benar. Itu yang harus kita bereskan,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar ini mengungkapkan adanya laporan mengenai pungutan liar dalam distribusi LPG. Ia telah meminta Direktur Utama Pertamina untuk menindak tegas oknum yang terlibat dalam praktik tersebut.
“Saya sudah bicara dengan Dirut Pertamina, kalau ada yang main-main dengan distribusi LPG, tidak perlu kita pelihara. Ini harus kita selesaikan,” katanya.
Sebagai langkah konkret, kata Bahlil, pemerintah akan menaikkan status pengecer menjadi sub-pangkalan dengan persyaratan seminimal mungkin agar distribusi lebih transparan dan harga lebih terkendali. Wilayah yang memungkinkan penggunaan teknologi akan diberlakukan standar pelayanan seperti pangkalan sehingga data penjualan LPG bisa terpantau dengan lebih baik.
“Pengecer yang selama ini sudah berjalan baik akan diberi izin sementara untuk naik status sebagai sub-pangkalan tanpa biaya tambahan. Ini agar harga LPG lebih terkendali dan benar-benar sampai ke masyarakat yang membutuhkan,” kata Bahlil.
Distribusi Gas Melon Masih Amburadul
[caption id="attachment_117551" align="alignnone" width="680"] Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto berbicara kepada awak media usai rapat dengan Menteri ESDM di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 3 Februari 2025. Foto: KabarBursa/Dian Finka.[/caption]
Meskipun Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan stok LPG 3 kg aman hingga tiga bulan ke depan, nyatanya masalah distribusi masih menjadi tantangan utama. DPR pun mulai menyoroti persoalan ini. Peran pengecer dinilai belum tertata dengan baik dan justru memperumit penyaluran gas bersubsidi ke masyarakat.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menyoroti buruknya sistem distribusi LPG yang selama ini kurang terkontrol. Menurutnya, agen dan pengecer belum siap menjalankan tugas sebagai penghubung antara konsumen dan pangkalan.
“Selama ini, agen LPG dan pengecer tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Jarak antara pengguna dengan agen sering kali diperantarai pengecer yang tidak memiliki aturan ketat dalam menjual,” ujar Sugeng di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.
Ia megatakan pengecer tidak seharusnya menjual LPG secara terbuka tanpa regulasi yang ketat. Idealnya, gas bersubsidi ini hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan alias mereka yang berasal dari kalangan ekonomi lemah.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Sugeng menemukan masih banyak pengecer yang menjual LPG di minimarket yang seharusnya tidak diperbolehkan karena rawan dibeli oleh kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak berhak mendapatkan subsidi.
“LPG yang bersubsidi ini semestinya tidak dijual bebas. Bahkan ada temuan di lapangan, LPG dijual di minimarket, yang seharusnya itu tidak diperbolehkan, apalagi dibeli oleh mereka yang secara ekonomi sudah berkecukupan,” katanya.
Politikus Partai NasDem ini pun menekankan perlunya regulasi yang lebih ketat terhadap pengecer untuk mencegah harga jual yang tidak wajar serta memastikan subsidi LPG benar-benar sampai kepada masyarakat yang berhak.
“Jalan keluarnya, pengecer harus diatur dengan ketentuan yang jelas. Mereka tidak bisa sembarangan menentukan harga karena ini menyangkut subsidi yang sangat besar, yang mencapai Rp103 triliun hingga Rp113 triliun pada APBN 2024,” jelasnya.
Meskipun pendapatan per kapita Indonesia masih tergolong rendah, kata Sugeng, masyarakat masih sangat bergantung pada subsidi LPG. Selain LPG, pemerintah juga memberikan subsidi untuk BBM, seperti solar dan minyak tanah, yang di beberapa daerah masih dijual dengan harga subsidi.
Ia mencontohkan di wilayah timur Indonesia, minyak tanah tetap mendapatkan subsidi dengan harga Rp1.000 per liter. "Memang harga bisa fluktuatif, tetapi pemerintah tetap memberikan subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat,” kata Sugeng.
Ke depannya, Sugeng berharap distribusi LPG dan berbagai bentuk subsidi lainnya dapat lebih terkontrol. Menurutnya, perlu adanya keterlibatan berbagai pihak untuk memastikan bantuan dari pemerintah benar-benar diterima oleh masyarakat yang paling membutuhkan.(*)