Logo
>

Belanja Negara Ngebut di Tengah Tahun: Tepat Sasaran atau Terlambat?

Bahwa pembukaan blokir ini bukan sekadar pencairan anggaran, melainkan juga upaya mengaktifkan kembali fungsi lembaga negara

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Belanja Negara Ngebut di Tengah Tahun: Tepat Sasaran atau Terlambat?
Gedung Kemenkeu. Foto: Dok.Kemenkeu.go.id

KABARBURSA.COM - Langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka kembali blokir anggaran senilai Rp 86,6 triliun memberi sinyal jelas bahwa pemerintah tengah mendorong percepatan realisasi program-program prioritas.

Kebijakan ini sangat krusial, terutama bagi kementerian dan lembaga hasil restrukturisasi yang sebelumnya hanya bisa menunggu tanpa kepastian.

Dosen Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai bahwa pembukaan blokir ini bukan sekadar pencairan anggaran, melainkan juga upaya mengaktifkan kembali fungsi lembaga negara yang selama ini hanya menjalankan tugas administratif tanpa kekuatan implementatif.

“Tanpa dana, tak ada program yang berjalan, tak ada capaian yang bisa dibanggakan,” katanya kepada KabarBursa.com di Jakarta, Senin 19 Mei 2025.

Namun, ia menyayangkan langkah pemerintah yang dianggap terlalu lambat. “Masalahnya, pemerintah baru membuka keran belanja ini mulai Maret. Dari sisi teknokrasi, ini jelas terlambat,” tambahnya.

Ia menyoroti lonjakan realisasi anggaran dari Rp 24,7 triliun pada Januari menjadi Rp 196,1 triliun pada akhir Maret sebagai bukti bahwa kementerian dan lembaga sebenarnya sudah siap bergerak sejak awal tahun.

“Penundaan justru menyebabkan tumpukan beban kerja dan belanja di waktu yang sangat sempit,” terang dia.

Ia bahkan mencurigai ada unsur kesengajaan dalam penundaan tersebut, yang kemudian diikuti percepatan saat tekanan publik meningkat.

“Strategi ini mungkin memberi ruang konsolidasi awal, tetapi bisa mengorbankan kualitas pelaksanaan program di lapangan,” katanya.

Sebagai informasi, kebijakan blokir anggaran ini mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang berfokus pada efisiensi dalam pengelolaan APBN dan APBD.

Syafruddin menegaskan bahwa pembukaan blokir tetap harus berjalan dalam koridor disiplin fiskal yang ketat.

Wajib Digunakan Untuk Kebutuhan Produktif

Setiap anggaran yang dikucurkan kembali ke kementerian, menurutnya, wajib digunakan untuk kebutuhan produktif, bukan membiayai birokrasi tambahan yang tak memberikan dampak langsung.

“Pemerintah harus memastikan bahwa realokasi dan penajaman program benar-benar mendukung target pembangunan, bukan sekadar mengakomodasi struktur baru kementerian hasil perombakan politik,” ungkapnya.

Meningkatnya aktivitas belanja pemerintah dalam waktu singkat menurutnya memang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi, asalkan diarahkan secara strategis.

Pengeluaran negara yang besar kata dia dapat mendorong konsumsi, membuka lapangan kerja, dan memperkuat mata rantai industri dalam negeri.

Namun, dia mengingatkan risiko inflasi tetap harus diwaspadai jika lonjakan belanja tidak diimbangi dengan kenaikan produksi barang dan jasa.

“Pemerintah harus menjaga keseimbangan antara akselerasi belanja dan kapasitas ekonomi nasional agar dampaknya benar-benar terasa di sektor riil, bukan hanya di neraca keuangan negara,” kata dia.

Dari sisi fiskal, pembukaan blokir memang dapat menambah tekanan defisit APBN dalam jangka pendek. Namun jika belanja itu berhasil mendorong pertumbuhan, efek jangka panjangnya akan memperkuat posisi fiskal negara.

“Kuncinya terletak pada kualitas belanja,” ujar dia.

Jika dana negara digunakan untuk hal-hal yang meningkatkan produktivitas, seperti pembangunan infrastruktur dan penguatan daya saing, maka utang yang ditarik untuk menutup defisit akan menjadi bentuk investasi.

Sebaliknya, jika anggaran hanya dipakai untuk pembiayaan yang sifatnya simbolik dan administratif, maka rakyatlah yang akan menanggung beban fiskalnya.

“Sebaliknya, jika belanja hanya bersifat administratif dan simbolis, maka publik akan menanggung beban fiskal yang sia-sia,” jelas dia.

Ia mengingatkan agar momentum pembukaan blokir ini dimanfaatkan sebagai ajang pembuktian bahwa anggaran negara bisa dikelola dengan baik dan memberikan dampak nyata.

Jika tidak, maka yang terjadi hanyalah rotasi kementerian tanpa perubahan berarti, serta pemborosan anggaran yang tak memberi manfaat pada masyarakat.

“Kunci keberhasilan bukan terletak pada seberapa banyak anggaran yang dibuka, tapi seberapa efektif anggaran itu digunakan untuk membangun masa depan,” tandasnya.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Ayyubi Kholid

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.