KABARBURSA.COM - Kinerja sosial Bank Muamalat Indonesia pada kuartal II tahun 2025 perlu mendapatkan catatan khusus. Dalam laporan keuangan kuartal II-2025, ada satu hal yang perlu dikritisi, yaitu modal kuat tapi kinerja sosial – baik itu zakat, wakaf, dan dana Kebajikan – menurun.
Berdasarkan laporan keuangan resmi Bank Muamalat per 30 Juni 2025, penyaluran dana sosial seperti zakat, wakaf, dan dana kebajikan menurun cukup tajam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Di sini nampak betul bahwa ada ketidakseimbangan antara kinerja finansial dan misi sosial Bank Muamalat sebagai pionir perbankan syariah di Indonesia.
Dalam laporan tersebut, tercatat bahwa dana zakat yang disalurkan Bank Muamalat turun drastis menjadi Rp1,83 miliar hingga akhir Juni 2025. Sementara, di periode yang sama di tahun sebelumya, dana zakat Bank Muamalat tercatat sebesar Rp4,64 miliar.
Ini artinya, ada penurunan lebih dari 60 persen, dan mengindikasikan berkurangnya komitmen penyaluran zakat baik dari sisi korporasi maupun dari dana zakat pegawai dan nasabah.
Mengingat posisi Bank Muamalat sebagai salah satu lembaga perbankan syariah tertua dan simbol integrasi antara aspek komersial dan sosial, penurunan ini dapat menjadi tanda bahwa program tanggung jawab sosial keagamaan belum menjadi prioritas utama di tengah fokus manajemen pada perbaikan profitabilitas dan efisiensi operasional.
Penyaluran Dana Wakaf Hanya Sepertiga dari Tahun Sebelumnya
Selain zakat, dana wakaf yang dikelola dan disalurkan juga mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan laporan keuangan, dana wakaf yang tersalurkan hingga pertengahan tahun 2025 hanya sebesar Rp112 juta, jauh lebih rendah dari Rp455 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Angka ini menunjukkan penurunan lebih dari 75 persen. Dalam konteks keuangan syariah, wakaf bukan sekadar aktivitas filantropi, melainkan salah satu instrumen penting dalam mendukung ekonomi umat secara berkelanjutan.
Wakaf produktif memiliki potensi besar untuk memperkuat basis ekonomi masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan menggerakkan kegiatan sosial-ekonomi berbasis aset riil. Dengan demikian, penurunan kinerja pengelolaan wakaf oleh Bank Muamalat mengindikasikan bahwa sinergi antara kegiatan perbankan komersial dan penguatan ekonomi sosial belum berjalan optimal.

Tidak hanya zakat dan wakaf, penyaluran dana kebajikan juga tercatat menurun. Dana kebajikan, yang biasanya bersumber dari pendapatan non-halal atau denda syariah yang wajib disalurkan untuk kegiatan sosial, menjadi lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya.
Meskipun jumlah nominalnya relatif tidak sebesar zakat dan wakaf, penurunan dana kebajikan menambah gambaran bahwa dimensi sosial Bank Muamalat masih menghadapi tantangan dalam menjaga kesinambungan peran sosialnya.
Fase Pemulihan jadi Pemakluman?
Beberapa faktor dapat menjelaskan kondisi ini. Pertama, dari sisi operasional, Bank Muamalat masih dalam fase pemulihan struktur keuangannya pasca beberapa tahun mengalami tekanan profitabilitas.
Dengan rasio BOPO masih tinggi di 98,63 persen dan ROE hanya 0,33 persen, manajemen kemungkinan besar lebih fokus pada efisiensi dan stabilitas neraca dibandingkan ekspansi program sosial.
Keterbatasan laba bersih yang hanya mencapai Rp6,48 miliar pada semester I/2025 juga dapat berpengaruh terhadap kemampuan bank mengalokasikan dana untuk kegiatan sosial yang bersumber dari keuntungan korporasi.
Kedua, dari perspektif kelembagaan, Bank Muamalat sebagai institusi perbankan syariah yang berorientasi pada nilai-nilai Islam semestinya menjadikan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) sebagai bagian integral dari strategi bisnisnya.
Namun, penurunan ini menunjukkan bahwa peran sosial belum sepenuhnya diarusutamakan dalam kebijakan bisnis bank. Hal ini berbeda dengan kecenderungan lembaga keuangan syariah global yang semakin memperkuat posisi ZISWAF sebagai pilar pembiayaan sosial dan instrumen stabilisasi ekonomi umat.
Ketiga, dari sisi makroekonomi, kondisi ekonomi global yang belum stabil akibat ketegangan geopolitik dan volatilitas pasar dapat berdampak pada kinerja perbankan syariah secara keseluruhan, termasuk kemampuan nasabah untuk berpartisipasi dalam program sosial.
Namun demikian, peran lembaga seperti Bank Muamalat justru dibutuhkan dalam masa-masa penuh ketidakpastian. Alasannya, kegiatan sosial perbankan syariah sebaiknya berfungsi sebagai bantalan ekonomi dan moral bagi masyarakat yang terdampak gejolak ekonomi.
Misi Ideal hanya Omon-omon?
Jika ditarik ke konteks sejarah, Bank Muamalat sejak awal berdirinya pada 1991, dirancang bukan hanya sebagai institusi keuangan yang mencari profit, tetapi juga sebagai lembaga yang mengemban amanah sosial-ekonomi umat.
Dengan menurunnya kinerja zakat, wakaf, dan dana kebajikan, maka misi ideal itu berisiko tergerus oleh orientasi komersial semata. Penurunan ini patut menjadi perhatian serius bagi manajemen, pemegang saham, dan pemangku kepentingan syariah lainnya, terutama karena sektor sosial adalah salah satu pembeda utama antara bank syariah dan bank konvensional.
Di sisi lain, penurunan ini juga dapat dimaknai sebagai peluang untuk berbenah. Bank Muamalat masih memiliki fondasi keuangan yang cukup kuat, tercermin dari rasio KPMM sebesar 27,33 persen yang jauh di atas ketentuan minimum OJK.
Dengan buffer modal yang besar dan likuiditas yang longgar (FDR hanya 40,69 persen), Bank Muamalat memiliki kapasitas untuk memperkuat fungsi sosialnya tanpa mengorbankan stabilitas keuangan.
Langkah strategis yang bisa ditempuh adalah memperkuat sinergi dengan lembaga zakat, wakaf, dan filantropi Islam, seperti BAZNAS, BWI, dan LAZNAS, guna menyalurkan dana sosial secara lebih produktif dan terukur.
Bank juga dapat mengintegrasikan program sosial ke dalam portofolio bisnis berkelanjutan, misalnya dengan memperluas skema wakaf produktif untuk UMKM syariah, mengembangkan pembiayaan berbasis zakat (zakat-linked financing), serta meningkatkan literasi keuangan sosial Islam di kalangan nasabah.
Dengan cara ini, Bank Muamalat tidak hanya menjaga relevansi sosialnya, tetapi juga memperkuat citra sebagai lembaga keuangan Islam yang berorientasi pada kesejahteraan umat, bukan sekadar profit.
Secara keseluruhan, meski kinerja keuangan Bank Muamalat pada kuartal II 2025 menunjukkan tanda stabilitas dengan profit yang meningkat dan modal yang kuat, dimensi sosial bank justru mengalami pelemahan yang signifikan.
Penurunan zakat, wakaf, dan dana kebajikan menjadi indikator bahwa aspek sosial belum mendapatkan perhatian proporsional dalam strategi pertumbuhan bank.
Ke depan, Bank Muamalat perlu menyeimbangkan kembali fokusnya antara profitabilitas dan tanggung jawab sosial syariah agar tidak kehilangan esensi utamanya sebagai pelopor perbankan Islam yang berasaskan nilai keadilan, kemaslahatan, dan keberlanjutan umat.(*)