KABARBURSA.COM - Langkah Bank Indonesia (BI) memangkas bunga Sekuritas Rupiah (SRBI) dalam dua lelang berturut-turut dan menurunkan nilai penerbitan, dinilai telah mengekspos rupiah kembali ke zona yang lebih rentan dan volatile, menurut analis.
Rupiah melemah tiga hari berturut-turut dan kini mendekati Rp16.300/USD. Di pasar offshore, rupiah melemah tajam mendekati Rp16.400/USD bahkan ketika dolar Amerika sejatinya tidak menunjukkan keperkasaan.
Menurut pelaku pasar, volatilitas rupiah yang kembali tajam dan mulai berdampak pada tekanan di pasar surat utang, mengindikasikan respon negatif pasar terhadap langkah BI yang mulai mengikis bunga SRBI dan nilai penjualan sekuritas tersebut.
Kegagalan itu tidak terlepas dari pemilihan waktu yang tergesa-gesa, sekitar 7-8 minggu sebelum penurunan bunga The Fed diprediksi terjadi mulai September nanti. Akibatnya, rupiah terekspos lebih besar terhadap risiko kejutan ekonomi maupun non-ekonomi seperti yang terjadi tadi malam yakni lonjakan tingkat pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II-2024, kata Lionel Prayadi, Strategist Mega Capital Sekuritas dalam catatannya.
Pasar global sebenarnya tidak serta merta merespon negatif data tersebut. Indeks saham di Wall Street memang melemah. Namun, yield atau imbal hasil surat utang AS, Treasury, terlihat turun mengindikasikan investor masih cukup optimistis meski di pasar swap ekspektasi Fed rate cut pada September terkikis ke 87 persen dari tadinya 90 persen.
Nanti malam akan menjadi ujian baru bagi rupiah dan pasar obligasi domestik di mana Amerika akan mengumumkan data inflasi PCE, personal consumption expenditure, yang menjadi data pivotal mempengaruhi arah kebijakan bunga acuan The Fed.
Sejauh ini, terlihat bahwa para pelaku pasar cenderung menghindari risiko dengan melepas aset-aset rupiah dan surat berharga. Pada 23 Juli lalu, investor asing menjual surat utang RI senilai USD172,4 juta atau sekitar Rp2,81 triliun, nilai penjualan terbesar dalam sehari sejak 20 Juni.
Tekanan jual terlihat masih berlanjut saat ini di mana hampir semua tenor SBN mencatat kenaikan imbal hasil, indikasi tekanan harga.
Dengan rupiah yang terancam mendekati kisaran Rp16.300-Rp16.400/USD, membuka potensi makin volatil di tengah rilis berbagai data.
Rupiah bisa makin mendekati batas toleransi kenaikan suku bunga BI pada rentang Rp16.400-Rp16.600/USD. Kami memperkirakan BI akan kembali menaikkan suku bunga SRBI 12-months ke rentang 7,4-7,6 persen mulai lelang hari ini, prediksi Lionel.
Rupiah Rawan Terguncang
Kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk memangkas bunga Sekuritas Rupiah (SRBI) dalam dua lelang berturut-turut, serta menurunkan nilai penerbitan, dianggap membuat rupiah kembali terjebak dalam wilayah yang rentan dan fluktuatif. Hal ini disampaikan oleh beberapa analis terkemuka.
Dalam tiga hari berturut-turut, nilai rupiah terus merosot, kini hampir mencapai Rp16.300 per dolar AS. Di pasar luar negeri, penurunan lebih tajam mendekati Rp16.400 per dolar AS, bahkan ketika dolar Amerika sendiri tidak menunjukkan kekuatan signifikan.
Para pelaku pasar menunjukkan bahwa meningkatnya volatilitas rupiah yang berdampak pada tekanan di pasar surat utang mencerminkan reaksi negatif terhadap keputusan BI yang mengurangi bunga SRBI serta nilai penjualan sekuritas.
Kegagalan ini dipicu oleh timing yang kurang tepat, sekitar 7-8 minggu sebelum prediksi penurunan bunga The Fed pada September nanti. Alhasil, rupiah menjadi lebih rentan terhadap kejutan ekonomi maupun non-ekonomi seperti yang terjadi tadi malam, yakni lonjakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II-2024, ungkap Lionel Prayadi, Strategist Mega Capital Sekuritas dalam laporannya.
Pasar global tidak langsung bereaksi negatif terhadap data tersebut. Indeks saham Wall Street memang turun. Namun, imbal hasil surat utang AS, Treasury, justru turun, menunjukkan bahwa investor masih optimistis, meskipun ekspektasi pemangkasan bunga The Fed pada September menurun menjadi 87 persen dari sebelumnya 90 persen.
Malam ini, rupiah dan pasar obligasi domestik akan diuji lagi dengan rilis data inflasi PCE (personal consumption expenditure) dari Amerika, yang menjadi indikator kunci arah kebijakan bunga acuan The Fed.
Hingga saat ini, terlihat bahwa para pelaku pasar cenderung menghindari risiko dengan menjual aset-aset rupiah dan surat berharga. Pada 23 Juli lalu, investor asing menjual surat utang RI senilai USD172,4 juta atau sekitar Rp2,81 triliun, menjadi nilai penjualan terbesar dalam sehari sejak 20 Juni.
Tekanan jual masih berlanjut, tercermin dari hampir semua tenor Surat Berharga Negara (SBN) yang mencatat kenaikan imbal hasil, tanda tekanan harga.
Dengan rupiah yang semakin mendekati kisaran Rp16.300-Rp16.400 per dolar AS, potensi volatilitas semakin meningkat di tengah rilis berbagai data.
Nilai rupiah bisa semakin mendekati batas toleransi kenaikan suku bunga BI pada kisaran Rp16.400-Rp16.600 per dolar AS. Kami memperkirakan BI akan kembali menaikkan suku bunga SRBI 12 bulan ke rentang 7,4 persen-7,6 persen mulai lelang hari ini, prediksi Lionel. (*)