Logo
>

Belanja Membengkak, Target APBN Tanpa Defisit: Suram!

Target tersebut sebelumnya disampaikan Presiden dalam Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus 2025

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Belanja Membengkak, Target APBN Tanpa Defisit: Suram!
Ilustrasi Pekerja Kawasan Sudirman. Foto: Dok KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pengamat Ekonomi, Mata Uang, dan Komoditas, Ibrahim Assuabi, menilai keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk menghadirkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa defisit pada 2027–2028 bukan perkara mudah. 

    Target tersebut sebelumnya disampaikan Presiden dalam Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus 2025, bersamaan dengan Nota Keuangan yang menargetkan defisit APBN 2026 sebesar 2,48 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Namun, ketimbang mengecil, arah kebijakan anggaran justru mengarah ke pelebaran defisit. Pada September 2025, pemerintah memutuskan menaikkan defisit 2026 menjadi 2,68 persen, yang kemudian disetujui DPR lewat pengesahan Undang-Undang APBN 2026.

     Penambahan kebutuhan pembiayaan tersebut berasal dari prioritas belanja yang semakin besar, termasuk program makan bergizi gratis dan koperasi desa merah putih.

    Ibrahim menilai langkah pemerintah tidak sejalan dengan target sebelumnya.“Ketika defisit justru dinaikkan, tentu jauh lebih berat untuk mengejar APBN tanpa minus hanya dalam satu tahun,” ujar dia dalam keterangannya, Selasa 25 November 2025.

    Ia menjelaskan bahwa belanja negara bergerak jauh lebih cepat dibanding pemulihan pendapatan. Penerimaan pajak, yang selama ini menjadi penopang utama APBN, belum menunjukkan perbaikan berarti setelah pandemi. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB terus melemah sejak 2022 hingga 2024.

    Menurutnya, kondisi ini menjadi sinyal bahwa pembiayaan melalui utang akan kembali menjadi pilihan pemerintah.

    “Mau tidak mau, ruang fiskal akan ditutup dengan surat utang karena penerimaan tidak cukup kuat menopang kenaikan belanja,” tegas Ibrahim.

    Meski defisit 2,68 persen masih berada di bawah batas maksimal 3 persen sesuai Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003, Ibrahim mengingatkan bahwa aturan tersebut bukan jaminan APBN akan lebih sehat.

    Ia menilai keberanian pemerintah menaikkan defisit justru bisa membuka peluang pelebaran yang lebih besar apabila sumber penerimaan tidak segera diperkuat.

    “Batas maksimal bukan berarti aman. Kalau pendapatan rapuh, defisit kecil pun bisa menjadi beban bagi fiskal ke depan,” tuturnya.

    Selain tekanan fiskal, Ibrahim turut menyinggung pergerakan rupiah yang menurutnya menunjukkan sensitivitas pasar terhadap kebijakan defisit. 

    Pada perdagangan sore ini, rupiah ditutup menguat 43 poin ke level Rp16.656 per dolar AS, setelah sempat berada di posisi Rp16.699. 

    Ia memperkirakan pergerakan rupiah tetap fluktuatif pada perdagangan besok. “Rupiah bisa bergerak tidak stabil dan berpotensi melemah di rentang Rp16.650–Rp16.700,” jelasnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.