KABARBURSA.COM – Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen pada pekan ini. Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak, menyambut positif langkah tersebut sebagai respons awal terhadap melemahnya kondisi perekonomian nasional.
Meski demikian, Amin menilai penurunan suku bunga ini masih belum cukup signifikan di tengah menurunnya daya beli masyarakat dan bayang-bayang resesi global.
“Ekonomi kita sedang tidak baik-baik saja. Data BPS terbaru menunjukkan penjualan mobil anjlok 18 persen, pertumbuhan kredit konsumen merosot ke level terendah dalam tiga tahun, sementara 60 persen pelaku UMKM mengeluhkan kesulitan akses pembiayaan. Yang lebih memprihatinkan, survei terbaru mencatat 12 persen keluarga kelas menengah kita kini kesulitan memenuhi kebutuhan pokok,” bebernya dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 Juli 2025.
Sebagai Wakil Ketua Fraksi PKS, Amin mengaku memahami kekhawatiran Bank Indonesia terhadap potensi gejolak nilai tukar dan tekanan inflasi. Namun, ia berpendapat bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengambil langkah lebih agresif karena inflasi inti tercatat masih rendah, yakni di angka 2,37 persen.
Ia kemudian mencontohkan penanganan resesi oleh Thailand yang dinilai berhasil. Negara tersebut menghadapi tekanan ekonomi berat pada awal 2024, namun mampu mencatatkan pertumbuhan 1,5 persen (yoy) pada kuartal I 2025 berkat stimulus fiskal besar-besaran dan kebijakan moneter yang akomodatif.
Thailand mengucurkan program “Digital Wallet” senilai 500 miliar baht atau sekitar 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB), dengan memberikan uang tunai sebesar 10.000 baht kepada jutaan warga untuk merangsang konsumsi. Selain itu, Bank of Thailand juga memangkas suku bunga menjadi 2,25 persen pada Oktober 2024.
“Kita patut bersyukur ekonomi Indonesia tidak mengalami kondisi separah Thailand. Namun pemerintah tetap perlu menyiapkan langkah antisipasi untuk mencegahnya,” ujarnya.
Terkait langkah konkret yang bisa diambil, Amin menyarankan tiga kebijakan utama. Pertama, peluncuran paket stimulus fiskal yang menyasar akar permasalahan. Menurutnya, pemerintah harus memberikan subsidi BBM untuk transportasi umum, pembebasan PPh 0 persen bagi pelaku UMKM, dan program bantuan pangan beras bagi 18,27 juta keluarga miskin dan rentan.
Kedua, ia mendorong agar Bank Indonesia dapat mendorong perbankan lebih aktif dalam menyalurkan kredit produktif. Ia menyebut bahwa suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) seharusnya bisa ditekan di bawah 5 persen, dengan syarat yang lebih ramah bagi pelaku usaha kecil.
Ketiga, Amin menilai perlunya langkah terobosan di sektor ketenagakerjaan. Ia menyoroti bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 2025 hanya 3,2 persen, angka yang bahkan lebih rendah dari inflasi riil yang dirasakan masyarakat.
Hal ini, menurutnya, merujuk pada kenaikan harga kebutuhan pokok seperti beras, listrik, transportasi, biaya sekolah, dan layanan kesehatan yang langsung dirasakan masyarakat sehari-hari. Untuk itu, ia mendorong agar pemerintah memberikan insentif kepada perusahaan yang mampu mempertahankan tenaga kerja.
“Kabar baiknya, kita punya ruang gerak. Rasio utang yang masih di bawah 40 persen PDB dan cadangan devisa sebesar USD 152,5 miliar memberi kita modal cukup untuk bertindak. Yang kita butuhkan sekarang adalah keberanian politik untuk mengambil langkah-langkah besar,” ungkapnya.
Amin juga menyatakan dukungan politik terhadap kebijakan-kebijakan yang progresif dari pemerintah. Ia menekankan bahwa saat ini adalah waktu yang menentukan bagi arah pemulihan ekonomi Indonesia ke depan.
“Momentum pemulihan ini tidak boleh disia-siakan, sebelum jendela kesempatan tertutup dan ekonomi kita terjebak dalam stagnasi berkepanjangan,” katanya.(*)
 
      