KABARBURSA.COM - Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengkritik maraknya barang tekstil impor ilegal dari China ke Indonesia. Menurutnya, hal ini menjadi salah satu faktor utama yang merusak industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Ia mendesak Pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas.
"Kalau pasar kita sudah dikuasai oleh asing atau produk impor dari luar negeri berarti memang ada sistem yang salah. Bayangkan, 72 ribu kontainer ilegal. Ini kan banyak sekali. Pantas industri tekstil kita babak belur,” kata Cucun dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu, 30 November 2024.
Menurut Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), sebanyak 72.250 kontainer TPT ilegal dari China masuk ke Indonesia dalam lima tahun terakhir, menyebabkan kerugian negara sekitar Rp46 triliun.
Adapuin data ITC dan TradeMap juga menunjukkan selisih miliaran dolar AS antara nilai ekspor TPT China ke Indonesia dan data impor resmi TPT Indonesia untuk kategori HS 50-63 selama 2019-2023.
Selain itu, tercatat pula berturut-turut nilai ekspor TPT China ke Indonesia pada tahun 2019-2023 adalah 5,09 miliar dolar US, 3,79 miliar dolar US, 5,86 miliar dolar US, 6,50 miliar dolar US, dan 5,28 miliar dolar US. Ada gap berturut-turut sebesar 1,12 miliar dolar US, 706,1 juta dolar US, 1,79 miliar dolar US, 2,12 miliar dolar US, dan 1,47 miliar dolar USdari nilai impor TPT Indonesia dari China.
Melihat data tersebut, Cucun mempertanyakan kehadiran Pemerintah selama ini. “Kenapa kita bisa sampai kecolongan seperti ini. Di mana missed dan celahnya. Kondisi ini kan mengancam kesejahteraan rakyat,” tegasnya
“Kita juga harus mempertanyakan bagaimana pengawasan Bea Cukai. Taringnya tajam ke masyarakat kita sendiri, tapi barang impor banjir masuk kok didiamkan saja,” imbuh Cucun.
Tak hanya Bea Cukai, Cucun juga menyoroti kinerja Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang juga seperti abai terhadap persoalan ini.
“Kemendag termasuk aparat penegak hukum dan instansi terkait lainnya juga seakan menutup mata. Ini harus menjadi tamparan keras buat Pemerintah,” jelasnya.
Cucun menegaskan akan ada banyak dampak turunan akibat banjirnya impor tekstil ilegal.
"Tak bisa dihindari juga, industri TPT yang melemah menyebabkan PHK besar-besaran. Industri tekstil kelas kecil, menengah sampai tekstil besar akan terpuruk,” terang Cucun.
Seperti diketahui, industri tekstil di Indonesia tengah mengalami keterpurukan dalam beberapa tahun terakhir. Buntutnya terjadi badai PHK massal di industri TPT dan garmen.
Pada Juli 2024, sekitar 11.000 pekerja di industri tekstil mengalami PHK, disertai langkah efisiensi karyawan di beberapa pabrik. Kasus kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) juga memperburuk kondisi.
Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat hampir 60.000 pekerja di sektor ini terkena PHK sepanjang Januari hingga Oktober 2024.
Adapun DKI Jakarta mencatat PHK terbanyak dengan 14.501 pekerja, meningkat 94 persen dibanding September 2024. Di Jawa Tengah, angka PHK menurun 23,8 persen menjadi 11.252 orang, sementara di Banten meningkat 15,47 persen menjadi 10.524 orang.
Cucun mengkhawatirkan semakin banyaknya industri tekstil yang bangkrut jika pengawasan dan penegakan hukum terhadap impor ilegal tidak diperketat.
“Kalau industri gulung tikar, ini menambah angka pengangguran di Indonesia karena banyak yang akan di-PHK,” tukasnya.
“Kami mendesak Pemerintah untuk mengambil langkah cepat untuk mengatasi masuknya barang-barang impor ilegal yang mengakibatkan industri dalam negeri lesu. Kita jangan sampai lengah,” imbuh Cucun.
Koordinator Kesejahteraan Rakyat DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, mendesak revisi Permendag Nomor 8/2024 yang dinilai memicu banjirnya produk impor murah di pasar domestik, merugikan pelaku usaha lokal. Ia juga memperingatkan bahwa tanpa pembatasan, dominasi barang impor akan meningkat seiring pergeseran ritel ke platform online.
"Daya beli masyarakat jadi menurun sehingga tidak ada perputaran ekonomi. Ini sangat bahaya dan bisa menghambat target Pemerintah yang ingin mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen," ucapnya.
Cucun mengingatkan, industri TPT merupakan sektor padat karya yang menyerap hampir 4 juta tenaga kerja dan berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Kalau tidak segera diantisipasi bukan tidak mungkin makin banyak yang kena PHK dan kelas menengah merosot menjadi kelas bawah atau miskin. Sekali lagi saya tegaskan Pemerintah harus berkoordinasi dengan semua stakeholder agar bisa menekan barang impor yang masuk ke Indonesia," pungkas Cucun.
Dampak Potensi Perang Dagang AS-China
Sektor tekstil Indonesia sepertinya belum bisa lepas dari ancaman. Chief Economist Citibank N.A. Indonesia Helmi Arman, menilai potensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China sangat berpengaruh.
Perang dagang tersebut, selain mengubah rantai pasok industri di sekala global, sangat berpotensi mempengaruhi sektor riil di Indonesia.
Helmi mengakui, jika kenaikan surplus perdagangan Indonesia dan AS paling kecil jika dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya, namun tidak menutup kemungkinan perang dagang akan berdampak secara langsung di Tanah Air.
“Presiden Donald Trump ketika kampanye juga pernah menyebutkan kemungkinan memasang tarif (tinggi) terhadap seluruh impor Amerika, terutama dari negara-negara yang punya surplus perdagangan terhadap Amerika,” kata Helmi usai konferensi pers pemaparan laba Citi Indonesia, di Jakarta, Rabu, 13 November 2024.
Sekadar informasi, penerapan bea impor yang tinggi terjadi di awal Trump pertama kali terpilih menjadi Presiden AS (2016). Kebijakan kontroversial ini dilakukan untuk mengurangi defisit perdagangan dan mengatasi apa yang disebut sebagai praktik perdagangan tidak adil oleh China.
Selain itu, alasan ideologi, sentimen negatif, ketegangan antara dua negara dan perebutan dominasi.
Sebagai respons terhadap kebijakan perdagangan AS di bawah Presiden Trump, China juga memberlakukan tarif balasan pada produk-produk AS.
Perang dagang ini berlangsung selama beberapa tahun dan berdampak pada ekonomi global hingga mencapai kesepakatan parsial atau Phase One Deal pada Januari 2020.
“Jadi, walaupun Indonesia bukan penyumbang terbesar defisit perdagangan Amerika Serikat, tetap tidak kebal terhadap risiko adanya kebijakan perdagangan yang langsung mempengaruhi ekspor Indonesia,” ujar dia. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.